CakNun.com
SastraEmha Juni 2023

Membaca Emha Melalui Puisi Klembak Menyan

Eko Winardi
Waktu baca ± 2 menit

Pengantar

SastraEmha edisi Juni 2023 yang akan digelar pada Kamis 22 Juni 2023 selain menghadirkan Simon HT yang akan membincang esai Cak Nun “Hutang-Hutang Kebudayaan: dari Masalah Idealisme dan Orientasi Kaum Muda“, Joko Kamto dan Seteng Yuniawan sebagai pembaca puisi utama SastraEmha, juga akan menghadirkan Eko Winardi yang akan membawakan monolog puisi Cak Nun berjudul “Menghisab Klembak Menyan”. Tidak hanya membacakan, Eko Winardi juga akan memberikan ulasan atas puisi ini. Untuk itu, Eko Winardi telah menyiapkan poin-poinnya dalam tulisan berjudul “Membaca Emha Melalui Puisi Klembak Menyan.”

—red.

Dengan membaca Puisi “Menghisap Klembak Menyan” yang ditulis Emha tahun 1979, kita dapat melihat secara umum puisi-puisi Emha Ainun Nadjib.

Emha itu orang yang “linuwih”. Kata linuwih dalam kosa kata Bahasa dan Budaya Jawa itu ada 3 matra.

  1. Matra fisik: orang yang linuwih secara fisik itu biasa disebut:
    ora tedas tapak paluning pande sisane gerinda”, “tinatah mendat jinara menter
  2. Matra kecerdasan intelektual, orang yang linuwih dalam kecerdasan intelektual biasa disebut:
    pinunjuling apapak”, orang yang kecerdasan intelektualnya ada di atas rata-rata.
  3. Matra kecerdasan social, orang yang linuwih dalam matra kecerdasan social biasa disebut:
    mbrojol sela-selaning akerep”, lolos dari hambatan dan rintangan yang menghadang.

Membaca Isi dan Bentuk Puisi Klembak Menyan

  1. ISI

    Jika puisi, karya penyair, boleh kita sebut sebagai cermin, cerminan atau pantulan situasi social.

    Maka kekuatan cerminan kondisi social masyarakat itu tergantung pada pemegang cermin, kemana cermin diarahkan dan apa yang disorot oleh cermin itu ada ditangan penyair, si pemegang cermin.

    Sebagai Penyair, sebagai pemegang cermin Emha Ainun Nadjib adalah seorang yang linuwih, utamanya kelinuwihan Emha pada matra kecerdasan social dan kecerdasan intelektual, sudah tentu akan menghasilkan pantulan kondisi social yang menarik perhatian dan membelalakan mata orang kebanyakan. Maka puisi hasil refleksi Emha sebagai penyair melahirkan puisi yang tidak sama dengan penyair kebanyakan. Ada yang menyebut puisi Emha sebagai puisi terlibat, ada yang menyebut puisi Emha sebagai puisi kontekstual.

  2. Bentuk

    Puisi adalah salah satu bentuk presentasi dari sastra, ada juga lakon, esai dan prosa. Namun demikian, sebagai salah satu bentuk, selain puisi, masih ada lagi, syair, pantun, gurindam, tembang dan geguritan.

    Puisi kontemporer saat ini sudah menjalani proses adaptasi sampai bentuknya yang sekarang ini. Ada banyak penyair yang gelisah dan sibuk dengan bentuk puisinya. Namun kegelisahan dan kesibukan para penyair mengolah bentuk itu dilatarbelakangi dengan semangat individualisme dan eksistensialisme, tidak demikian dengan Emha.

    Jika penyair pada umumnya menuliskan puisi dengan membayangkan bahwa puisinya akan dibaca oleh banyak orang secara orang perorang, tidak demikian dengan puisi Klembak Menyan.

  3. Klembak Menyan adalah Puisi Lakon, yang:
    1. Ada dramatisasi, ada peristiwa, ada tokoh (karakter), ada konflik
    2. Secara implisit ada “perintah/petunjuk pengadekan” bagi pembaca.
    3. Ketika menulis Emha membayangkan penikmat puisi Klembak Menyan adalah “pemirsa”
    4. Klembak Menyan (juga puisi-puisi Emha lainnya) adalah Puisi Lakon.

Lainnya

Kaum Muda Mendaras Belantara Zaman

Kaum Muda Mendaras Belantara Zaman

Setelah melihat dan mempertanyakan, sesungguhnya mana yang kita sebut modern dan tradisional itu. Jangan-jangan sebetulnya yang kita sebut kolot kuno dan segala macam itu lebih modern daripada apa yang kita lakukan sekarang gitu.

Redaksi
Redaksi
Sastra Emha is Back

Sastra Emha is Back

Nanti malam, SastraEmha kami hadirkan kembali. Masih membawa misi yang sama: nguri-nguri karya beliau Mbah Emha Ainun Nadjib.

Ahmad Syakurun Muzakki
A.S. Muzakki