CakNun.com

Capcay Syukur Ala Evan Dimas

Pertemuan Evan Dimas dan Cak Nun
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 4 menit

Sore hingga petang hari sebelum acara Tawashshulan dalam rangka Milad ke-6 Simpul Maiyah Paseban Majapahit Mojokerto di Ponpes Segoro Agung Trowulan Mojokerto (Sabtu, 10 Juni 2023), Cak Nun singgah terlebih dahulu di Kafe Pararaton Resto komplek perumahan Bumi Mojopahit Asri Mojokerto.

Rupanya sore itu, beliau sudah janjian untuk menemui Evan Dimas. Kita tahu Evan Dimas adalah salah satu bintang Timnas U-19 hasil talent scout pelatih Indra Sjafri terhadap potensi dan kekuatan sepakbola anak-anak asli Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Alhamdulillah, langkah Coch Indra membuahkan hasil, menghadirkan fenomenologi dan sejarah baru persepakbolan Indonesia.

Evan Dimas dkk. besutan Coach Indra Sjafri memenangkan Piala AFF U-19 pada 2013 dan lolos putaran final Piala Asia U-19 2014 dengan menorehkan kejutan mengalahkan Korsel dengan skor 3-2. Ketiga gol itu diborong Evan Dimas.

Saat ini, Evan Dimas merumput bersama Arema Malang. Ditemani sang istri, Evan berangkat dari Malang menuju Mojokerto untuk menemui Cak Nun.

Saya bersama satu dua teman lain turut berada di ruang mungil di sisi Pararaton Resto itu di mana Cak Nun bertemu Evan Dimas. Saya menyaksikan begitu Evan Dimas datang, segera masuk ruangan, menyalami dan cium tangan Cak Nun. Sangat terasa pertemuan itu tak ubahnya seorang anak yang lama tak bertemu orangtuanya. Evan duduk di sisi Cak Nun dalam satu sofa yang sama. Sangat dekat.

Evan bercerita, beberapa waktu sebelumnya dalam sebuah perjalanan dari Tulungagung, ia kehilangan dompet, dan dompet itu ternyata ditemukan di Mojokerto. Ia heran, kenapa ditemukan di Mojokerto. Hari-hari itu rupanya ia memang sedang ingin ketemu Cak Nun. Terpikir Ia ingin datang ke Jogja. Tapi belum ia realisasikan. Rupanya, janjian sore kemarin di Mojokerto adalah jawabannya. Ketemunya kembali dompet dia di Mojokerto, menurut dia, adalah isyarat bahwa Ia akan bertemu Cak Nun di Mojokerto.

Layaknya seorang anak kepada bapaknya, Evan Dimas pun juga menanyakan kabar Cak Nun. Kemudian, Evan menyampaikan kepada Cak Nun bahwa dia sangat ingin ketemu beliau untuk bercerita, dan minta bimbingan serta dibantu memahami hal-hal yang ia alami dan pikirkan.

Cerita dompet yang hilang dan ketemu di Mojokerto itu adalah pembuka dia bercerita. Selanjutnya mengalir banyak. Saat mulai bercerita satu hal yang amat penting baginya, Evan menangis beberapa saat, dan menundukkan kepala. Mbah Nun segera ngepuk-ngepuk pundaknya, hingga dia bisa bercerita kembali.

Sembari mendengarkan Evan bercerita, Cak Nun merespons dan membantu menawarkan perspektif atau cara memahami atas apa yang dipikirkan Evan Dimas, tetapi juga sesekali menanyakan tinggal di mana di Malang, dll.

Saya menyaksikan dalam pertemuan itu, Evan lebih banyak menceritakan perjalanan spiritualnya, dan bukan tentang sepakbola seperti yang saya duga sebelumnya. (Oh ya, seperti pesan Cak Nun dalam banyak kesempatan, apa yang dinamakan perjalanan spiritual tak perlu “diserem-seremkan”, dan benar, nanti saya hadirkan contohnya, dari Evan Dimas. Betapa yang spiritual adalah juga hal yang sehari-hari. Tapi juga tak boleh dilupa, lagi-lagi kata Cak Nun, bahwa hidup ini adalah aliran yang bergetar dan getaran yang mengalir, maka pengertian perjalanan spiritual itu tak hanya “jangan diserem-seremkan”, sebab kadang memang bisa sangat spiritual, mendalam, dan membikin merinding).

