Jannatul Maiyah: Penangkaran Rasa Kemanusiaan
Ini adalah sejarah, sejarah tentang manusia. Manusia yang hanya terdiri laki-laki dan perempuan. Kemudian berkembang biak dan melahirkan lebih banyak laki-laki dan perempuan.
Kemudian laki-laki dan perempuan ini mengisi kehidupan sesuai kepandaian, kemampuan, tanggung jawab. Mereka melakukannya dengan sukacita.
Kemudian laki-laki tumbuh dengan terlihat lebih kuat pada fisik yang membuat mereka mencenderungi kegiatan-kegiatan fisik untuk mengisi kehidupan. Sementara perempuan lebih kuat secara perasaan, mereka mencenderungi kegiatan kepengasuhan dan pendukung kegiatan laki-laki.
Hal paling mendasar dalam kegiatan hidup dikawal dengan kekuatan fisik, maka perempuan mengambil peran mengikuti laki-laki yang secara alamiah memiliki naluri eksplorasi dan kemampuan survival lebih baik.
Namun laki-laki kurang pandai mengasah kemampuan empatinya karena yang ia sukai adalah mengatasi persoalan lahiriah, perempuan yang mengambil pelajaran tentang empati, kepengasuhan, merawat, memberi dukungan. Perempuan lebih memiliki kekayaan emosional pada perpustakaan bathinnya daripada laki-laki.
Kepandaian laki-laki tumbuh dari stimulus eksternal dan kepandaian perempuan tumbuh dari stimulus internal. Laki-laki mengambil peran menjadi pelukis utama kehidupan karena persinggungannya dengan dunia luar lebih koheren. Perempuan menjadi pewarna utama kehidupan, karena persinggungannya pada mendalami dirinya lebih inheren, mereka yang melahirkan setiap lelaki dan perempuan. Yang pertama mengasuh dan mengajari pengetahuan dasar tentang kehidupan. Laki-laki menjadi empu di wilayah eksterior, dan perempuan menjadi empu di wilayah interior.
Laki-laki mengembangkan diri lebih kepada aspek lahir (eksternal), dan perempuan mengembangkan diri lebih kepada aspek bathin (internal), kedua aspek ini menjadi pasangan yang jika manunggal karsa (menyatu kehendak) dengan baik, akan menghiasi dunia dengan kreatif dan penuh warna.
Manunggal karsa ini juga ciri utama manusa (manusia) yang tidak lagi tentang laki-laki perempuan, namun tentang fungsi keduanya dalam titah kehidupan.
Dengan kemanunggalan ini segala pekerjaan di muka bumi bisa dilalui dengan baik, ada pemecahan yang dapat dicapai atas beberapa kendala mendasar. Makanan, pakaian, tempat berteduh. Mereka kemudian bisa mengembangkan diri pada kesenian, ilmu pengetahuan hingga spiritualitas.
Tidak, tidak semudah itu. Semakin banyak laki-laki dan perempuan semakin kompleks pula cara pandang dan cara menjalani kehidupan dengan laku yang benar. Sementara kebenaran semakin berkembang-biak sebanyak jumlah otak laki-laki dan perempuan di muka bumi.
Perkembangan ini tidak lagi ditautkan dengan induk kebenaran. Sehingga kebenaran bagai anak pinak tanpa induk, bergerak dan tumbuh liar, menyemak belukar. Kesalahpahaman dan pertikaian menjadi kawan baru dalam menjalani kehidupan. Apakah kepandaian turun kadarnya atau tak punya kesempatan tumbuh? ataukah kepandaian tidak mengerti bagaimana cara untuk tumbuh
Apakah ini disebabkan oleh kuantitas intelegensia yang semakin memadati bumi, ataukah karena manusia di bumi telah enggan mengikuti standar Penciptanya. Yakni menjadi abdillah dan khalifah. Kebanyakan orang tak lagi doyan dengan kisah lawas hanya karena hadir sejak ribuan tahun silam. Pesan ribuan tahun silam dianggap sama dengan usang dan tak sesuai dengan kemajuan peradaban. Padahal nilai luhur itu langgeng, engkau lakukan ribuan tahun lalu dan kau lakukan sekarang punya kadar yang sama, misal kejujuran, tanggung-jawab, kebenaran berpijak, berbagi ilmu kebaikan. Orang-orang tidak menelan apa yang sudah ditetapkan namun mencoba merevisi, mengubah, atau bahkan menganulirnya. Manusia menjadi butuh beratus tahun lagi untuk kembali, karena sekali lari menjauh, banyak waktu terbuang sia-sia. Waktu untuk menjalani ditukar dengan waktu untuk mencari.
Laki-laki dan perempuan tergiring pada suatu suasana yang seolah mengubah peran mereka. Meski demikian, ada yang belum berubah dari dunia laki-laki, yakni hidup di dunia permainan. Sedangkan ada pula yang tidak berubah dalam jiwa perempuan, yakni hidup di dunia impian.
Permainan yang penuh tantangan. Laki-laki bermain raga, dan perempuan bermain rasa. Sedangkan kini Laki-laki juga memainkan rasa, pun perempuan memainkan raga. Ketika laki-laki bermain rasa yang menjadi korban adalah penghuni dunia rasa, yakni perempuan. Dan ketika perempuan bermain raga, yang menjadi korban adalah penghuni dunia raga yakni laki-laki.
Dunia laki-laki dan dunia perempuan dirasuki hegemoni kuasa, laki-laki merasa sebagai pemeran utama dan perempuan hanya sebagai instrumen. Perempuan terdesak karena melawan kekuatan lahiriah tidak bisa ditempuh dengan kekuatan bathin.
Kemudian laki-laki semakin banyak dan mengisi kehidupan dengan persaingan antar laki-laki, kecerdikan hingga kelicikan, syahwat kekuasaan. Mereka melakukannya dengan tanpa sadar telah mulai saling menggores luka dan dendam pada bergulirnya peradaban, luka dan dendam itu tertoreh baik kepada laki-laki maupun kepada perempuan. Banyak yang harus kalah hanya untuk menampikan seorang pemenang.
Kini laki-laki memandang hidup sebagai kejuaraan, yang harus lebih kuat, lebih cepat, lebih lincah, lebih tangguh, lebih tahan banting, dan ribuan jenis hasrat menjadi lebih agar benar-benar tampak siapa sang juara sejati. Dan bagi laki-laki, hadiah utama untuk sang juara adalah perempuan yang paling lebih daripada perempuan lainnya, lebih cantik, lebih cerdas, lebih paripurna luar dalam.