Sukses, Tidak Sulit-Sulit Amat
Wismilak melalui program Diplomat Sukses Ber-Ramadhan menggelar rangkaian Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng pada bulan Ramadhan 1443 H ini. Titik pertama berlangsung di Pamekasan pada 14 April 2022, dan kali ini titik kedua diselenggarakan di Boyolali, tepatnya di Pendopo Semar Resto.
Malam itu Sinau Bareng Diplomat Sukses Ber-Ramadhan ini dihadiri sangat banyak generasi muda. Pendopo Semar Resto cukup luas, di depannya ada halaman yang juga cukup luas, dan di luarnya lagi terdapat area parkir. Semuanya dipenuhi jamaah. Bahkan banyak pula yang mengikuti dari pinggir jalan dan dari halaman gedung sebelah. Usai tarawih, menghambur jamaah memasuki Pendopo, dan dengan sangat cepat ruangan Pendopo itu segera penuh oleh jamaah, sampai sisi kanan dan kiri panggung.
Seperti pada Sinau Bareng di Ponpes Segoro Agung beberapa waktu sebelumnya, saat KiaiKanjeng mulai naik panggung membawakan nomor pengantar, terpancar dari para jamaah, yang hampir kesemuanya adalah generasi muda itu, ekspresi rasa kangen yang telah lama dipendam untuk segera bisa ber-Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Antusiasme mereka terpenuhi malam itu. Saat awal menyapa, Mbah Nun langsung men-challenge mereka apakah mereka mau mlungsungi atau tidak. Kata Mbah Nun, kalau mereka tidak mau mlungsungi, mereka akan termasuk ke dalam lapisan yang akan “bosok”. Mereka menjawab, mau mlungsungi. Mau lahir kembali.
Di panggung, Mbah Nun didampingi Mas Edric Chandra (Wismilak/Inisiator kompetisi kewirausahaan Diplomat Success Challenge (DSC), Komite Kemitraan UMKM/IKM APINDO) dan Mas Jupaka (Mentor DSC). Keduanya, mewakili Wismilak sebagai penyelenggara Sinau Bareng ini, berbagi pengalaman dan wawasan tentang arti kesuksesan, tetapi juga keduanya justru merasa perlu belajar banyak kepada Mbah Nun dalam kesempatan Sinau Bareng ini. Narasumber lainnya adalah Mbah Sujiwo Tejo yang turut sharing kepada Jamaah, nembang dengan diiringi KiaiKanjeng, tapi seperti Mas Edric dan Mas Jupaka sekaligus pula Mbah Jiwo belajar kepada Mbah Nun.
Dalam Sinau Bareng yang selalu terasa lebih sebagai obrolan-dekat seorang Simbah dengan para anak-cucunya ketimbang pengajian formal satu arah, Mbah Nun mengalirkan banyak butir-butir ilmu dari ihwal memahami secara baru makna Lailatul Qadar, mempresisikan pemahaman akan Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, tentang makna Al-Khallaq (Allah yang Maha Kreatif), pengucapan Takbir sebagai laku kontemplatif, hingga Maiyah yang memilih berposisi mengerjakan “lita’arofu” dan bukan sibuk membangun dirinya menjadi syu’uban wa qaba’il.
Selain butir-butir yang mendasar itu, tentu saja Mbah Nun merespons secara khusus tema Diplomat Sukses Ber-Ramadhan yakni soal meraih kesuksesan. Membicarakan sukses, Mbah Nun mengatakan bahwa kunci sukses ada di “tujuan”. Setiap tujuan akan membikin suasana hati dan sikap yang beda-beda. Kalau salah tujuan, akan keliru-keliru jadinya. “Untuk sukses, tentukan hulu-hilir hidupmu,” pesan Mbah Nun. Sesudah menegaskan pentingnya keberangkatan dan tujuan, hulu dan hilir, Mbah Nun selanjutnya mengajak jamaah mengambil ilmu dari (lafadh) adzan.
