CakNun.com

Ber-SASTRA EMHA di KENDURI CINTA

Kenduri Cinta
Waktu baca ± 4 menit

Memasuki bulan November, cuaca masih belum menentu. Perubahan drastis bisa terjadi dalam hitungan jam saja. Seperti Jumat kemarin, langit begitu cerah merona sejak pagi hingga siang hari, namun setelah Sholat Jumat, langit Jakarta menggelap digelayuti mendung, dan kemudian turun hujan cukup deras. Meskipun hanya sebentar, kiranya cukup untuk mendinginkan suhu Jakarta yang akhir-akhir ini sangat panas.

Sementara itu, penggiat Kenduri Cinta stand by di lokasi acara, di area Taman Graha Bhakti Budaya TIM untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Beberapa kali hujan gerimis turun hingga menjelang sore, namun tidak menjadi penghalang persiapan gelaran Sastra Emha di Kenduri Cinta kali ini.

Pada edisi November ini, penggiat Kenduri Cinta berkolaborasi dengan Rumah Maiyah Kadipiro untuk menghadirkan Sastra Emha di Jakarta. Agenda yang rutin terselenggara satu bulan sekali di Kadipiro itu dihelat di Kenduri Cinta edisi November 2023 ini. Sastra Emha ini pada awalnya digagas dalam rangka untuk mengingat kembali karya-karya sastra Mbah Nun yang lahir di tahun 70-an. Maka, sejak awal, gelaran Sastra Emha memang dikhususkan untuk mendiskusikan, membincangkan, dan juga membacakan karya-karya Mbah Nun pada era 1970-an. Bukan hanya puisi, tetapi juga Esai, Cerpen, dan bentuk karya yang lainnya.

Sejak dimulainya Maiyahan tadi malam, setelah nderes Al-Qur’an dan melantunkan beberapa wirid dan shalawat, penggiat Kenduri Cinta bergantian membaca puisi-puisi karya Mbah Nun pada era 70’an dan 80’an. Ada lebih dari 10 puisi yang dibaca secara bergantian. Parade puisi. Judul puisi seperti: “Simpanlah Kembali”, “Tikus”, “Abracadabra”, “Begitu Engkau Bersujud”, “Masih Perlukah Air Mata”, “Kosong” hingga “Menabung Dendam” dibacakan oleh penggiat Kenduri Cinta tadi malam.

Mengangkat tajuk “Masih adakah Sastra di dalam ruang hidup kita (?)”, sebagai sebuah tema pemantik, untuk melontarkan tanya, bagaimana kita memposisikan sastra, juga bagaimana kita menyikapi sastra dalam kehidupan kita.

Setelah parade pembacaan puisi, Fahmi dan Tri Mulyana memoderasi diskusi awal bersama Helmi Mustofa dan Rony K. Pratama. Sebelumnya, Rony telah merilis sebuah makalah yang cukup panjang untuk mengantarkan diskusi di Kenduri Cinta edisi ini. Makalah yang berjudul: “Etika, Politik, dan Poetics dalam Kesusastraan Emha Ainun Nadjib” bisa dibaca di website caknun.com.

“Apakah sastra hanya diperuntukan bagi orang-orang yang ingin mengungkapkan rasa kecengengan atau ungkapan kegalauan hati semata?”, pantik Rony K. Pratama semalam. Pantikan Rony itu bisa dijawab melalui karya-karya Mbah Nun dalam melahirkan puisi, esai dan karya sastra lainnya, bahwa produktifitas Mbah Nun dalam berkarya bukan semata-mata karena pamrih pribadi saja. Melainkan ada semangat sosial didalamnya. Kepedulian Mbah Nun terhadap rakyat kecil, orang-orang di sekitarnya, bahkan juga orang yang berjarak cukup jauh dari lingkaran Mbah Nun dan Maiyah pun, diberi perhatian ekstra oleh beliau.

Rony memiliki pandangan bahwa Sastra bukan hanya mengenai bagaimana seseorang bisa mengungkapkan ide, gagasan, keresahan yang ia pendam untuk kemudian dituangkan dalam sebuah karya sastra.

Mbah Nun sendiri sudah mulai berkarya sejak akhir tahun 60’an. Saat masih duduk di bangku SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Pada episode selanjutnya, Pak Nevi Budianto berkisah bahwa beliau mengenal sosok Mbah Nun dari sebuah kolom di Majalah Kuntum milik Muhammadiyah saat itu, pada rubric “Apa kata Emha?”, yang ditandai dengan sebuah gambar siluet pemuda berambut gondrong. Tentu saja siluet itu menggambarkan sosok Mbah Nun saat masih muda.

Rony K. Pratama memotret dalam makalah yang dituliskannya, bahwa dalam mengenal sosok Mbah Nun setidaknya ada 3 fase: Fase Emha, fase Cak Nun dan fase Mbah Nun. Ketiga fase itu sangat cukup untuk memetakan bagaimana kiprah Mbah Nun sejak muda dalam pergerakan sosial, budaya, humaniora, bahkan hingga posisi politik yang diambil oleh Mbah Nun.

Lainnya

Rahmatan lil ‘Alamin-nya Mannna?

Rahmatan lil ‘Alamin-nya Mannna?

Setelah diawali dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an dan lantunan beberapa sholawat, Cak Nun langsung naik ke panggung bersama dengan beberapa sahabat-sahabat lama yang aktif di Persada Studi Klub (PSK) yang dua hari sebelumnya mengadakan acara peringatan 47 tahun PSK di Rumah Maiyah Kadipiro.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta