CakNun.com

Tikungan Iblis (Bagian 1/5)

Pentas Kebahagiaan Dinasti
Yogyakarta, Indonesia, 2008-2009
Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 14 menit

Keterangan:
Font hitam : Naskah Jakarta
Font Orange : Naskah Jogja
Font Biru : Alternatif dialog antar dua naskah
Font Merah : Edit

TEMA, PEMAHAMAN LAKON, PEMANGGUNGAN, SISTEM ALUR LAKON, MUSIK, KOSTUM, VIDEO /ANIMASI, TATA LAMPU, POLA PENGADEGANAN, PERILAKU /AKTING, PEMAHAMAN LAKON

dan unsur-unsur lain terbuka lebar terhadap penafsiran

PELAKU : PARA TAPEL, SMARABHUMI, JABARALA, MAKAHALA, HASARAPALA, HAJARALA, PRAWITO, PRAWIDI, PRAWIJO, PRAWIKUN, JADUL ALAM, SOSOK-SOSOK yang diperlukan pada sejumlah fragmen

CATATAN KHUSUS
Formulasi teks lakon ini beserta semua batasannya menyesuaikan diri atau merupakan keluaran dinamis dari proses kreatif warga Teater Dinasti.

Akan tetapi ketika mementaskannya: Dinasti, juga siapapun saja, tetap memiliki kebebasan untuk mengubahnya, menambahi atau menguranginya, sepanjang menjaga rel prinsip muatannya.

Satu
IBU DAN ANAK

Panggung gelap dan sepi

Juga seluruh ruangan pementasan

Lampu semacam lilin menjadi titik kecil cahaya berjalan, dibawa oleh seorang Ibu yang menuntun sekumpulan anak-anak sambil bernyanyi sunyi, berselang seling dengan dialog di antara mereka

“Sepinya hati Garuda
Dijunjung tanpa jiwa
Menjadi hiasan maya
Oleh hati yang hampa

Dendam tanpa kata
Mendalam luka Garuda
Disayangi tanpa cinta
Dipuja tapi dihina”

Anak 1
Bu, katanya ada pentas, tapi kok gelap?

Anak
Iya Bu, katanya ada pentasnya segala, tapi kok nggak ada lampu?

Ibu
Aduh, Ibu nggak ngerti Nak
Mungkin yang disebut pentas itu ya gelap begini ini
Atau mungkin ini pentas tentang kegelapan

Anak
Atau gini Bu, kan pentasnya tentang Iblis, Iblis itu kan jahat, makanya di sini gelap…

Ibu
O, jadi kalau kalau jahat itu gelap ya?

Anak
Ya dong Bu, kalau baik — itu terang…

Anak 2
Pentas itu apa tho Bu?

Ibu
Apa ya… Pentas itu orang omong sesuatu yang berguna bagi yang mendengarnya

[Apa ya… Pentas itu ya kayak kalau kalian main itu, misalnya pasar-pasaran, dokter-dokteran, manten-mantenan, ibu-ibuan — Cuma bedanya, ini ada yang nonton, jadi harus rapi, harus bagus, harus kompak, supaya yang nonton seneng]

Anak 2
Sama dengan Guru ngajar di kelas?

Ibu
Hampir sama, tapi kalau dalam pentas mereka yang mendengarkan bukan murid-murid seperti kalau di kelas

Anak 1
Kok kalau dalam pentas omongnya aneh?

Ibu
Aneh gimana Nak?

Anak 1
Kemarin waktu latihan ngomongnya nggak kayak kalau ngomong biasanya

Anak 2
Ada yang omong pakai menari-nari segala, bahkan ada yang loncat-loncat

Ibu
Itu namanya drama atau teater Nak, omongnya pakai alat macam-macam: pakai kata, pakai gerak, pakai musik, pakai pemandangan warna-warna dan lain-lain

Anak 1
Tapi kalau gelap begini kan semua itu nggak kelihatan

Ibu
Nggak kelihatan tapi kan terdengar [Bu]

Anak 2
Mestinya pentas itu ya lampunya terang seperti matahari

Ibu
Nanti pasti terang Nak, pasti ada lampunya nanti
Tetapi, sebenarnya, lampu itu adanya di sini dan di sini
(sambil memegangi dada kemudian kepala si anak)
[Nanti pasti ada lampunya kok Nak, pasti ada cahayanya
Tetapi, sebenarnya, lampu itu adanya di sini dan di sini
Makanya kita harus rajin melatih ini dan ini
Supaya hidup kita nanti terang…..
(sambil memegangi dada kemudian kepala si anak)]

Tiba-tiba muncul rombongan Tapel
Ibu dan kedua anaknya minggir. Anak-anak tampak keheranan.
Kemudian Tapel berlalu, muncul di bagian belakang atas panggung makhluk-makhluk yang membuat anak-anak agak ketakutan sehingga Ibu mendekap mereka

JEJER/BERBARIS MELINTAS
NRAMBUL-NRAMBUL

Prawito Prawidi Prawijo Prawikun, Prawikus dan Saklah

SEMUA
Wah, cilaka, cilaka, Mas Prawito

Prawito
Ada apa ini, ada apa

Prawikun
“Pentas Kebangkitan” kita terancam gagal ini Mas. Latihan macet terus, ada yang mengacau

Prawito
Siapa yang mengacau, mengacau bagaimana?

Saklah
Kami belum bisa mengetahui namanya, Pak…

Prawito
Lho ini siapa…

Prawikun
Maaf Mas Prawito, Mas ini menolong kita untuk ikut mengatasi pengacau itu. Namanya siapa tadi? Sanggloh…?

Saklah
Saklah, Mas

Prawito
Ya terus, terus…

Saklah
Caranya mengacau, macam-macam, Pak. Kadang-kadang lampu mendadak mati, saat lain ada orang entah siapa batuk-batuk terus menerus dan keras sekali. Beberapa kali ada bau kentut yang amat amat amat sangat bau.

Prawikun
Tetapi yang paling sering adalah hampir semua adegan latihan kentrung kita dimasuki orang asing…

Prawikus
Nrambul-nrambul

Prawito
Sebentar. Orang asing siapa, Nrambul-nrambul bagaimana

Prawijo
Ya tiba-tiba pemain itu masuk masuk, ikut berdialog, ikut lalu lalang

Prawidi
Ngomong ini itu, segala sesuatu yang tidak ada dalam naskah

Prawito
Sebentar, sebentar
Jangan main-main
Ini “Pentas Kebangkitan”
Tidak boleh gagal
Ini sangat penting
Ini menyangkut spirit seluruh bangsa…

Prawikus
Makanya kami ramai-ramai sowan ke Mas Prawito

Prawito
Teroris sesat!…
Sudah teroris, sesat lagi…

Lainnya

Tikungan Iblis (Bagian 5/5)

Tikungan Iblis (Bagian 5/5)

Aku, Iblis, bukan temannya Setan, bukan Mbahnya Setan, tidak segolongan, tidak separtai dan tidak seiman dengan Setan.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version