Sunda-Jawa Sakarep Sapaneuleuan
Sebuah kejutan penuh makna. Rasa haru tak terbendung di antara penggiat. Pasalnya, Maiyahan Lingkar Daulat Malaya edisi 65 dibersamai oleh Mbah Nun. Tidak pernah ada yang menyangka. Kegembiraan ini bukan hanya bagi Simpul Maiyah Lingkar Daulat Malaya saja, tetapi juga bagi masyarakat Tasikmalaya dan sekitarnya. Terbukti, hadir teman-teman dari berbagai daerah seperti Garut, Ciamis, Banjar, Pangandaran, Bandung, bahkan dari Majalengka dan Cirebon.
Tepat pukul 19.30 WIB, Maiyahan dimulai dengan tadarus Q.S. Yasin dan dilanjutkan dengan Wirid Panggilan, Shalawat Nariyah. Suasana khusyuk dan penuh kegembiraan. Rasa syukur karena telah dipertemukan. Pada sesi mukadimah, penggiat kembali mengajak untuk memasuki kekhusyukan dengan penuh kegembiraan. Jangan sampai momet berharga ini tersia-siakan.
Sekitar pukul 21.00 WIB Mbah Nun bergabung bersama jamaah. “Saya ini khawatir karena sudah lama tidak bertemu dengan anak-cucu. Alhamdulillah, ini pada sehat. Beberapa tahap terakhir ini saya menganjurkan kepada Jamaah Maiyah wiridannya itu Hasbunallah wa ni’mal Wakil, ni’mal Maula wa ni’man Nashir. Itu sudah merangkum semua hal,” kata Mbah Nun.
Jangan sampai kita menjadi orang yang sakarep diri, tapi harus sakarep Allah. Kita harus ikut sesuai dengan perintah Allah dan merasa cukup atas karunia yang diberikan Allah. Mbah Nun menunjuk salah satu Jamaah Maiyah untuk membaca Q.S. Al-Qadar dengan diikuti oleh para jamaah.
Sehabis shalat. Sesudah tahiyat akhir dan salam baca Istighfar 9x, kemudian Shalawat 9x (seperti dalam Tahiyat), dan Hasbunallah wa ni’mal Wakil 9x, kemudian membaca Q.S Al-Qadar sebelum tidur sebanyak 10x.
Selama ini, Lailatul Qadar ditafsirkan oleh beberapa ulama sebagai malam khusus di akhir Bulan Ramadlan. Padahal, ada kemungkinan tafsir lain, yaitu Lailatul Qadar bisa hadir kapan saja tidak hanya datang pada saat akhir bulan Ramadhan saja. Lailatul Qadar bisa hadir kapan saja. Misalnya pada siang hari yang terang benderang, tapi hati kita sedang diliputi permasalahan sehingga pandangan hidup kita terasa gelap, maka kehadiran pertolongan dan hidayah Tuhan itulah yang dimaksud Lailatul Qadar.
“Yang disebut Lailatul Qadar itu saya memahaminya semoga di malam-malam kehidupan Anda, Anda dikasih Qadar sama Allah. Qadarnya Allah itu, sakarep-nya Allah untuk memberi kedermawanan dan anugerah kepada Anda,” ujar Mbah Nun.
Membaca Al-Qadar sebanyak 10x atau sampai dengan terlelapnya tidur merupakan tradisi Ahlul Bait. Tradisi keluarganya Rasulullah. “Mudah-mudahan kita semua mendapatkan Qadar di tengah kegelapan hidup. Bentuknya tidak kita tentukan, biar Allah yang menentukan.”
Mbah Nun menuturkan, dalam kehidupan itu apakah mungkin semua orang Sakarep Sapaneuleuan (satu tekad satu pemahaman). Padahal secara alamiah Allah menciptakan semuanya berbeda-beda, bahkan jangankan dengan orang lain, dengan diri sendiri saja terkadang tidak Sakarep Sapaneuleuan.
Sakarep sapaneuleuan hanya berlaku pada satu hal saja. Misalnya, Indonesia harus merdeka, titik. Jadi sakarep sapaneuleuan tidak mungkin untuk beberapa hal, apalagi semua hal.
Jadi sebenarnya, Perang Bubat itu faktual dan evidential benar-benar terjadi ataukah konspirasi disinformasi sejarah dari para konspirator sejarah kolonial saja untuk mengabadikan sentimen antara bangsa Jawa dengan bangsa Sunda. “Kalau sampai Maiyahan ini membuat orang Jawa dan orang Sunda menyatu, menjadi sakarep sapaneuleuan itu tidak akan ada yang bisa melawan. Ini yang paling ditakuti dunia luar. Tolong ini didiskusikan di simpul-simpul,” ungkap Mbah Nun.
Sejak awal Allah sudah mentakdirkan Pulau Jawa sebagai pusat kemakmuran dunia, tetapi karena kepemimpinan yang dholuman jahula maka akhirnya Indonesia menjadi pengemis. “Maiyah ini adalah membangun peradaban baru, dari manusia baru yang diciptakan Allah secara khusus. Allah yang akan membimbing kita semua,” terang Mbah Nun.
Di akhir Maiyahan, sebelum ditutup dengan membaca Hasbunallah wa ni’mal Wakil, ni’mal Maula wa ni’man Nashir dan doa, Mbah Nun berpesan kepada anak-cucu untuk mengamati ayat-ayat Allah yang tidak difirmankan. Karena menemukan rahasia-rahasia firman Allah yang tidak diayatkan itu adalah kecerdasan Maiyah. (Miqdam/Red. Lingkar Daulat Malaya)