CakNun.com

Tikungan Iblis (Bagian 1/5)

Pentas Kebahagiaan Dinasti
Yogyakarta, Indonesia, 2008-2009
Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 14 menit

Saklah
Kami semua marah-marah, bahkan hampir berantem sama dia. Tapi menurut saya agak aneh. Ketika dik Prawikus ini mau memukulnya, mendadak ia terpeleset sendiri dan jatuh. Kemudian dik Prawijo melompat hendak menerkamnya, malah keliru menimpa saya. Lantas dik Prawidi yang giliran mau meringkusnya, tapi ia malah lari terbirit-birit menuju wc, entah bagaimana tiba-tiba saja ia ingin beol…

Foto: Adin (Dok. Progress).

Prawijo
Tetapi yang paling menyakitkan, Mas, orang itu berulangkali mengatakan bahwa pentas ini tidak penting, bahwa kebangkitan ini tidak ada…

Prawito
Geram. Sambil menuju EXIT, diikuti oleh lainnya

Siapa itu! Apa dia orang dukdeng sekti mondroguno, kok berani-beraninya mengganggu urusan saya… Apalagi sembrono mengatakan bahwa kebangkitan ini tidak penting…. Ndak terima saya, ayo kita cari dia! Tak sikatnya….

Terbatuk-batuk

Exit

O PENING, ANIMASI TANAH LIAT
P ANTOMIM MANUSIA PERTAMA
P EMBUNUHAN PERTAMA

Adegan pembunuhan Qabil atas Habil
Habil
tergeletak, Qabil ngeloyor pergi

Senyap

Jenazah Qabil setengah memfokus di bagian panggung disorot lampu remang

L EMBARAN CATATAN HAJARLA, LINTASAN SMARABHUMI, DAN UPACARA PENGUBURAN

Hajarala, dikawal Jabarala, Makahala dan Hasarapala berjalan mengelilingi jenazah Habil

Smarabhumi, dengan kostum lengkap yang menggambarkan kesuburan bumi, namun dengan wajah yang terselubung tipis, berdiri jauh di seberang (mungkin di bagian tertentu dari wilayah penonton), memperdengarkan gemerincing langkah-langkahnya, melintas-lintas di sela-sela perkataan para Maula

Hajarala
Di lembaran catatanku, Habil ini seharusnya belum mati

Jabarala
Jangan menjadi kecil hatimu, Hajarala

Hajarala
Inilah pelanggaran kedua yang dilakukan oleh manusia
Sesudah Adam, bapaknya, dulu memakan buah terlarang di sorga

Makahala
Itu pembunuhan sederhana, Maula
Kelak akan sampai ke tingkat mutilasi

Hajarala
Aku akan sangat sibuk dengan nyawa-nyawa manusia

Makahala
Kelak jutaan orang bunuh membunuh, dengan cara dan senjata yang bermacam-macam. Pakai pedang, senapan, gas, racun, santet, rudal….

Hajarala
Tiap saat aku bertugas memunguti nyawa-nyawa manusia, namun sedih hatiku jika demikian cara manusia mengakhiri hidup sesamanya

Hasarapala
Bahkan mereka melakukan strategi pembunuhan kemanusiaan lewat kekuasaan politik, industri media dan pendidikan, termasuk Agama….

Smarabhumi
Tertawa memenuhi ruangan
Para Maula termangu

Sangat mudah melihat dan menghitung apa yang akan terjadi pada manusia. Bermula dari pembunuhan bodoh yang pertama, kemudian zaman Nuh yang dahsyat, Atlantis dan Lemorian, Astina dan Amarta, diakhiri oleh banjir agung yang menenggelamkan gunung dan menata kepulauan-kepulauan…

Kemudian zaman Hud yang agung, Maya dan Inka, dan akhirnya Peradaban penuh kerendahan namun angkuh dan merasa tinggi derajatnya pada 20 abad sesudah lahirnya Rasul Cinta… Para penghuninya terus saja berfoya-foya, padahal mereka berada beberapa langkah di depan gerbang kehancuran….

