PEMILU 2024: Kita Tidak Sedang Membeli Kucing Dalam Karung
Ia kemudian berkisah, pada saat menjadi Komisioner KPK, ia pernah hadir pada sebuah konferensi pers menggunakan baju batik lengan pendek, ia mendapat peringatan langsung secara tertulis dengan tegas, diumumkan kepada seluruh pegawai KPK. ”Inilah yang disebut value”, ungkap Saut. Value atau nilai, menurut Saut itu dibangun dengan integritas. Jika integritasnya sudah terbangun dengan baik, maka pendiriannya tidak akan goyah. Hal ini sama dengan kita dalam kehidupan sehari-hari, atau nanti saat Pemilihan Umum, kita tidak bergeming dengan Caleg yang datang kemudian memberikan amplop serangan fajar kepada kita, karena kita sudah membangun integritas dalam diri kita sendiri bahwa suara kita tidak bisa dibeli.
Malam itu hadir juga Faisal Basri, salah satu anggota Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang. Yang dalam beberapa bulan terakhir sedang mendalami sebuah kasus pencucian uang yang diperkirakan merugikan uang negara hampir 189 triliun rupiah. Sayangnya, Desember ini Satgas TPPU sudah akan berakhir masa tugasnya. Sementara, proses penyelidikan kasus itu belum selesai.
Sebegai seorang ahli ekonomi, Faisal Basri malam itu mengajak jamaah untuk berfikir ulang dalam menentukan siapa yang akan dipilih saat Pemilihan Umum nanti. Menurut Faisal Basri, tidak ada satuoun dari 3 kandidat Capres-Cawapres kita yang bersih dari orang-orang yang punya kepentingan dalam eksplorasi sumber daya alam di Indonesia. Batubara misalnya, di belakang 3 kandidat Capres-Cawapres semua ada perusahaan batubaranya. Berbicara mengenai Nikel, misalnya, menurut Faisal Basri cadangan Nikel di Indonesia hanya akan bertahan 11-13 tahun saja. Sementara saat ini, kita menjual murah Nikel kepada bangsa lain.
Pengusaha-pengusaha yang saat ini terlibat dalam politik, berkumpul menjadi Oligarki yang kemudian memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan Pemilihan Umum, baik dalam skala nasional maupun lokal. Kondisi seperti ini menurut Faisal Basri tidak membangun demokrasi dengan baik. ”Demokrasi ini akan terawat dengan baik kalau kekuatan Negara dan kekuatan rakyatnya imbang. Jika kekuatan Negaranya dominan, akan seperti China”, ungkap Faisal Basri.
”Jadi yang kita butuhkan sekarang sebetulnya penguatan masyarakat dan yang disampaikan oleh Cak Nun selama ini. Saya terakhir ketemu Cak Nun beberapa bulan yang lalu di kediamannya di Jogja. Cak Nun cuma pesen, karena ada di situ ada gak sengguh boleh saya sebut lah, beberapa orang ada yang ingin bikin seniori rusuh gitu di beberapa titik. Cak Nun bilang tegas: saya pakai jalur damai. Saya ingin menyejukkan hati-hati sanubari masyarakat lewat cara-cara seperti ini (forum Maiyah). Artinya, Cak Nun dalam posisi untuk strengthening the power of society itu dan saya berharap mungkin ini baru ide tapi saya gak sanggup melaksanakannya sendiri. Selama ini kita bicara politik kebudayaan, politik kekuasaan, politik bisnis. Tapi kita lupa barangkali kita tidak pernah lagi mengelaborasi, bikin kurikulum, bikin outline, bikin aksi, politik kewargaan”, ungkap Faisal Basri.
Kenduri Cinta edisi Desember malam itu begitu semarak dengan hadirnya narasumber dari berbagai latar belakang. Sabrang kemudian merespon beberapa narasumber sebelumnya, bahwa di Forum Maiyah ini memang menjadi forum bagi banyak orang. Di Kenduri Cinta sendiri pernah hadir orang yang sangat kanan, tetapi juga bisa bersanding dengan orang yang sangat kiri sekalipun dalam waktu yang sama.
Yang dibangun oleh Mbah Nun adalah memang kebebasan dalam berbicara. Silakan Anda berbicara apapun saja di forum ini, kemudian Anda sendrii yang juga bertanggung jawab atas apa yang Anda saimpaikan. Jika Anda tidak setuju dengan apa yang disampaikan oleh narasumber, silakan juga Anda bantah. Karena salah satu yang diharapkan oleh Mbah Nun dari forum Maiyah seperti Kenduri Cinta ini adalah adanya sebuah forum dimana siapa saja bisa ngomong apa saja dan yang menyimak apa yang disampaikan juga memiliki independensi berfikir untuk menganalisa dan melakukan riset yang benar untuk kemudian menilai apakah ia setuju dengan apa yang dipaparkan atau tidak.
Menurut Sabrang, kemajuan Bangsa Indonesia ini memang harus dilalui dengan perdebatan, diskusi, gesekan adu ide dan gagasan, bukan hanya diam mengikuti arus yang sedang mengalir. Dengan terbiasa untuk beradu gagasan, kita semakin terbiasa untuk berdebat, sehingga kebenaran yang kita dapatkan juga adalah kebenaran yang lahir atas proses yang panjang, bukan proses yang instan. Dan karena kita semakin terlatih untuk berfikir, maka kita semakin terbiasa untuk dibenturkan dengan kebenaran yang baru, sehingga kita tidak mudah kaget dengan fenomena-fenomena yang terjadi, karena bisa saja kebenaran yang kita yakini sebelumnya direvisi oleh kebenaran yang kita temui hari ini.
Forum seperti Kenduri Cinta ini adalah forum yang terbuka, sehingga jika ada yang tidak menerima argumen atau paparan yang dismpaikan, silakan secara langsung juga disampaikan. Siapkan counter faktanya seperti apa, sehingga kemudian menjadi diskusi yang menarik dan membangun paradigma yang baik untuk keberagaman bangsa Indonesia.
”Yang dikritik oleh Simbah adalah fungsionalnya, bukan personnya”, ungkap Sabrang. Tidak bisa kita pungkiri, mengapa kita mengikuti Maiyahan salah satu faktor utamanya adalah karena Mbah Nun. Simbah seringkali mewakili keresahan kita sebagai rakyat. Kritik-kritik yang dilontarkan oleh Mbah Nun benar-benar mewakili kita. Dan yang dilakukan oleh Mbah Nun adalah kritik terhadap fungsi dari seorang Pemimpin, bukan personalnya. Dan itu sebagai otokritik terhadap bangsa kita sendiri. Karena kita adalah Bangsa Indonesia, maka kita adalah pihak yang berhak untuk melakukan kritik terhadap bangsa kita sendiri.