Teruslah Bersinar, Bangbang Wetan
Pada beberapa momen, Bangbang Wetan dan Kenduri Cinta secara komunitas adalah 2 kubu yang sering bersinggungan. Dinamika yang bergejolak antara Bangbang Wetan dengan Kenduri Cinta adalah kemesraan yang terus bertumbuh dan menggelora. Pada pertemuan tahunan bertajuk Silatnas di Baturraden 2014 silam, ada momen di mana penggiat Kenduri Cinta dan Bangbang Wetan beradu argumen dalam sebuah sesi diskusi mengenai tradisi literasi yang sedang dibangun bersama-sama di Simpul Maiyah saat itu.
Begitu juga saat Rembug Maiyah 2018 dan Silatnas edisi selanjutnya. Bangbang Wetan dan Kenduri Cinta memiliki kemesraan tersendiri dalam geliat mengelola Simpul Maiyah sebagai sebuah komunitas. Tanpa mengecilkan peran Simpul Maiyah lainnya — karena Kenduri Cinta secara Komunitas pun memiliki kemesaraan tersendiri dengan Simpul Maiyah yang lain—tulisan ini sengaja saya khususkan untuk Bangbang Wetan yang sedang merayakan 16 tahun bertumbuh.
Eksistensi Bangbang Wetan sebagai sebuah Simpul Maiyah di Surabaya sudah sangat teruji. Sebagai Simpul Maiyah, Bangbang Wetan ibarat mesin yang selalu standby untuk men-support Padhangmbulan, Ibu Maiyah di Menturo. Begitu juga jika Mbah Nun dan KiaiKanjeng sedang menjalani rangkaian acara di Jawa Timur, teman-teman penggiat Bangbang Wetan sangat sigap mendukung kelancaran acara.
Pasca Rembug Maiyah 2017, geliat Simpul Maiyah yang tersebar di beberapa kota semakin semarak. Bangbang Wetan sebagai salah satu Simpul Maiyah yang dituakan pun berperan merangkul Simpul-simpul yang ada di Jawa Timur, Madura, dan juga Bali.
Saat Kenduri Cinta hendak mementaskan WaliRaja RajaWali bulan lalu di Taman Ismail Marzuki, Cikini, saya mendengar informasi bahwa pementasan teater ini juga akan dibawa ke Surabaya, di Tugu Pahlawan, dan tentu saja Bangbang Wetan sebagai tuan rumah penyelenggaranya. Saat itu juga saya pun merasa sangat optimis bahwa teman-teman Bangbang Wetan mampu menggelar pementasan teater ini dengan sukses dan lancar.
Bulan lalu, di kamar transit Hotel Alia Cikini, saat menemani Mbah Nun sebelum kembali ke Yogyakarta bersama rombongan, saya menyampaikan kepada beliau bahwa pagelaran WaliRaja RajaWali di Kenduri Cinta ini bukan sekadar tentang banyaknya uang yang terkumpul. Bahwa kebutuhan dana itu memang mutlak diperlukan, tetapi yang paling utama adalah mesin penggerak yang menyelenggarakan pementasan itu, yang tidak lain adalah para penggiat Simpul Maiyah itu sendiri.
Eksistensi sebuah Simpul Maiyah di satu daerah akan membuktikan bagaimana pengaruhnya secara kehidupan sosial dan budaya. Kenduri Cinta selama 22 tahun berlangsung di Jakarta telah membuktikan eksistensi secara komunitas dan juga solidnya para penggiat dalam mengelola komunitas itu sendiri, secara swadaya, non-profit, dan mandiri. Dan Bangbang Wetan pun telah membuktikan kemampuannya untuk melakukan hal tersebut di Surabaya.
Sekali lagi, pagelaran teater WaliRaja-RajaWali yang malam ini akan digelar di Tugu Pahlawan juga bukan tentang seberapa banyak uang yang sudah terkumpul untuk menyelenggarakannya, tetapi yang lebih utama adalah manusia-manusia yang bersentuhan di dalamnya. Mereka adalah penggiat Bangbang Wetan yang dalam minggu-minggu terakhir ini berjibaku dengan perannya masing-masing untuk turut ambil bagian dalam barisan kepanitiaan. Kerja keras mereka adalah dalam rangka mengimbangi kesetiaan dan kesungguhan para pemain dari Teater Perdikan, Pakdhe-pakdhe KiaiKanjeng dan juga Komunitas Lima Gunung yang secara khusus dilibatkan dalam pementasan di Surabaya malam ini.
Selama sebulan terakhir, pasca pementasan di Jakarta, mereka berlatih dengan serius dan sungguh-sungguh di Rumah Maiyah Kadipiro, dengan beberapa improvisasi dan adaptasi yang baru tentunya. Maka, tanpa mengurangi naskah skenario dari alur cerita yang sudah disusun, pementasan WaliRaja RajaWali malam ini di Tugu Pahlawan akan menjadi pementasan yang berbeda dengan yang dipentasakan di Jakarta.
Pemetasan teater di Tugu Pahlawan malam nanti adalah pembuktian solidnya penggiat Bangbang Wetan dalam berkomunitas. Mereka adalah orang-orang yang memilih mengikatkan dirinya kepada Bangbang Wetan. Dengan segala dinamikanya, dengan segala pengorbanannya. Eksistensi Bangbang Wetan sebagai sebuah komunitas tidak bisa dilepaskan dari solidnya para penggiat Bangbang Wetan itu sendiri.
Akhirnya, selamat bergembira teman-teman Jamaah Maiyah Bangbang Wetan di Tugu Pahlawan malam nanti. Selamat ulang tahun Bangbang Wetan ke-16. Teruslah bersinar, tetaplah nyemburat dari timur!