PEMILU 2024: Kita Tidak Sedang Membeli Kucing Dalam Karung
“Seberapa jauh Anda mengenal calon legislatif di daerah pemilihan Anda?” Sebuah pertanyaan yang dilemparkan oleh Sabrang saat mengawali diskusi di Kenduri Cinta edisi Desember lalu. Hening. Hampir tidak ada satupun jamaah yang merespons.
Siapa atau apa yang salah dengan fenomena ini sebenarnya? Setiap lima tahun Negara ini menyelenggarakan Pemilihan Umum, sementara mayoritas rakyat hampir tidak benar-benar mengenali siapa yang akan mewakili mereka. Hanya sedikit saja masyarakat kita yang memiliki kepekaan untuk mencari tahu apa visi dan misi caleg, bahkan mungkin capres-cawapres. Mayoritas kita saat ini hanya mengkonsumsi informasi yang kita dapatkan dari media sosial, konten-konten yang relevan dengan preferensi kita, maka tidak mengherankan jika pada akhirnya kita menjadi pemilih yang pragmatis, memilih hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional sesuai dengan pertimbangan kita karena pengaruh-pengaruh konten itu tadi.
Menurut Sabrang, hampir semua orang nalurinya itu sama: mengeluarkan energi sedikit mungkin untuk mendapatkan kesenangan sebanyak mungkin. Semangat untuk berkorban tanpa pamrih demi kepentingan yang lebih besar, belum tumbuh subur di negeri ini. Sehingga, tidak mengagetkan juga jika pada akhirnya rakyat hanya menjadi pelengkap penderita saja. Para politisi memanfaatkan celah kelengahan rakyat yang tidak mungkin memberikan energi yang lebih besar untuk benar-benar memilih orang-orang yang tepat pada saat Pemilihan Umum.
Sabrang mengajak kita untuk lebih serius dalam menjalani demokrasi di Indonesia ini. Karena memang pada faktanya kita tidak bisa memilih untuk mengubah sistem yang ada. Begitu kita lahir, kita sudah dihadapkan pada demokrasi di Indonesia. Sementara, kita punya Pancasila yang Sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Artinya, peranan Agama begitu vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Tetapi, kita sebagai rakyat pun juga belum benar-benar memaksimalkan peran Tuhan dalam Pemilihan Umum. Sabrang mengingatkan misalnya, ketika kita memasuki bilik suara saat Pemilihan Umum, kita harus melakukan akad resmi dengan Tuhan, bahwa kita melibatkan Tuhan dalam memilih pemimpin. Dengan begitu, maka Malaikat pun akan punya kewajiban untuk menjalankan perintah Tuhan memberikan hukuman kepada pemimpin yang melanggar janji-janji yang sudah mereka paparkan.
Mbah Nun sudah pernah menjelaskan di Maiyah bahwa di dunia ini ada 4 jenis pernikaha: Pernikahan antara Tuhan dengan hamba-Nya, pernikahan antara manusia dengan alam semesta, pernikahan antara pemimpin dengan rakyatnya dan pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Dalam pernikahan itu ada perjanjian yang disepakati oleh dua pihak, antara pihak pertama dan pihak kedua. Ketika perjanjian itu ada yang melanggar, maka ia berhak mendapat hukuman atas pelanggarannya.
Selama ini, kita hanya seperti gambling saja, tidak benar-benar serius memilih pemimpin pada setiap pemilihan umum. Pertimbangan kita memilih hanya karena like and dislike saja. Karena terpengaruh opini orang lain, tidak karena memang kita memilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang matang untuk memilih pemimpin. Bagaimana mungkin kita akan menuntut Tuhan karena perjudian yang kita lakukan pada saat memilih pemimpin?
Maka, jika kita meminjam istilah Mbah Nun untuk Pemilihan Umum, kita harus melibatkan Allah dalam proses memilih pemimpin. Karena hanya Dia yang tidak akan meninggalkan kita dalam keadaan apapun.
Dengan janji-janjinya dengan mekanisme-mekanismenya mari kita pikir sungguh-sungguh untuk memilih Caleg atau Capres pada Pemilihan Umum nanti. Tapi paling tidak, kita pegang satu janji dari kandidat itu, Caleg maupun Capres, kita niatkan, kita panjatkan kepada Tuhan sebagai akad pemilihan. ”Tuhan hari ini saya tidak judi, saya meletakkan Anda menjadi Hakim masa depan Indonesia. Dan saya berusaha mengubah kaumku Indonesia dengan meniatkan memilih berdasarkan sebuah janji yang saya anggap penting untuk saya”, lanjut Sabrang.
Sabrang malam itu memperkenalkan sebuah platform: podium2024.id, sebuah platform yang digagas untuk menjawab tantangan zaman. Dengan memanfaatkan AI, platform tersebut memudahkan kita sebagai pemilik suara untuk mempertimbangkan siapa yang akan kita pilih pada saat Pemilihan Umum 2024 nanti. Dari platform itu harapannya akan membantu semakin banyak masyarakat di Indonesia untuk menentukan pertimbangan yang matang sehingga ia memilih tidak lagi berdasarkan lika and dislike saja. Melainkan berdasarkan pertimbangan yang komprehensif..
Selain Rocky Gerung, malam itu hadir juga Saut Situmorang, mantan Komisioner KPK. ”Kekuatan dari sebuah informasi sebenarnya ada 3 hal: warning, forecasting dan problem solving”, Saut mengawali paparannya.
Saut Situmorang juga pernah menajdi bagian dari BIN selama 30 tahun, setelah itu kemudian ia terjun ke medan hukum di Indonesia. Pengalaman saat di KPK, melakukan OTT, semakin sering melakukan OTT semakin banyak yang ditangkap. Muncul persoalan baru. Ketika OTT menjadi KPI bagi KPK, maka kemudian yang ditangkap menjadi lebih banyak. Tetapi, semakin banyak koruptor yang ditangkap tidak relevan dengan perbaikan yang lahir di Indonesia. Kehidupan berpolitiknya seperti tidak ada perubahan yang signifikan, begini-begini saja. Dan menjadi hal yang lazim ketika pada setiap rezim ada Menteri yang ditangkap oleh KPK. Seolah-olah sudah menjadi hal yang biasa saja. Pada titik ini, KPK bisa saja kita nyatakan tidak sukses dalam fungsinya, karena ternyata semakin diberantas justru semakin banyak koruptornya. Bahkan sekarang Ketua KPK sendiri yang tersangkut kasus penyuapan.
Saut melemparkan pertanyaan sederhana kepada jamaah; ”Siapa yang bikin SIM tanpa menyuap?”. Hampir tidak ada yang mengangkat tangan. Dari pertanyaan sederhana itu saja kita dapat mengetahui bahwa praktik penyuapan terjadi dari level yang terdekat dari masyarakat itu sendiri; pelayana publik. Sehingga seperti sudah menjadi hal yang biasa, ketika masyarakat mengurus sebuah berkas di salah satu instansi layanan publik, hampir pasti melakukan penyuapan agar proses dibantu dalam proses pengurusan berkasnya.