Di dalam adzan ada seruan hayya ‘alas shalah dan hayya ‘alal falah. Dengan seruan Hayya ‘alal falah, Islam mengajak agar setiap diri meraih kesuksesan (falah). Berdasarkan urutan dalam adzan tersebut, kesuksesan bisa digapai asal kita mau menegakkan nilai dan prinsip hidup yang dikandung dalam shalat. Mbah Nun bertanya kepada anak-cucu apa saja makna shalat. Bergantian mereka menjawab; ajeg, ikhlas, rindu, setia, disiplin, madep mantep, dll. Dari sini beliau menarik satu poin bahwa semua kandungan itu adalah syarat-syarat dalam meraih sukses, termasuk sukses dalam bisnis.
Satu Ilmu Mengandung Semua
Di dalam ilmu shalat terkandung ilmu bisnis/meraih sukses. Demikianlah para jamaah diajak memetik ilmu dari ibadah shalat. Selain menerangkan kunci sukses berdasarkan ilmu adzan dan shalat tersebut, persis pada titik ini Mbah Nun sekaligus mengingatkan satu poin epistemologi (ilmu tentang ilmu) bahwa sebenarnya satu ilmu bisa berlaku untuk semua (banyak hal). Seperti ilmu adzan dan shalat yang bisa dipakai sebagai ilmu meraih sukses. Tentu saja kedua ilmu ini bisa diterapkan pada keperluan-keperluan lain. Satu lagi contoh beliau sodorkan yaitu surat Al-Fatihah yang merupakan ilmu untuk apa saja, dari soal perkawinan, manajemen, interaksi antar sesama, hingga dalam urusan bertani. “Semua ilmu berlaku untuk semua,” tegas Mbah Nun.
Meneruskan “satu ilmu mengandung semua” ini lalu para jamaah diberi contoh rukun Islam sebagai ilmu. Manusia dapat dipelajari kecenderungan atau tipologinya, misal, sebagai manusia shalat, manusia puasa, atau manusia zakat. Seorang direktur harus tahu setiap staf atau bawahannya tergolong sebagai manusia apa. Dengan begitu, dia akan lebih baik dalam mengelola dan memimpin perusahaannya. Dari “Iman” juga dapat diperoleh ilmu. Mbah Nun mengingatkan bahwa dalam soal iman masalahnya bukan sekadar apakah Anda percaya kepada Allah, tetapi apakah Allah percaya kepada Anda atau tidak. Bagi Mbah Nun lantas menjadi terang bahwa dalam bisnis urusannya adalah “Jadilah orang yang bisa dipercaya.”
Ide atau gagasan yang merupakan bagian penting dari berkarya dan kesuksesan juga disinggung Mbah Nun dengan mengajak teman-teman jamaah mengingat firman Allah “ud’uni astajib lakum”. Allah menegaskan dalam ayat itu bahwa hendaknya manusia memohon kepada Allah, niscaya permohonan itu akan direspons oleh-Nya. “Begitulah saya dalam menulis. Menulis esai, naskah drama, dll.,” tutur Mbah Nun.
Dengan memaparkan semua hal di atas, satu ilmu mengandung semua, dan semua itu sudah tersedia dalam ajaran agama, kemudian Mbah Nun mengungkapkan, “Sukses itu tidak sukar-sukar amat. Anda ajeg/istiqamah, tenanan (bersungguh-sungguh), tujuan benar, InsyaAllah jadi/sukses.”
Tambahan pada ilmu hayya ‘alal falah, Mbah Nun mengingatkan bahwa seruan itu bukan hanya mengajak orang untuk menggapai kesuksesan, tetapi juga sekaligus meng-atas’-inya. Kata ‘ala di situ dalam pandangan beliau adalah petunjuk bahwa manusia hendaknya lebih besar dari kesuksesannya, dalam arti mereka tidak seyogianya ditindas dan dikendalikan oleh kekayaan, jabatan, dan lain-lain yang selama ini diidentikkan sebagai kesuksesan. (bersambung).