Tak sabar hatiku untuk segera terbang ke Sidratul Muntaha! Untuk meminta ketegasan kepada Sang Hyang Sangkan Paran agar tak perlu menunda kekonyolan itu lebih panjang lagi….

Smarabhumi berlari bagai terbang

Exit

Muncul suara meraung-raung
Para Maula menyingkir perlahan
Sosok-sosok mengerumuni jenazah itu, meratapinya, mengangkatnya untuk dikuburkan

FRAGMEN DEKADENSI DAN
ORKESTRA DIALOG PARA MAULA

Hajarala, Makahala, Hasarapala, Hajarala

Dengan Progressi Dialog
Mungkin dengan support musik

Bersamaan dengan orkestra dialog para Maula, massa yang barusan melakukan penguburan muncul lagi dengan berbagai fragmen dekadensi

Hajarala
Kader Iblis angkatan perintis
Telah resmi dinobatkan

Jabarala
Bertempat di Balairung Utama Keraton Iblis
Ruang pembunuhan atas saudara sekandung

Hasarapala
Benih iri dan dengki telah ditaburkan
Tetesan darah menjadi ciri utama kehidupan

Makahala
Hari ini alam kehilangan keperawanan
Lelaki manusia telah memperkosanya

Hajarala
Hari ini tendensi dimulai, keserakahan tanpa henti

Jabarala
Kalifah mengucurkan darah Kalifah

Hasarapala
Terompet dendam dan permusuhan telah ditiupkan

Makahala
Tambur kebencian dan pemusnahan telah ditabuh!

Jabarala
Dulu kita bertanya kepada Tuhan: kenapa Engkau ciptakan manusia, yang toh pasti akan merusak bumi dan suka menumpahkan darah….

Fragmen singkat tentang dekadensi, cengengesan, kebobrokan

Makahala
Para makhluk unggul dan terpilih
Satu demi satu kehilangan kasih
Sistem nafsu mulai dibangun
Struktur fitnah mulai ditegakkan

Jabarala
Darah Kalifah bermuatan partikel hasut
Seolah-olah terbentuk sejak sel yang pertama
Sudah demikian sejak pangkalnya
Dan akan senantiasa demikian sampai ke ujungnya

Hasarapala
Iri hati melahirkan dendam
Dendam melahirkan amarah
Amarah melahirkan nafsu
Nafsu menuntut pemusnahan

Hajarala

Memekik bagai membelah langit
Ketiga lainnya menenangkannya

Aku melihat Negeri itu….

Menunjuk ke suatu wilayah di bawah
Tetap dipegangi oleh ketiga lainnya

Negeri seribu pulau…. Lautnya menangis….

Smarabhumi
Tiba-tiba muncul, menempatkan diri seenaknya
Dengan penampilan yang sedikit agak lebih liar, berperilaku dan tutur kata yang sedikit agak keras dibanding sebelumnya

Lautnya menangis….
Karena tidak tega akan harus menenggelamkan pulau-pulau itu

Hajarala
Hanya meluap, tapi tidak menenggelamkan

Smarabhumi
Penduduk pulau-pulau itu terlalu hina untuk tidak ditenggelamkan

Hajarala
Tidak! Penduduk pulau-pulau itu akan bangkit

Smarabhumi
Akan musnah

Hajarala
Mereka punya hak dan masih punya waktu untuk bangkit
Tujuh tahun lagi
Setahun ini untuk menimbang-nimbang diri
Tiga tahun berikutnya untuk mempersiapkan kebangkitan…

Smarabhumi
Dan tiga tahun kemudian lenyap kehilangan eksistensi

Hajarala
Smarabhumi! Gembira benar hatimu melihat derita mereka!

Smarabhumi
Apa keberatanku menyaksikan penderitaan para tukang fitnah
Para pemalas, yang kesukaannya berpikir curang
Dan terus menerus mempertahankan kebusukan hati

Lainnya

Tikungan Iblis (Bagian 5/5)

Tikungan Iblis (Bagian 5/5)

Aku, Iblis, bukan temannya Setan, bukan Mbahnya Setan, tidak segolongan, tidak separtai dan tidak seiman dengan Setan.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version