Tikungan Iblis (Bagian 1/5)
Yogyakarta, Indonesia, 2008-2009
Hajarala
Kamulah yang merasuki mereka dengan kejahatan dan kehinaan itu!
Memekik kembali
Direbahkan oleh ketiga lainnya
Hajarala
Memekik bagai membelah langit
Ketiga lainnya menenangkannya dan membawanya ke kegelapan
Exit
ANIMASI ALAM SEMESTA DAN BLANK!
Smarabhumi
Tampil gila, tepat ke pusat panggung /depan tengah
Sebenarnya, lakon teater ini saya rusak atau tidak, sama saja
Drama dunia dan teater kehidupan itu ya dari itu ke itu saja
Apapun saja judulnya dan bagaimanapun bentuknya…
Awalnya selalu romantisme dan kecengengan
Tengah-tengahnya diindah-indahkan dipalsu-palsukan
Dan ujung sudah ada di genggamanku, sejak setiap penulis lakon dan para pemerannya masih bayi dan umbelen
Pidatoku tujuh abad yang akan datang, bisa kuketahui sekarang isinya
Karena lakon manusia selama tujuh abad itu sama saja
Pandangan pengetahuan kalian mandeg pada beberapa tahun di depan
Tapi jangan kawatir, karena kehidupan adalah kemungkinan-kemungkinan
Mungkin kalian akan ditaburi petunjuk
Sehingga berubah total cara pandangmu terhadap segala sesuatu
Atau dibukakan pintu-pintu yang baru sama sekali bagimu
Cakrawala ilmu baru, teknologi baru, untuk suatu peradaban yang benar-benar baru
Tertawa
Atau, sebentar lagi, sebentaaar lagi: blank!
Tak ada apa-apa lagi, tidak ada manusia, tidak ada laut dan darat, tidak ada bumi dan galaksi…
Ini yang asyiiiik…
Tuhaaaan! Ayo cepat dooong! Itu yang asyiiik!
Tertawa-tawa
Exit
Jabarala, Makahala, Hasarapala dan Hajarala berdiri dengan aktivitas-aktivitas kecil masing-masing, ada yang mengelus-elus senjata, ada yang seperti berdoa, ada yang membenahi pakaiannya, ada yang memandang ke suatu titik
Smarabhumi mulai pakai semacam jubah, selalu berkeliaran improvisatoris di seputar kekhusyukan mereka, dengan tutur kata yang semakin keras
Nada dan ekspressi Smarabhumi sangat berbeda dengan keempatnya sehingga suasana dialog menjadi sangat kontras dan kaya nuansa. Ia selalu memberi respon-respon kecil atau semacam senggakan setiap kali keempatnya mengucapkan sesuatu
Jabarala
Agung berwibawa
Sesungguhnya, ketika penciptaan bermula
Ledakan itu bukan ledakan benda, melainkan ledakan cahaya
Berlaksa-laksa arah cipratan cahaya itu menjadi ruang
Berlangsungnya cipratan cahaya itu — menjadi waktu
Ledakan agung sekejapan mata saja bagi Sang Pencipta
Namun berlangsung selama waktu tak terhingga bagi yang diciptakan-Nya
Smarabhumi
Beliau ini Jabarala, Maula Jabarala
Mirip Jibril ya….
Beliau ini penabur benih kecerdasan, ilmu dan akal budi
Makahala
Pemurah dan gembira
Satu dentuman, satu dentuman, tak terkirakan indahnya
Ada yang menirukan bunyi dentuman itu: Buum! Blaar! Dorr!
Tapi yang penting: Buuum itu menyebar menjadi susunan benda-benda semesta raya
Memuai menjadi waktu yang tak terumuskan wujud dan hakekatnya.
