CakNun.com

Sinau Ridla, Sinau Terampil Beragama

Helmi Mustofa
Waktu baca ± 4 menit

Selain tentang ridla kepada Allah, Sinau Ridla juga menyentuh ke ridla kepada orang lain atau pihak lain. Salah satu arah pertanyaan no 2 adalah menjelajahi gradasi rasa atau kondisi tidak ridla, dalam hal ini lebih banyak kepada sesama manusia. Sebab, kalau kepada Allah, jawaban semua kelompok mengafirmasi bahwa kita ridla kepada Allah. Di sini kemudian Mbah Nun mengajak anak-cucu jamaah Maiyah dan semua hadirin untuk mendeteksi atau mengidentifikasi gradasi tidak ridla, mulai dari tidak ridla sampai mengambil tindakan menyumpahi (dalam bahasa Jawa: nyepatani), tidak suka, tidak setuju, tidak berkenan, dan seterusnya.

Foto: Adin (Dok. Progress)

Mengapa mengenali gradasi tidak ridla ini penting? Kata Mbah Nun, supaya kita, ”Ora sitik-sitik gak ridla/tidak sedikit-sedikit tidak ridla”. Supaya tidak gampang tidak ridla. Terasa bahwa ini merupakan salah satu bagian penting dalam mengenali rasa dalam hati. Sesuatu yang barangkali jarang kita lakukan. Dengan pengenalan yang lebih presisi, sikap yang kita ambil pun tidak salah. Sebagai contoh, sekadar tidak setuju kepada sesuatu hal, lantas sikap kita berlebihan dengan mengutuk atau nyepatani. Ini tentu tidak perlu terjadi. Malahan, Mbah Nun membukakan juga cakrawala yang lebih luas dengan menyitir pesan Sayyidina Ali. Berada pada keadaan yang mungkin potensial menjadikan kita tidak ridla atau bahkan marah besar, itu masih lebih baik daripada kita yang berposisi ‘dhalim’. Kun madhluman wa la yakin dholiman.

Seperti diuraikan lebih lanjut oleh Mbah Nun, kesadaran tentang ridla Allah juga termanifestasikan dalam pertimbangan atau kehati-hatian kita dalam mengambil keputusan atau tindakan, misalnya memutuskan tidak ikut berkontestasi dalam kekuasaan, dengan pertimbangan khawatir atau takut bila nanti tidak mendapatkan ridla Allah terutama saat kekuasaan itu berhasil diraih.

Itulah beberapa elaborasi tema Sinau Ridla yang dipandu Mbah Nun dalam Sinau Bareng malam itu yang diprakarsai generasi muda Desa Perning ini.

Foto: Adin (Dok. Progress)

Sekalipun bersifat mendalam secara tematik, tetapi semua penjelasan Mbah Nun dilangsungkan dengan pengkondisian terlebih dahulu yakni melalui diciptakannya kegembiraan, keakraban, kedekatan melalui beberapa nomor lagu dari Pakde-Pakde KiaiKanjeng, dan yang lebih utama adalah melalui interaksi Mbah Nun kepada jamaah dan semua hadirin. Mereka senang, gembira, dan setelah itu akan lebih mudah ilmu-ilmu dibahas dan diinternalisasikan ke dalam hati.

Ridla, Syukur, Tawakkal, dll. merupakan perintah agama, dan Sinau Bareng memberikan perhatian sangat besar kepada perintah-perintah agama ini dan perhatian itunbisa dilakukan melalui cara yang jumbuh dengan kegembiraan dan kebersamaan. Dengan Sinau Bareng yang istiqamah mengolah tema ridla dan syukur, jangan lupa pula tagline Padhangmbulan “Menata Hati Menjernihkan Pikiran”, kita dilatih oleh Mbah Nun untuk ‘terampil’ beragama, terampil merespons sesuatu dengan benar dan baik menurut perintah agama, untuk mampu menjadikan maqam agar bisa menjadi ahwal. Memberi contoh tentang ridla yang telah dicapai dan menjadi ahwal, dalam kesempatan lain Mbah Nun mengatakan, “Ridla itu seperti vaksin”. Langsung dan dengan cepat disuntikkan ke tubuh kita. (caknun.com)

Lainnya

Indonesia Bagian Berbahaya Dari Wonosalam

Indonesia Bagian Berbahaya Dari Wonosalam

Wonosalam harus mengandalkan diri Wonosalam sendiri. Jadi Wonosalam itu bukan masa kini dan masa silam, melainkan justru yang utama adalah masa depan.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib