CakNun.com
Tadabbur Hari ini (57)

Ibu Qur`an dan Ibu Kita

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 3 menit

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيم
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ
غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

(Al-Fatihah: 1-7)

Pada tahun-tahun pertama forum rakyat Padhangmbulan, (1992 ke atas), di samping banyak teman-teman dari Jakarta dan kota-kota lain yang hadir, misalnya H. Rhoma Irama, Prabowo Subianto, sejumlah aktivis pergerakan, dll., suatu hari datang rombongan Ibu-Ibu pengajian dari Jakarta.

Tentu yang menjadi tujuan dan fokus kehadiran mereka adalah Ibu Chalimah, yang ke-15 putra-putrinya merupakan tuan rumah forum itu setiap malam purnama (tanggal 14 malam) Bulan Hijriyah. Sebagaimana tamu jauh tokoh gerakan keswadayaaan masyarakat Pak Peter van Lellieveld dari Utrecht Negeri Belanda, Ibu-ibu Jakarta itu “ngefans” kepada Ibu kami.

Sebelumnya Pak Lellieveld maupun Ibu-ibu Jakarta itu mengenal dan memperhatikan sepak terjang saya. Bu Chalimah sendiri adalah “Ibunya semua orang yang mengenalnya”. Di desa kami dan jaringan yang bersentuhan dengan kami, semua memanggil beliau “Ibuk” (Ibu). Dari anak-anak sampai orang-orang tua, kakek nenek semua memanggilnya Ibu.

Itu adalah ekspresi hati dan pengejawantahan kultural dari peran dan integritas Bu Chalimah di masyarakat. Maka kalau kita tahu bahwa Al-Fatihah adalah Ummul Kitab atau Ibunya Al-Qur’an, setidaknya selama masa kanak-kanak saya mengalami “roso”-nya pada hubungan antara Ibu dengan masyarakat.

Setelah berjumpa dan omong-omong dengan Ibu kami akhirnya mereka merasa menemukan apa yang mereka cari. Yakni bahwa sejak saya berusia balita, atas nasehat kakek kami “Malaikat Sumobito” KH Abdul Lathif. Ibu Chalimah setiap hari membacakan Al-Fatihah 1000 (seribu) kali sehari.

Mungkin hidup saya akan dipenuhi problem. Bahkan mungkin adanya saya ini sendiri adalah problem bagi keluarga atau masyarakat luas. Di kalangan pejalan Islam tradisional, mengalfatihahi seseorang yang ditimpa suatu masalah adalah puncak permohonan kepada Allah untuk diharapkan menganugerahkan “makhraj” atau solusi.

Ada ratusan bahkan ribuan wirid atau dzikir dalam khasanah Islam, yang biasanya diijazahkan Kiai kepada santrinya. Wirid-wirid secara budaya disebut “amalan” itu bermacam-macam jenisnya. Konteksnya, relevensinya atau kompatibilltasnya. Tema problem tertentu diamali dengan wirid tertentu. Masalah yang berbeda-beda meniscayakan dzikir yang berbeda. Dan jumlahnya ada ribuan. Baik yang dikutip langsung dari firman-firman Allah di Al-Qur’an, tradisi dari para Nabi, atau ijazah dari Ulama-ulama tertentu.

Kalau dari ragam teks wirid dan dzikir itu, bisa diidentifikasi ada yang datar-datar saja, berkaitan dengan persoalan-persoalan umum dan awam yang lumrah-lumrah saja. Ada yang bobotnya berat. Ada yang kualitasnya “nggegirisi”. Bahkan ada yang terasosiasikan sebagai semacam peluru atau rudal yang dahsyat, yang bahkan logis untuk sampai berakibat sakit keras atau kematian.

Bahkan wirid dan dzikir itu di sebagian kalangan diadopsi menjadi bagian dari mantra, japa-japi, atau narasi mateg aji, sedemikian rupa sehingga bisa sampai menyentuh wilayah santet, tenung atau sihir. Di masa kanak-kanak saya tidak jarang menyaksikan perang sihir atau balas-membalas santet tenung samacam itu. Bahkan sampai kadar dan peristiwa yang seram, dahsyat dan mengerikan.

Tetapi di tulisan ini saya sengaja tidak menyentuh bagaimana posisi hukumnya secara fiqih atau syariat Islam. Sebab tema itu memerlukan pendataan dan analisis syar’i yang tidak sederhana, sehingga lebih wajar kalau menjadi tulisan tersendiri.

Tulisan Tadabbur ini sekedar mengingatkan bahwa sangat banyak paket wirid dan wacana dzikir itu semua hanyalah anak-anaknya Al-Fatihah. Al-Fatihah adalah Ibunya. Induknya. Biangnya. Sumber quwwah dan hikmah-nya. Secara kognitif Al-Fatihah seperti tidak terkait dengan tema-tema atau masalah-masalah yang disikapi dengan wirid dan dzikir.

Kalau dalam mata pandang tafsir lughawiyah atau teknis tematik, memang Al-Fatihah sangat umum dan universal. Tetapi justru karena itu Al-Fatihah adalah “supra-multiverse” yang tak ada dinding batasnya. Maka kalau Ibu Chalimah mewiridkan Al-Fatihah 1000 kali setiap hari, tidak sukar dipahami bahwa apa saja urusan kehidupan anaknya, selalu terkandung dan relevan dengan Al-Fatihah.

وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ
إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 115)

وَهُوَ ٱللَّهُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَفِي ٱلۡأَرۡضِ
يَعۡلَمُ سِرَّكُمۡ وَجَهۡرَكُمۡ وَيَعۡلَمُ مَا تَكۡسِبُونَ

Dan Dialah Allah, yang disembah di langit maupun di bumi. Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui pula apa yang kamu usahakan.” (Al-An’am: 3)

رَبَّنَآ إِنَّكَ تَعۡلَمُ مَا نُخۡفِي وَمَا نُعۡلِنُۗ
وَمَا يَخۡفَىٰ عَلَى ٱللَّهِ مِن شَيۡءٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِي ٱلسَّمَآءِ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.” (Ibrahim: 38)

Hubungan antara firman-firman ini dengan keluasan kandungan Al-Fatihah tidak memerlukan penjelasan apapun, sepanjang kita mengaktivasi akal pikiran dan perasaan batin. Maka fungsi dan efektivitas 1000 (seribu) Al-Fatihah setiap hari yang diwiridkan oleh Bu Chalimah juga tidak memerlukan pen-dunung-an atau analisis yang muluk-muluk untuk menemukan manfaat dan hikmahnya atas kehidupan anak beliau.

Secara tidak disengaja putra Bu Chalimah yang dibesarkan oleh wirid 1000 Al-Fatihah setiap hari itu pada berbagai macam suka duka bahagia derita mudah susah keadaan hidupnya, ia juga memuncaki istighatsah kepada Allah pun dengan tradisi budaya firman Al-Fatihah.

Emha Ainun Nadjib
25 Juni 2023.

Lainnya

‘Semua’ Tidak Sama Dengan ‘Bersama’

‘Semua’ Tidak Sama
Dengan ‘Bersama’

Maiyah setengah mati mengupayakan diri untuk setia universal, mencari koordinat hidup yang bukan “kita dan mereka”, tidak sibuk membeda-bedakan diri dengan lainnya.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version