Nanah Nabi Ayyub
Bau busuk nanah di kulit sang nabi membuat orang-orang menjauhinya. Mereka menutup hidung bahkan ada yang mencela dan menghinanya tanpa mencari hikmah. Bagi yang ada prejudice di hatinya, bau nanah tersebut bisa menjadi api yang menyebar dan menular kepada banyak orang seantero negeri. Lebih menyebar dibandingkan dengan bau amis nanah penyakit kulit yang diderita beliau. Andai medsos eksis di zaman Ayyub maka bau tersebut akan viral seantero jagad. Kita kemudian dengan tergesa-gesa menyimpulan bahwa sakitnya nabi menjadi bukti bahwa Tuhan murka kepadanya.
Lontaran makian, hinaan dan fitnah laksana batu rajam yang mampu membunuh eksistensi, citra dan nama baik seseorang dalam sekejap. Sehingga begitu mudahnya sebelanga kebaikan hancur oleh setitik fitnah dan prasangka. Sedangkan Ayyub adalah hamba yang menyeru kepada kebenaran, keadilan, kebaikan, dan cinta sesama.
Ayyub bukanlah agen perusak dan penganjur perusakan tapi Ayyub menegakan kesadaran akan kebenaran dan keadilan, mengajak kepada kebaikan dan cinta kasih. Allah justru meninggikannya, merahmatinya dan menempatkan derajatnya sebagai nabi yang sabar dan memiliki tingkat tawakal yang istimewa. Menjadi contoh dan pelajaran sepanjang zaman akan sebuah penderitaan di jalan kebenaran. Penderitaan Ayyub menjadi penawar generasi sesudahnya, menjadi komparasi dan teman serta narasi bahwa penderitaan itu tidak serta merta sebagai hukuman Tuhan namun sebagai hikmah kehidupan.
Penderitaan dan kesulitan perjuangan hampir selalu menyertai perjalanan kehidupan para nabi dan pengikutnya. Mereka banyak menemui kepedihan bahkan kekejaman yang luar biasa. Terlepas dari kontroversi peristiwa penyaliban, beberapa hari kemudian, sang mursyid, guru dan nabi bagi umat Israel itu “pergi entah kemana”. Bagaimana suasana batin para sahabat dekat Nabi Isa yang ditinggalkan beliau seperti sebuah kapal tanpa nahkoda.
Tak hanya itu saja, Hawariyyun yang berjumlah 12 orang tersebut mengalami penderitaan yang luar biasa. Mereka menjadi martir yang dibunuh dengan kejam; ada yang disalib terbalik, dipedang, dirajam dilempari batu sampai mati. Ataukah para sahabat Nabi Muhammad yang dibunuh secara keji. Umar, Usman bahkan Ali ditikam dengan senjata pada saat beliau melakukan sholat Subuh.
Hampir seluruh umat Islam penduduk kota Baghdad dibantai, konon mencapai jutaan orang, ulamanya dibunuh, buku-buku ilmu pengetahuan dan Islam dimusnahkan dan dibuang di Sungai Tigris, Baghdad jatuh seketika dan dianggap sebagai jaman keruntuhan kejayaan Islam. Seolah-olah Islam telah mati, tiada lagi harapan dengan jatuhnya Baghdad sebagai pusat kekhalifahan Islam dunia.
Namun apakah serta merta cahaya Islam padam paska invasi Kekaisaran Mongol di Baghdad pada 1258 M itu? Apakah dengan demikian kita akan mengatakan penderitaan dan kematian umat Islam sebagai bukti Allah menghukum mereka? Seperti yang pernah dilontarkan istri Ayyub yang telah diperdaya Iblis. Bahkan dari merekalah kita mendapatkan pelajaran dan hikmah yang besar.
Mereka adalah orang-orang yang memperjuangkan nilai kebenaran dan keadilan tanpa pamrih. Seberapapun ongkos mereka telah bayar meskipun nyawa tebusannya. Nilai-nilai yang telah mereka perjuangkan tetap hidup dan menyala bersinar sepanjang jaman, menjadi Damar Panuluh bagi umat manusia. Mereka boleh sakit, boleh menderita, boleh mati tapi nilainya abadi. Menjadi gelombang keabadian tanpa putus tak pernah mati.
Perjuangan selalu bertemu dengan penderitaan dan ujian, namun kita diajarkan agar tidak mencari musuh atau masalah tapi pantang lari jika bertemu dengannya. Apakah selama ini Maiyah telah mengambil keuntungan dunia dari apa yang telah dilakukannya selama berpuluh-puluh tahun? Apakah selama ini Maiyah lebih banyak meminta atau memberi kepada bangsa ini? Apakah menganjurkan kebaikan, kebenaran, keadilan, kerukunan dan cinta sesama tanpa meminta balasan apapun adalah sebuah perbuatan yang Tuhan murkai dan benci, sehingga Tuhan memberikan cobaan, ujian, sakit bahkan kematian.
Bukankah telah dinyatakan,”Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. Ataukah justru kita telah bertindak sebagai Tuhan yang menghukum seseorang dengan cara dan ukuran yang kita tetapkan sendiri? Apakah bau busuk nanah Ayyub telah menjadi fakta hukum bagi kita untuk memvonisnya bersalah?
Klaten, 24 September 2023