3-1-3: Kerja Sama Seimbang
Allah dengan Hamba-Nya
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ
ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيم
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ
غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ(Al-Fatihah: 1-7)
Tiga ayat pertama membabar tak terbatasnya cinta dan kasih sayangNya. Bahwa Allah satu-satunya yang mutlak berhak atas segala pujian. Serta penegasan agar para hamba meneguhkan kembali kesadaran dan imannya kepada maha welas asih-Nya.
Ayat yang keempat, satu di tengah 3-1-3, semacam maha pilar, maha kepastian, maha singgasana Allah sebagai Maharaja diraja segala alam.
Kemudian tiga ayat berikutnya membuka ruang agar semua ciptaanNya juga berperan, berpartisipasi, berdialektika, gayung bersambut. Agar kita dan semua manusia, bekerjasama denganNya. Tidak begitu saja manusia secara pasif dan sekedar pelengkap penderita memperoleh limpahan Rahman RahimNya.
Para hamba harus memastikan dan membakukan, meskipun dengan berbagai gradasi kesanggupan pemaknaan. Allah menyiapkan cintaNya dan manusia silahkan memohonnya: I love only You.
Manusia membayar total dengan “IyyaKa na’budu wa iyyaKa nasyta’in”, kemudian “shirathal mustaqim” ditawarkan olehNya, namun manusia “membeli”nya dengan “Ihdina”.
“Shirathal mustaqim” disiapkan oleh Allah bagi manusia, bahkan “an’amta ‘alaihim” , sepanjang manusia bersedia berjuang menghindarkan dirinya dari posisi “almaghdlubi ‘alaihim” serta “waladhdholliin”.
Alfatihan bukan hiburan kosong yang manusia memetiknya secara gratis. Memang tidak ada “order” kepada Allah untuk menciptakan jagat raya dan makhluk-makhluk penghuninya. Akan tetapi kemelimpahan cinta, kasih sayang dan kenikmatan dari Allah itu dijangkai atau dicapai oleh manusia dengan perjuangan dan pengorbanan.
Bahkan Allah menata semacam kurikulum kehidupan, di mana manusia sebagai pembelajar di kelas sejarah hidupnya sendiri — harus menjalani ujian-ujian supaya lulus.
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut: 2)
Dan itu ada “yurisprudensi”nya. Yang mengalami ujian tidak hanya kaum beriman di suatu zaman, melainkan di semua zaman.
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللّٰهُ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكٰذِبِيْنَ
“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (29. Al-Ankabut: 3).
Bahkan secara logis dan rasional kita harus menjaga asumsi atau menghindari rasa angkuh, misalnya karena merasa telah berbuat baik maka kita meyakini akan menjadi penghuni Sorga.
اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاۤءُ وَالضَّرَّاۤءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah: 214)
Demikianlah kita mencoba mencerdasi Alfatihah dalam hal keseimbangan dialogis antara Allah dengan makhlukNya. Dan itu menuntun kita untuk menyeimbangkan pula akhlaq kita kepada Allah swt.
Sebenarnya lucu dan mustahil terjadi keseimbangan sejati antara Allah dengan hambaNya. Allah Maha dan manusia sedemikian kerdilnya di hadapanNya. Allah Maha Berperan, sedang manusia hanya “kluget-kluget” dan “timik-timik”. Maka keseimbangan yang dimaksud hanyalah berdasar batas pandang teknis 3-1-3 ayat-ayat Alfatihah.
Emha Ainun Nadjib
21 Mei 2023.