Satu Rasa, Satu Gelombang
Perasaan penyatuan ini, sungguh-sungguh ada, hidup, hadir, dan memberikan ruh di mana pun dan dalam keadaan apapun kita dan orang yang kita cintai berada. Sehingga, keterpisahan fisik dengan orang yang dicintai dirasakan sebagai keterpisahan dengan diri sendiri, dan dalam keadaan bersama-sama, bermaiyah, dirasakan sebagai keutuhan atau keberartian kualitas hidup. Hal ini tidak hanya karena secara psikologis kita memang membutuhkan kedekatan dengan orang lain, tetapi lebih dari itu, orang yang dicintai sungguh-sungguh menjadi bagian eksistensial dalam arti keberadaannya ikut menjadi penentu bagi perasaan akan arti dan makna dalam kehidupan kita.
Karena orang lain dipandang sebagai bagian dari diri sendiri, maka dalam banyak hal sekat-sekat pribadi menjadi runtuh, baik sekat fisik maupun psikologis. Ada semacam hak orang lain dalam diri seseorang dan ada hak seseorang dalam diri orang lain. Ini adalah yang saya rasakan dalam bermaiyah yang berkehendak di dalam cinta, yang biasanya sangat sulit untuk ditolak, sehingga kemudian duduk berdekatan, berjalan, berpelukan, memberikan bingkisan, bahkan pisuh memisuh sebagai lambang bermesraan.
Keindahan pada hakikatnya adalah rahasia batiniah di luar rencana dan kehendak kita. Ia sungguh-sungguh hadir dengan tiba-tiba dan masuk dalam relung kesadaran kita, menimbulkan ketakjuban, kedamaian, dan kebahagiaan yang mendalam. Maiyah adalah kebahagiaan yang hakiki. Ketika dia datang, maka tak akan pernah pergi.