CakNun.com

Dampak Negatif Ghibah dan Ngrasani melalui Media Sosial

Toto Rahardjo
Waktu baca ± 2 menit
Image by Tracy Le Blanc from Pexels

Dalam masyarakat, keberadaan ghibah dan ngrasani tentang orang lain telah menjadi fenomena umum. Tradisi ini tidak hanya berlaku dalam percakapan sehari-hari, tetapi juga telah berkembang melalui penggunaan media sosial. Media sosial memungkinkan penyebaran informasi dengan cepat dan luas, termasuk informasi berupa ghibah dan ngrasani. Meskipun terkadang informasi tersebut didukung oleh sepotong berita, potongan video, atau foto, hal ini tidak serta-merta membuatnya benar atau tanpa konsekuensi. Lalu dampak negatif ghibah dan ngrasani melalui media sosial terhadap kesejahteraan emosional masyarakat.

Dampak Psikologis

Meningkatnya Stres Emosional pada subjek yang menjadi sasaran. Informasi negatif dan tidak benar tentang diri mereka dapat merusak harga diri, kepercayaan diri, dan kebahagiaan mereka. Mereka mungkin merasa terancam, khawatir, atau merasa tertekan oleh penilaian negatif dari orang lain.

Menyebabkan Kecemasan dan Depresi Terpapar informasi negatif tentang diri sendiri secara terus-menerus dapat menyebabkan kecemasan dan depresi pada individu yang menjadi sasaran ghibah dan ngrasani. Rasa takut akan penilaian orang lain dan perasaan rendah diri dapat mengganggu kesejahteraan mental mereka.

Dampak Sosial

Karena penyebaran ghibah dan ngrasani melalui media sosial dapat menciptakan konflik dan ketegangan antarindividu atau kelompok. Informasi negatif dan tidak akurat sering kali memicu perdebatan dan pertengkaran, bahkan hingga menciptakan perpecahan dalam masyarakat.

Dalam ghibah dan ngrasani melalui media sosial dapat mengurangi rasa empati dan solidaritas sosial di antara anggota masyarakat. Perilaku negatif semacam ini cenderung mengurangi kepekaan terhadap perasaan orang lain dan membuat masyarakat lebih individualistis.

Dampak Kredibilitas Media

Penyebaran ghibah dan ngrasani melalui media sosial sering kali didukung oleh informasi salah, kabar bohong, atau hoaks. Hal ini dapat merusak kredibilitas media sosial dan membuat masyarakat lebih skeptis terhadap informasi yang diterima.

Informasi negatif yang tersebar di media sosial dapat dengan cepat merusak reputasi dan karakter orang yang menjadi sasaran. Tanpa memverifikasi kebenarannya, orang-orang dapat menilai dan menghakimi orang lain berdasarkan informasi yang belum tentu benar.

Tradisi membicarakan orang lain dengan hal-hal buruk, baik melalui ghibah maupun ngrasani, adalah praktek yang tidak sehat dan memiliki dampak negatif yang serius pada masyarakat. Penyebaran informasi negatif melalui media sosial hanya memperkuat efek merugikan dari perilaku ini. Dampak psikologis dan sosial yang ditimbulkannya dapat menyebabkan stres emosional, kecemasan, depresi, konflik sosial, serta merusak solidaritas dan empati sosial.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kesadaran kolektif dan tanggung jawab individu dalam menggunakan media sosial secara etis dan bertanggung jawab. Penting untuk memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya dan mempraktikkan sikap saling menghormati serta menghindari perilaku negatif seperti ghibah dan ngrasani. Selain itu, penguatan literasi media untuk mengenali hoaks dan informasi palsu juga merupakan langkah yang penting dalam mengurangi dampak negatif dari praktek ini.

Apakah benar: ghibah, ngrasani, bergunjing itu sudah jadi tradisi? Diamput, angel…. angel tuturane arek-arek iki….

Toto Rahardjo
Pendiri Komunitas KiaiKanjeng, Pendiri Akademi Kebudayaan Yogyakarta. Bersama Ibu Wahya, istrinya, mendirikan dan sekaligus mengelola Laboratorium Pendidikan Dasar “Sanggar Anak Alam” di Nitiprayan, Yogyakarta
Bagikan:

Lainnya

Aldi dan Keluarganya yang Tangguh (3)

Aldi dan Keluarganya yang Tangguh (3)

Menjawab pertanyaan akhir episode lalu yakni pertanyaan tentang ‘bagaimana caranya?’, PR Kita tidak bisa kita kerjakan sendiri, harus kita lakukan bareng-bareng dalam rangka memenuhi beberapa hak anak.

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
dr. Eddot
Duduk, Diam, Mendengar

Duduk, Diam, Mendengar

“Lik, dewean po?”

“Yess, seperti yang sudah-sudah.”

Sebaris gigi putih menyiratkan kerinduan, meski sering kami bertemu, bergurau.

Bambang Tri Pandulu Widayat
Bambang Tri
Exit mobile version