CakNun.com

Ruwat (Desa), Lebih Mendalam dari Me-Rawat

Liputan Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di Lapangan Desa Tambak Oso Waru Sidoarjo, Kamis, 25 Agustus 2022
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 6 menit

“Indonesia itu bermacam-macam, tetapi ada yang berada di tempat yang menguntungkan dan ada yang tidak. Seperti jumlah uang di Indonesia. Sekian besar persen berada di sana, sisanya berjumlah sedikit dibagi ke daerah-daerah lain Indonesia.”

Ini namanya tadbir. Pada saatnya setiap orang tahu apa yang harus dilakukan.
Foto: Adin (Dok. Progress)

“Setiap orang memiliki maqamat masing-masing. Sumeleh dan berjuanglah pada posisi masing-masing.”

“Anda dilahirkan di tempat yang ditakdirkan Allah sebagai superpower. Alamnya luar biasa. Manusianya tangguh-tangguh. Dan superpower itu akan benar-benar lebih mewujud di masa depan asal kalian sungguh-sungguh ibadahnya.”

“Tugas utama manusia adalah memaknai.”

“Kita adalah makhluk yang dienakkan oleh Allah. Meskipun melakukan hal yang buruk, masih diberi kesempatan untuk taubatan nasuha.”

Melanjutkan ilmu tentang Ruwat, beberapa poin di atas adalah beberapa ilmu dan pesan yang disampaikan Mbah Nun dalam sela-sela menggembirakan anak-cucu Jamaah Maiyah dan para hadirin sebagai bagian dari proses memaknai apa-apa yang berlangsung dalam Sinau Bareng tadi malam. Ilmu baru juga kita peroleh saat beliau mengajak jamaah mengenali “gaya” Allah dalam menghadirkan diri-Nya dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Ada saatnya Allah berposisi “orang pertama”, “posisi orang kedua”, dan ada saatnya “posisi orang ketiga”. Bagi Mbah Nun ini sangat menarik untuk diteliti dan bila kita mau meneliti kita akan mendapatkan sesuatu yang membukakan ilmu. Di antaranya, kita akan menemukan bahwa melalui positioning yang dipilih-Nya Allah menunjukkan kemesraan-Nya kepada manusia. Mbah Nun mengajak para jamaah mencermati posisi Allah dalam kalimat-kalimat surat Al-Fatihah.

Jalan tersampaikannya ilmu dan terciptanya rasa senang juga muncul dari interaksi dan cara berkomunikasi Mbah Nun dengan para jamaah. Saat Mbah Nun membikin sayembara “Memaknai Sarip Tambak Oso” di mana jamaah diminta maju untuk menceritakan siapa Sarip Tambak Oso, bagaimana detail ceritanya, apa nama senjata Sarip Tambak Oso, siapa musuhnya, apa yang dia lakukan, dll, dan apa makna yang bisa kita petik, ini merupakan bagian yang menjadi jalan bagi ya ilmu, ya rasa senang karena ada hadiah peci dan uang dari Mbah Nun, Pak Lurah, dan Bapak-Bapak yang lain yang berada di panggung; respons dan jawaban Mbah Nun atas semua jawaban jamaah mengandung penambahan wawasan, dan juga memenuhi keinginan Pak Lurah agar warga Tambak Oso bisa mengenal leluhurnya.

***

Masih banyak ilmu yang mengalir dalam Sinau Bareng tadi malam, di antaranya tentang filosofi dan makna tumpeng. Masih banyak pula doa diucapkan oleh Mbah Nun, di antaranya, “Mudah-mudahan suatu hari ada tumpeng nasional” dan “Saya doakan mudah-mudahan ada kejutan dari Allah untuk Indonesia.

Kita adalah makhluk yang dienakkan oleh Allah. Meskipun melakukan hal yang buruk, masih diberi kesempatan untuk taubatan nasuha.
Foto: Adin (Dok. Progress)

Pukul 23.15, Mbah Nun mengajak para jamaah untuk bersiap memuncaki acara. Setelah rangkaian shalawat Rajunas Syafaat, Mbah Nun meminta Mas Doni bawakan lagu berjudul Bismillah dan kemudian dilanjut dengan Medlei Era. Semua jamaah kemudian berdiri, berdoa bersama. Dari panggung makin terlihat begitu banyak jamaah yang hadir. Ketika acara sudah selesai, dan makan usai acara juga sudah selesai, dibutuhkan waktu bagi bus KiaiKanjeng untuk mulai bisa meninggalkan lokasi.

Bergerak pelan bus KiaiKanjeng keluar dari area apartemen di mana bus KiaiKanjeng terparkir, masih terlihat arus jamaah yang keluar dari parkiran motor. Wajah mereka terlihat senang usai mengikuti Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng yang telah menunjukkan bahwa ada cara dan jenis bersenang yang Allah tidak marah, tetapi sebaliknya Allah senang dan menyukainya. (caknun.com)

Lainnya