CakNun.com

Syawalan FH UGM Sinau Fitrah Manusia

Helmi Mustofa
Waktu baca ± 2 menit
Foto: Adin (Dok. Progress)

Pagi hingga menjelang siang hari ini (Jum’at, 13 Mei 2022), Mbah Nun memenuhi undangan Keluarga Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalam acara Syawalan dan Halal Bilhalal 1443 H. Acara diselenggarakan di Auditorium Gedung B Lantai 1 Fakultas Hukum UGM dengan dihadiri jajaran dosen dan karyawan. Selain secara offline, acara juga berlangsung melalui Zoom meeting dan disiarkan secara livestreaming melalui channel YouTube Kanal Pengetahuan Fakultas Hukum UGM.

Tema yang diangkat adalah “Menggapai Fitrah Kemanusiaan Menuju Kemaslahatan Bersama”. Merespons tema ini, Mbah Nun menawarkan agar setiap diri kita menata kembali mindset dalam banyak hal. Misalnya, mengenai makna fitrah. Jika mengacu kepada Surat ar-Rum ayat 30, menurut Mbah Nun, kata fitrah di situ tidak dalam arti potensi atau kecenderungan jiwa yang dimiliki manusia, tetapi fitrah adalah kehendak/konsep Allah atas manusia. Sehingga, masalahnya adalah apakah diri kita sebagai manusia mau berlaku sesuai dengan apa yang telah Allah fitrahkan kepada kita sebagai manusia ataukah tidak.

Acara berlangsung dari pukul 09.00 hingga 11.00 dalam suasana akrab dan santai. Penyampaian Mbah Nun tidak dalam format ceramah, namun dalam bentuk obrolan dengan ditemani Dekan FH UGM, Ibu Dahliana Hasan, S.H., M.Tax., Ph.D., Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si., dan Dr. Khotibul Umam, S.H., LL.M. sebagai moderator. Usai acara, Mbah Nun diminta berdiri di depan bersama Dekan dan Guru Besar untuk kemudian para dosen, tenaga pendidikan, dan karyawan yang hadir satu per satu bersalaman Syawalan kepada beliau-beliau.

Pembenahan dalam cara berpikir menjadi muatan utama yang disampaikan oleh Mbah Nun dalam acara Syawalan ini. Banyak contoh diberikan dari hal sederhana hingga yang mendalam dan mendasar. Salah satu contoh sederhana yang disebut Mbah Nun adalah kata “Kemaslahatan Bersama” yang tertera dalam tema. Menurut Mbah Nun, kita tidak boleh tidak tidak memahami bahwa kalau tidak ‘Bersama’ berarti bukan ‘Kemaslahatan’ namanya. Tetapi memang, kata Mbah Nun, kalau hanya ditulis ‘Kemaslahatan’ saja jadi kurang enak juga dan begitulah hidup yakni penuh keterbatasan. Yang terpenting dalam hal ini kita tidak lupa bahwa fitrah kemaslahatan adalah bersama.

Para dosen dan seluruh hadirin diajak Mbah Nun mengelilingi ‘fitrah’ dari berbagai pintu. Sebagai misal, bila dihubungkan dengan posisi Adam, manakah yang disebut fitrah, Adam ketika berada di Surga (sebelum terpengaruhi oleh Iblis) ataukah Adam ketika sudah berada di bumi (sebagai Khalifatullah). Jika jawabannya adalah yang kedua, menurut Mbah Nun, maka fitrah bukanlah soal siapa kita sebagai eksistensi kemakhlukan, melainkan apakah kita mengikuti fitrah Allah/fitrotallah yang menetapkan manusia sebagai khalifatullah.

Masih banyak yang disampaikan Mbah Nun dalam kesempatan ini, mulai dari hukum yang tidak punya kepekaan kepada kekejaman, arti syu’uban dan qaba’il, kesadaran kapan dalam konteks apa “kita berada di dalam Allah dan dalam konteks apa Allah berada di dalam diri kita”, maqamat manusia (makhluk, insan, abdullah, dan khalifatullah), hingga soal memahami bahwa seorang presidenlah yang pada saat lebaran lebih memerlukan meminta maaf kepada rakyat meskipun tidak dimungkinkan secara langsung meminta maaf dengan menemui satu per satu rakyat, tetapi konsiderasi dasar itu tak boleh hilang dalam pemahaman kita, apapun pada akhirnya bentuk yang diambil oleh presiden, apakah open house atau press conference. Di penghujung paparan, Mbah Nun menegaskan bahwa “fitrah adalah ketika Anda mengambil keputusan, Anda memenangkan Allah.”

Lainnya

Exit mobile version