Tetapi meskipun dentuman itu menyebar jadi benda-benda alam raya
Sesungguhnya ia adalah dentuman cinta, takdir abadinya kasih sayang
Dan yang tergabung di dalamnya — hanyalah makhluk yang suci hati dan pikiran
Smarabhumi
Beliau itu petugas pembawa segala macam biji-bijian untuk ditaburkan di seluruh permukaan bumi
Nama beliau Makahala, Maula Makahala Kalau diubah hurufnya, menjadi Mikail… (terkekeh)
Hasarapala
Bumi diciptakan sebagai titik partikel terindah
Ia adalah intan berlian di antara berlaksa-laksa bebatuan yang menaburi aras semesta
Panas dingin, gelap terang, keras lembut, putus asa dan harapan, menjadi hiasannya
Dan sang makhluk unggulan diperjalankan di kehangatan bumi itu
Dikawal dan dilayani oleh bermacam ciptaan yang menghuni langit
Andaikan saja mereka mau belajar betapa Sang Pencipta amat mencintainya
Smarabhumi
Hasarapala peniup terompet keindahan ke seluruh bintang dan planet-planet
Maula Hasarapala, lidah lain mungkin mengucapkannya Isrofil…
Hajarala
Ruh ditiupkan melalui ubun-ubun sang makhluk junjungan
Bersemayam jiwa suci abadi itu di kedalaman kalbunya
Getaran dan tenaga ruh itu berpendar-pendar menggerakkan akal di kepalanya
Namun sang makhluk junjungan menyangka kepalanya hanyalah benda
Akalnya dikawinkan dengan kemalasan, hatinya dinikahkan dengan keserakahan
Betapa tinggi dan mulia ia dirancang dan betapa rendah hina dina sekarang jadinya
Smarabhumi
Maula Hajarala, sang pemahat agung
Sang Maha Pencipta menghidupkan pahatannya
Sehingga beliaulah yang diberi hak
Untuk mengambil kembali kehidupan itu
Dari setiap jasad yang dipahatnya
Fade out
Terdengar koor
“Burung Garuda perkasa
Harga diri bangsa kita
Anggun mengarungi angkasa
Mandiri berjaya
Siapa saja yang menghina
Kita semua membelanya
Itulah Garuda
Nusantara Raya”
Muncul para Tapel, Prawito, Prawidi, Prawijo, Prawikun
Prawito
Naik ke bibir panggung
Begini saudara-saudara, saya hadlir di sini karena agak darurat
Kali ini latihan Kentrung agak terganggu sedikit
karena kita akan menerima tamu
Tamu entah dari mana
Saya juga belum tahu namanya siapa
Tapi yang terpenting: ia datang kemari untuk membawa Burung Garuda
Benar-benar Burung Garuda
Burung Garuda benar-benar
Semua belum pernah melihat Burung Garuda kan?
Cuma lihat-lihat di gambar saja kan?
Nah, hari ini, sebentar lagi, dengan mata kepala sendiri, kita akan bersama-sama melihat Burung Garuda
Prawikus
Mas Prawito, saya sudah siapkan sangkar raksasa untuk burung Garuda kita
Tingginya 40 meter, lebarnya 30 meter, kira-kira cukup ya?
Prawito
40 meter… 30 meter…
Sebenarnya sih saya berharap itu tidak cukup, karena semakin besar burung Garuda, semakin bangga hati kita
Prawikus
Kalau tidak cukup saya siap bikin sangkar yang tingginya 1 Km!
Prawikun, Prawidi, Prawijo
Entrance di tengah gemuruh nyanyian membawa Sangkar Sangat Kecil Garuda
Nyanyian pelan-pelan mereda
Prawikun
Assalamu’alaikum!
Prawito
Puji Tuhan seru sekalian alam
Yang bekenan mendatangkan tamu pembawa hiburan
Ketika kita semua sedang diam-diam berputus asa
Sudahlah. Kita ngaku saja bahwa kita semua ini sebenarnya sedang sangat serius berputus asa, meskipun kita memang sangat pandai untuk pura-pura tidak berputus asa
Siang dan malam kita dimabuk putus asa
Seluruh yang kita lakukan: pembangunan, kerja rutin tiap hari, ribut-ribut pencalonan pemimpin, sebenarnya adalah Pencanangan Program Nasional Keputus-asaan Tanpa Batas
Bendera Negara kita dua warnanya, yang atas: Putus, yang bawah: Asa
Pulau-pulau dan lautan menghampar, membentuk susunan huruf-huruf yang berbunyi: Putus Asa
Hutan-hutan menggunduli kepalanya karena patah hati dan putus asa
Gunung-gunung batuk, bunyinya: Putus, dan bersin, bunyinya: Asa
Bumi inipun bergoyang, goyangnya bukan sembarang goyang, bukan goyang ngebor atau goyang patah-patah, melainkan goyang putus asa
Tapi jangan bilang siapa-siapa ya bahwa kita putus asa
Yaah kecuali pas benar-benar diperlukan
Sebab putus asa itu temannya Iblis dan sahabatnya Setan
Kita ini Garuda! Garuda tidak bisa mengucapkan kata putus asa
Hanya burung Emprit atau Cipret yang berhati kecil dan suka putus asa
Dan kita bukan Emprit, kita bukan Cipret
Kita adalah Garuda, kita adalah bangsa yang berkarakter Garuda
Dan hari ini, tamu kita itu datang membawa burung Garuda
Insyaallah, kalau nanti kita melihat Garuda itu dengan mata kepala kita sendiri
Darah kita akan bergolak, semangat kita akan kembali bangkit
Ayo! Aku ingin mendengar kembali nyanyian kegagahan Garuda….