Dalam Sunyi, Kenduri Cinta Bernuansa Syahdu
Mereflekasikan ketidakhadiran Mbah Nun, Sabrang memberi contoh bagaimana Kanjeng Nabi Muhammad SAW meskipun secara fisik sudah tidak bersama dengan kita, tetapi inspirasinya, kasih sayangnya, percikan cintanya masih bersama dengan kita. Hanya saja kita yang seringkali nranyak, ngengkel, merasa kurang puas jika tidak bertemu Kanjeng Nabi dalam mimpi, padahal setiap hari kita dipertemukan dengan kasih sayang Kanjeng Nabi.
Kita menyaksikan, dalam hitungan hari ketika Mbah Nun dirawat, kemudian tokoh-tokoh nasional bergantian datang menjenguk Simbah, yang kita saksikan di media sosial adalah spinning narasi yang sangat kontraproduktif dengan situasi yang faktual terjadi. Sabrang menandaskan bahwa setiap kita memiliki lapisan yang bertingkat-tingkat. Ada dari kita yang memiliki level pejabat, ada yang memiliki level tokoh nasional, ada yang memiliki level fungsional dan lain sebagainya. Tetapi yang paling fundamental adalah kita menjadi manusia yang seutuhnya. Ketika kita menampilkan sosok manusia dalam diri kita, maka levelling yang disebutkan tadi sudah luntur. Bagi Sabrang, semua manusia memiliki hak untuk menjenguk Simbah. Menjadi hina saat peristiwa seseorang membesuk Simbah lalu narasi yang digulirkan justru di-spin dalam narasi kepentingan yang sangat sempit, menjadi narasi untuk memuaskan hasrat pribadi dan kelompoknya. “How low can you go? Seberapa lama kamu akan merendahkan dirimu?”, lanjut Sabrang.
“Sedih itu boleh. Manusiawi. Tetapi jangan sampai kesedihan ini membuat kita berhenti untuk tertawa di Maiyah”, ungkap Sabrang malam itu. Menurut Sabrang, Maiyah adalah legacy yang digagas oleh Simbah untuk kita berkumpul bersama, berbagi ilmu, berbagi kegembiraan, berbagi dalam banyak hal. Berkumpul dalam ekspresi yang bebas bersentuhan secara langsung, tidak terkotak-kotakkan pada frame tertentu. Apakah Maiyah ini adalah Pengajian? Bukan. Tetapi tetap ada tadarrus dan sholawatannya. Apakah forum ini adalah konferensi atau seminar kajian ilmu? Bukan juga. Tetapi kita membicarakan banyak hal di Maiyah dengan serius. Dikatakan sebagai panggung kesenian, bisa juga. Karena memang Maiyah menyediakan panggung ekspresi kesenian untuk ditampilkan.
Maka, Sabrang mengingatkan kepada kita sebagai anak cucu Mbah Nun untuk nguri-uri apa yang sudah digagas oleh Mbah Nun melalui Maiyah. Di Maiyah, ada keragaman yang muncul. Kita bersama datang ke Maiyah dengan latar belakang yang beragam. Maiyah menampung banyak orang dan memang ada yang ditampung oleh Maiyah. Maiyah ada karena orang berkumpul bersama tanpa ada sekat.
“Jangan lupa juga bahwa yang dibawa Simbah (di Maiyah) adalah kegembiraan. Kita gembira disini untuk membawa (pesan) agar Simbah juga gembira bahwa anak cucunya tidak melupakan Simbah”, pungkas Sabrang.
Pada kondisi seperti ini, kita hanya bisa mempercayakan pada ahlinya. Dalam hal ini tentu saja adalah Tim Dokter di Rumah Sakit. Yang maksimal bisa kita lakukan adalah mendoakan agar proses pemulihan kesehatan Mbah Nun dapat berjalan dengan baik. Kemudian, di Maiyahan dan juga di dalam kehidupan kita sehari-hari, kita nguri-uri setiap nilai yang sudah ditanam oleh Mbah Nun selama ini di Maiyah.