Dari jarak cukup dekat, saya merasakan Evan Dimas sebagai sosok yang personanya tidak berubah sejak saya melihat dia di Hotel Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ketika kali pertama Cak Nun datang memenuhi undangan Coach Indra Sjafri saat Evan Dimas dkk. menjalani pemusatan latihan di Lapangan Sepakbola UNY. Ia sosok yang kalem, cenderung pendiam, tetapi menyimpan ketegasan dan kecerdasan, dan yang utama: kerendahan hati.

Salah satu cerita Evan Dimas kepada Cak Nun adalah suatu ketika dia sedang makan di warung. Ia pesan capcay. Ndilalah masakannya, maaf, kurang enak. Terpikir olehnya untuk mengembalikan capcay tersebut, dan ganti pesan yang lain. Dia pikir oke-oke saja, toh dia beli. Apa susahnya ganti menu lain. Tetapi, saat itu Ia berpikir tidak sebaiknya bersikap demikian. Apa yang terhidang di hadapannya, itulah yang diberikan oleh Allah kepadanya. Ia urung mengembalikan capcay yang sudah dipesan, dan kemudian ia makan dengan sepenuh rasa syukur.

Lain waktu, Ia menjumpai sebatang lombok. Lombok warna merah, tetapi di ujungnya ada warna hitam yang menandai bagian itu agak rusak. Hampir-hampir dia membuang lombok itu. Tetapi dia kemudian merasa bahwa lombok itu harus diterima. Yang bagian merah dipakai untuk memasak, dan yang hitam bisa dipotong, disisihkan. Kata Evan, ketika itu dia mendapatkan pemahaman bahwa begitu pula dengan manusia atau orang lain. Terimalah orang lain, ambil nilai atau hal-hal bagusnya, dan jangan ikuti yang buruk-buruk dari mereka.

Itulah contoh yang saya maksud tadi dari Evan Dimas, tentang perjalanan spiritual. Saat Evan menceritakan dua contoh itu, saya teringat Syaikh Nursamad Kamba pernah menuturkan bahwa seseorang jika diizinkan oleh Allah untuk menempuh perjalanan ruhani, salah satunya ia akan mengalami kebangkitan nurani. Pikiran dan hati nuraninya hidup. Ia tidak gegabah dalam menghadapi apa yang ada di depannya, termasuk sepiring capcay dan sebatang lombok atau cabai.

Sore hingga petang itu, saya mendapatkan contoh dari apa yang dikatakan Syaikh Kamba justru dari seorang bintang sepakbola, yang di depan Cak Nun dengan rendah hati mengatakan dirinya bukan siapa-siapa.

Pertemuan Evan Dimas dan Cak Nun sore itu pun membuat saya bersyukur karena mendapatkan ilmu dan gambaran betapa yang bernama pengalaman beragama itu sedemikian luasnya. Kadangkala tak terduga fenomenanya. Hal yang menuntut sikap saling berendah hati. Pelajaran berendah hati itu juga saya petik dari Cak Nun. Dalam menanggapi apa-apa yang diceritakan Evan Dimas, Cak Nun tidak lantas memosisikan diri serba berotoritas sehingga bisa memastikan banyak hal, tetapi lebih memberikan dirinya untuk bersedia mendengarkan, menemani, dan menjadi orang tua bagi Evan seraya mengulurkan beberapa tawaran pemahaman di antaranya menyikapi pengalaman yang dialaminya dengan bersyukur kepada Allah Swt.

Sekitar pukul 19.00, pertemuan itu segera berakhir, Cak Nun sudah waktunya merapat ke Ponpes Segoro Agung menemui anak-anak cucu Paseban Majapahit. Dan Evan Dimas beserta istri pun juga mohon pamit untuk kembali ke Malang.

Lainnya

Untuk Indra Sjafri

Indra Sjafri, pelatih sepakbola yang melambung namanya setelah mengantarkan Timnas U-19 menjuarai Piala AFF tahun lalu.

Fahmi Agustian
Fahmi Agustian
Exit mobile version