CakNun.com

Tikungan Iblis (Bagian 3/5)

Pentas Kebahagiaan Dinasti
Yogyakarta, Indonesia, 2008-2009
Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 8 menit

Prawidi
Kekuatan Iblis terlalu ikut campur dan sangat berkuasa
Maka penciptaan, kehidupan, kematian: sebaiknya didaur ulang…

Prawito
Ada apa ini, ada apa
Menenangkan mereka

YouTube video player

Prawikun
Dik Prawidi ini barusan dibentak-bentak oleh Iblis, mas

Prawito
Ini ngomong apa tho?

Prawijo
Memang kami ini gugup-gugup karena diintimidasi Iblis….

Prawito
Diintimidasi Iblis bagaimana

Prawikun
Ya Iblis. Tamunya tadi itu ternyata Iblis
Meletakkan sangkar di tengah arena
Burung ini ya dari beliaunya itu

Prawito
Ah jangan guyon ah

Prawijo
Beliaunya tadi memberikan ini. Semacam tanda identitas.
Nama: Smarabhumi Smorobomo alias Iblis.
Kebangsaan: Malaikat.
Agama: Rahasia.
Jenis Kelamin: Non-Gender…

Prawito
Sudah,sudah. Cukup, cukup. Itu klenik, itu mitos…
Berputar-putar, beredar-edar ke berbagai sisi ruangan
Situasi ekspresinya berubah seperti di awal adegan ini

Stop pembicaraan tentang iblis, kita bukan orang yang putus asa secara pikiran sehingga lari ke mistik dan klenik!
Kita sedang melaju untuk “Pentas Kebangkitan”
Rawe-ware rampat, malang-malang sikat!
Mengolah kerisnya

Sini kalian semua…

Prawidi, Prawijo, Prawikun merapat

Prawito
Kepada Saklah
Kamu juga!

Ulangi kalimat saya:
Berdiri! Berbaris!
Persetan dengan Iblis!

Prawidi, Prawijo, Prawikun, Saklah
Persetan dengan Iblis

Prawito
Persetan dengan semua makhluk apapun
yang tak punya hak atas bumi dan kehidupan manusia

Prawidi, Prawijo, Prawikun, Saklah
Persetan dengan semua makhluk apapun
Yang tak punya hak atas bumi dan kehidupan manusia

Prawito
Kita, manusia, mandataris Tuhan di bumi

Prawidi, Prawijo, Prawikun, Saklah
Kita, manusia, mandataris Tuhan di bumi

Prawito
Telah menjadi semakin dewasa

Prawidi, Prawijo, Prawikun, Saklah
Telah menjadi semakin dewasa

Prawito
berkat pengalaman jatuh bangun

Prawidi, Prawijo, Prawikun, Saklah
Berkat pengalaman jatuh bangun

Prawito
jatuh bangun

Prawidi, Prawijo, Prawikun, Saklah
Jatuh bangun

Prawito
jatuh dan bangun kembali

Prawidi, Prawijo, Prawikun, Saklah
Jatuh dan bangun kembali

Prawito
Kita mungkin akan jatuh lagi

Prawidi, Prawijo, Prawikun, Saklah
Kita mungkin akan jatuh lagi

Prawito
Tapi pasti kita akan bangun kembali

Prawidi, Prawijo, Prawikun, Saklah
Tapi pasti kita akan bangun kembali

Prawito
Tepuk tangan!

Prawidi, Prawijo, Prawikun menirukan:
Tepuk tangan!

Saklah bertepuk tangan

Prawito
Tepuk tangan! Tangannya ditepuk-tepuk… seperti dia ini!

Prawidi, Prawijo, Prawikun
Bertepuk tangan

Prawito

Duduk kembali.

Sekarang dengarkan kita ulang pengetahuan kita tentang manusia.

Ini yang paling diperlukan oleh kita semua, karena berbagai kegagalan kita untuk mampu dan selamat menjadi manusia.
Kalian ngerti manusia kan?
Pernah dengar tentang manusia kan?

Prawidi, Prawijo, Prawikun
Lho piye tho. Mosok manusia ditanya apa kenal manusia…
Lha kita kan manusia…

Prawito
Belum tentu…

Membuka Pamor /Keris dari Warangka /Wadah /Sarungnya
Keris di tangan kanannya, Warangka di tangan kirinya

Manusia itu : ini! (yang di tangan kanannya)
Bukan yang ini! (yang di tangan kirinya)

Ini namanya Keris. Tidak penting wujudnya, tidak utama besi bajanya.
Karena hakekat dirinya adalah Pamornya, Sepuhannya, Wibawanya, Nilainya, Ruhnya — jadi, ini-lah manusia

Kalau ini: Tapel! Wadah. Sarung. Warangka.
Ini yang terbuat dari tanah liat, yang dulu diambil dari bumi oleh Maula Hajarala atas perintah Sang Hyang Wenang

Adam tercipta dari tanah liat
Tapi Adam bukanlah yang terbuat dari tanah liat itu
Adam adalah tiupan Roh dari perkenan Sang Hyang Wenang

Jadi, sekali lagi : ini manusia, nilai, kualitas, sepuhan, wibawa, martabat dan derajat, kepribadian, karakter…
Yang ini : gelar, jabatan, Presiden, Menteri, profesi, harta benda, mall, Negara, sistem, demokrasi, reformasi…

Mestinya ini dan ini: menyatu, melebur, dimanage secara seimbang, untuk saling mengkerjasamakan derajat kehidupan, kesejahteraan dan kebahagiaan

Tapi sekarang ini hilang!
Pembangunan hanya berdasarkan ini dan untuk ini
Manusia menyangka ini-lah dirinya, sehingga lenyaplah yang ini

Kebanyakan manusia menyangka dirinya adalah ini
Sehingga ini-nya tenggelam dan lenyap

Jadi kehancuran manusia tak perlu ditunggu atau diramal
Dan kita tidak mau itu
Kita harus berkeliling…

Dik Prawito, uborampe! Uborampe!

Lainnya

Tikungan Iblis (Bagian 1/5)

Tikungan Iblis (Bagian 1/5)

Dulu kita bertanya kepada Tuhan: kenapa Engkau ciptakan manusia, yang toh pasti akan merusak bumi dan suka menumpahkan darah.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version