Ber-Turi-Turi Putih Bersama KiaiKanjeng
Tak seperti biasanya, Mas Islamiyanto masih berdiri sendirian di belakang panggung malam itu. Sementara para vokalis dan warga KiaiKanjeng lain sudah membawakan enam nomor sebagai pengantar dan pembukaan. Bukannya terlambat, tapi memang belum waktunya beliau ke panggung.
Malam itu tugas Mas Is–begitu biasanya kami menyapanya–sedikit bertambah. Mbah Nun sering menjulukinya sebagai Kyainya KiaiKanjeng. Dan malam itu Mas Is didapuk menjadi Kyainya masyarakat.
Bertempat di halaman Masjid Syekh Abdul Qodir Jaelani Desa Mangunrejo Ngadiluwih Kediri, Minggu malam (15/10) kemarin, KiaiKanjeng hadir dalam acara Kediri Bershalawat bersama KiaiKanjeng. Bekerjasama dengan Pemerintah Desa Mangunrejo serta Takmir Masjid Syekh Abdul Qadir Jaelani, acara ini didukung oleh MPM Honda Jatim, LangitWatch, Gudang Garam, dan para muda Mangunrejo.
Warga masyarakat Desa Mangunrejo berbondong-bondong datang untuk mengikuti acara. Usai shalat Isya’, tepat pukul 19.30, acara dimulai dengan segmen awal KiaiKanjeng mengajak jamaah untuk bershalawat bersama-sama. Masyarakat sangat antusias mengikuti setiap shalawatan yang dilantukan para vokalis KiaiKanjeng. Suasana sangat interaktif.
Setelah beberapa nomor shalawatan, acara dibuka secara resmi dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu Syubbanul Wathan oleh teman-teman Ansor NU Mangunrejo, disambung potong tumpeng oleh Pak Lurah Sutrisno dan diberikan kepada Ketua Takmir Masjid Pak Aji Sanjaya.
Jamaah kemudian diajak menyimak tausiyah Maulid Nabi Muhammad Saw. yang disampaikan oleh Ustadz Islamiyanto–demikian panitia memanggilnya. Pengajian berlangsung sangat gayeng. Bentuk komunikasinya menerapkan apa yang diteladankan Mbah Nun puluhan tahun. Maklum, karena Ustadz Islamiyanto sudah bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng hampir 25 tahun. Komunikasi yang akrab, dengan terlebih dulu menyapa hati masyarakat dan didoakan semua hajat mereka terkabul.
Tentunya juga sarat pesan-pesan ilmu. Dalam menyampaikan uraiannya, jamaah pun tetap diajak melantunkan shalawat. Ini adalah tausiyah kesatuan KiaiKanjeng. Nomor-nomor musik dan shalawat termasuk tausiyah, bukan selingan.
Di antara pesan Ustadz Islamiyanto adalah kita harus benar-benar meneladani akhlak Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Nabi mengajarkan kita untuk loman atau dermawan. Seneng aweh. Jangan sampai kita punya jiwa pelit. Nabi juga mengajarkan kepada kita untuk senantiasa melakukan muhasabah (introspeksi diri). Itulah dua di antara pesan Ustadz Islamiyanto dalam menyampaikan tausiyah Maulid Nabi Muhammad Saw. malam itu.
Selain itu, sembari mengajak jamaah dan masyarakat yang hadir untuk bareng kembang Turi-Turi Putih, Ustadz Islamiyanto menguraikan makna dari tembang ini. Turi-turi putih berarti kelak siapapun saja akan mengenakan busana putih (kain mori) alias meninggal dunia. Tak peduli siapapun saja, baik ia kaya atau miskin, punya kuasa atau tidak, semuanya akan menghadapi kematian. Itulah sebabnya, Ustadz Islamiyanto mengajak kita ingat akan kematian dan agar kita menyiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya dengan amal kebaikan, agar saat meninggal dunia, kita berada dalam keadaan yang baik, khusnul khatimah.
Acara Kediri Bershalawat Bersama KiaiKanjeng malam itu berlangsung dengan baik. Sejak sore, jalan sekitar masjid sudah ramai oleh para pedagang yang bersiap menyambut kedatangan para jamaah. Panita khususnya ibu-ibu juga terlihat sibuk dalam menyiapkan berbagai hal untuk kelancaran acara. Ketika KiaiKanjeng tiba, rombongan langsung transit di kediaman Ketua Takmir Masjid Syekh Abdul Qadir Jaelani, beberapa meter saja dari lokasi acara.
Dalam sesi terakhir, baik Pak Lurah maupun Ketua Takmir mengungkapkan rasa senang dan bersyukur atas kehadiran KiaiKanjeng di Desa Mangunrejo ini. Kendatipun persiapan waktu hanya dua minggu, alhamdulillah semua dapat dipersiapkan dengan baik. Tidak lupa, Ketua Takmir juga mengajak masyarakat untuk berdoa bersama bagi kepulihan kesehatan Mbah Nun. Turut membersamai sesi ini adalah Pak Bustanul Arifin, pengasuh Simpul Maiyah Sanggar Kadirian Kediri.
Selama tiga jam lebih acara berjalan, dan menjelang pukul 23.00 jamaah diajak berdiri untuk indal qiyam bershalawat dan berdoa bersama untuk memuncaki acara. Lepas acara, KiaiKanjeng sejenak dihidang makan bersama dengan menu soto dan rawon. Sebelum pamitan, KiaiKanjeng, Pak Lurah, Ketua Takmir, dan seluruh panitia berdiri melingkar melantunkan shalawat Alfu Salam sebagai tanda KiaiKanjeng pamit kembali ke Jogja sekaligus tanda doa tulus agar kita senantiasa bersatu. (Helmi Mustofa dan Ahmad Jamaluddin Jufri)