Tikungan Iblis (Bagian 1/5)
Yogyakarta, Indonesia, 2008-2009
Prawikun
Entrance di tengah gemuruh nyanyian membawa Sangkar Sangat Kecil Garuda
Nyanyian pelan-pelan mereda
Prawito
Mana tamunya?
Prawikun
Aduh maaf benar-benar maaf, tamu itu sudah saya rayu-rayu bahkan setengah saya paksa-paksa tapi beliaunya bersikeras hanya menitipkan Burung Garuda ini
Prawito
Lha kemarin bagaimana rundingannya kok sekarang tidak jadi ke sini
Prawikun
Janjinya memang ke sini, tapi tadi dia bilang yang penting Garuda ini sampai ke sini
Prawito
Maaf maaf, ini Garuda?
Prawikun
Tadi saya juga nanya begitu kepada beliau
Pembawa Keris mendekati sangkar, mengambilnya dari Pembawa Sangkar
Lama mengamati sambil wajah dan perilakunya menunjukkan kebingungan, heran, tidak mengerti, dan akhirnya marah
Prawito
Iblis setan bekasakan
Ini penghinaan
Ini pelecehan
Jiwa Garuda saya terbakar
Darah Garuda saya panas!
Pembawa Keris naik pitam, berteriak keras dan berlari ke suatu arah, dihalang-halangi oleh lainnya tapi tak berhasil, ia melesat hilang
Pembawa Sangkar naik ke panggung mencoba menenangkan Rombongan
Prawikun
Semua saya mohon tenang…
Sebelumnya, saya minta dua orang untuk menguntit ke mana beliau tadi pergi
[Semua saya mohon tenang… Sebelumnya, saya minta Dik Prawikus untuk menguntit ke mana beliau tadi pergi…]
Prawikus
Siap!
Berlari
Exit
Dua orang menyediakan diri, keluar mengejar Pembawa Keris
Prawikun
Maklumlah orang tua, terkadang emosinya aneh
Mudah-mudahan tidak ketemu dengan tamu kita itu, tak perlu terjadi duel antara orang dewasa melawan orang tua…..
Tentang tamu kita itu, ada baiknya saya ceritakan agak lengkap
Begini. Tamu tadi itu orangnya ganteng, gagah, berpakaian rapi, santun dan kelihatan sangat berilmu.
Maunya tadi tamunya saya ajak langsung ke sini, tapi dia malah ngajak saya makan di sebuah restoran.
Kami mojok. Ngobrol ini itu, singkat kata: saya malah dikursus tentang hal-hal yang menyangkut Garuda….
[Begini ceritanya Saudara-saudara
Tamu tadi itu saya ajak langsung ke sini, tapi dia malah ngajak makan di sebuah restoran. Ya kan mas Prawijo?]
Prawijo
Ya, ya, restoran, restoran
Prawikun
Benar kan, mas Prawidi?
Prawidi
Ya, ya, makan, makan
Prawikun
Kami mojok. Yaaah, ngobrol sana sini
Prawijo
Kami malah dapat kursus kilat tentang Garuda
Prawidi
Kami disuruh omong-omongan sama Garuda
Prawikun
Dia bilang, cobalah tanyakan kepada Garuda ini:
“Da Garuda, apa sebenarnya kemauanmu?
Kamu mau keluar sangkar atau tidak?
Atau sudah krasan hidup terus dalam kurungan?
Kamu mau kebebasan dan kemandirian, atau memilih seperti sekarang: dipenjara dan makan minummu tergantung pada Tuanmu?”Jawab dong Garuda….
Prawijo
Lantas tamu itu bercerita, bahwa dulu Ibu Bapaknya Garuda ini agak lebih besar
Prawidi
Kakek Neneknya lebih besar lagi
Prawikun
Induk Garuda, enam abad yang lalu, adalah burung yang gagah perkasa
Prawijo
Menguasai angkasa
Prawidi
Terbangnya anggun
Prawijo
Dikagumi oleh semua makhluk yang lain
Prawikun
Garuda sejati dengan kepak sayapnya yang kokoh, melintasi kepulauan-kepulauan, bahkan benua-benua
Ia tangguh dan mandiri
Prawidi
Bahkan pernah lahir “Sumpah Garuda”
Dan itu menjadi lembaran emas dalam buku besar sejarah di bumi
Lantas tamu itu bercerita
Bahwa dulu Ibu Bapaknya Garuda ini agak lebih besar
Kakek Neneknya lebih besar lagi
Induk Garuda, enam abad yang lalu, adalah burung yang gagah perkasa
Menguasai angkasa, terbangnya anggun
Dikagumi oleh semua makhluk yang lain
Garuda sejati dengan kepak sayapnya yang kokoh, melintasi kepulauan-kepulauan, bahkan benua-benua
Ia tangguh dan mandiri
Bahkan pernah lahir Sumpah Garuda
Dan itu menjadi lembaran emas dalam buku besar sejarah di bumi
Prawikun
Tetapi tiga abad yang lalu, entah kenapa
Garuda menyerahkan dirinya untuk dimasukkan ke dalam sangkar
Mungkin dia capek menjadi Garuda
Ia mulai kehilangan kegagahan dan tak punya tradisi kemandirian
Kemudian Anak Garuda menetas lahir di dalam sangkar
Tak pernah punya pengalaman terbang mengarungi angkasa
Tak pernah terlatih untuk mandiri dalam mencari kesejahteraan
Tuannya, si pemilik sangkar, tiap hari menyediakan makanan di kaleng
yang sebenarnya diambil dari wilayah bumi dan angkasa
yang merupakan hak si Garuda
Kemudian Garuda beranak pinak di dalam sangkar
Anak cucu keturunan Garuda makin kecil badannya
Makin tak mampu terbang dengan sayapnya
Makin tak mandiri kehidupannya
Makin tergantung kepada Tuannya
Tidak berani bercita-cita
Tidak berani bermimpi…..
Smarabhumi
Muncul dari suatu arah yang sama dengan perginya Pembawa Keris
Langsung naik panggung
Rapi penampilannya, tangan kanannya membawa tas kantor yang mahal harganya, tangan kirinya nenteng peci dan kain seperti sajadah, sopan perilakunya, halus dingin tutur katanya
Interupsi Saudara-saudara semua, maafkan saya menyela sebentar
Prawikun
Masyaallah… ya ini tamu kita tadi….