Rugi Tak Selalu Berarti Bangkrut, 1
Pernah saya mendengar beberapa perusahaan besar yang settled mengalami kerugian dalam waktu yang tidak singkat, bisa enam bahkan sepuluh tahun. Namun perusahaan-perusahaan itu belum bangkrut-bangkrut juga. Mengapa?
Kebangkrutan sering terjadi karena faktor utamanya adalah ketidaktersediaan uang cash untuk melanjutkan jalannya suatu usaha (run out of cash). Kebangkrutan jarang terjadi karena akibat mengalami kerugian. Bahkan usaha yang profitabilitasnya baik pun bisa mendadak bangkrut karena run out of cash.
Jadi, rugi dan bangkrut itu tampak serupa, tapi sesungguhnya tak sama. Sama halnya uang kasur dan uang kasir yang akan seolah tampak sama jika keduanya bercampur tanpa ada kejelasan (asal-usul, anggaran, dan biaya serta peruntukannya).
Rugi sejatinya hanya terjadi jika berhenti berusaha. Kalau tetap terus melanjutkan usaha walaupun masih mengalami kerugian, maka rugi adalah laba yang tertunda, seperti halnya kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Tak ada kata rugi jika masih terus berjalan. Rugi bisa juga dipahami sebagai persepsi atau ilusi. Sama halnya dengan tidak bisa dihakimi seseorang sebagai preman atau Bejat atau pendosa atau predikat buruk lainnya sebelum kita mengetahui akhir hidupnya, khusnul atau su’ul khatimah kah?
Rasanya kita tetap akan menjadi pendosa jika berhenti tidak meneruskan perjalanan hijrah kita, sehingga analoginya tetap akan dikatakan merugi bahkan bangkrut jika kita berhenti berusaha (tidak meneruskan perjalanan bisnisnya).
Rugi bisa didekati sebagai persepsi bahkan ilusi sesaat, yang jika diibaratkan seperti satu titik/potret dari serangkaian potret bahkan film perjalanan hidup/bisnis seseorang. Rugi juga bisa diibaratkan seperti masalah, di mana hari ini tampak ada bahkan berat terasa, namun di kemudian hari sudah tak berasa bahkan kita sudah lupa kalau pernah terjadi, seperti layaknya ilusi fatamorgana. Oleh karena itu, Rugi bisa dikategorikan sebagai persepsi belaka, yang bersifat relatif dan tidak sesungguhnya menunjukkan yang nyata-nyata terjadi.
Rugi baru bisa dikatakan sebagai sebuah kegagalan jika sudah benar-benar berhenti berusaha (tidak meneruskan perjalanan usaha/bisnisnya). Dengan kata lain tidak bisa dikatakan sebagai sebuah kegagalan, jika masih tetap terus berjalan walaupun usahanya masih mengalami kerugian yg bertubi-tubi.
Rugi juga bisa dipahami hanyalah sebagai salah satu segmen dalam sebuah drama kehidupan usaha/bisnis kita. Jika dianalogikan dalam kehidupan manusia pada umumnya, rugi seperti halnya:
- Masalah yang akan berlalu seiring dengan berjalannya waktu.
- Kegelapan malam yang akan berlalu dengan munculnya sang surya pertanda siang.
- Kegagalan yang akan terpendam seiring dengan dihadirkan oleh-NYA kesuksesan.
- Sakit yang akan mudah kita lupakan di saat kita sudah sembuh/sehat.
- Masa Muda yang berlalu tanpa terasa hingga tahu-tahu sudah memasuki masa tua.
- Kesempitan hidup yang tak terasa lagi di saat lapang.
- Kekalahan dalam permainan yang tak diingat lagi di kala mengalami kemenangan.
Namun kesemuanya itu baru akan terjadi jika terus berjalan, tidak berhenti, pantang menyerah dan tetap berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan usaha/bisnisnya dengan segala tantangan yang dihadapi, termasuk kerugian yang bertubi-tubi sekalipun. Juga pelaku usaha tersebut memiliki keyakinan yang kuat bahwa yakin jika berbisnis bersama Allah Swt, pasti ada jalan keluar yang terbaik.
Sederhananya, seorang pengusaha yang tangguh, pantang menyerah, tetap berusaha sekuat tenaga dengan segala cara walaupun bukan berarti menghalalkan segala cara, terus berjalan menjaga supaya usaha/bisnisnya tetap tegak berdiri walaupun mengalami kerugian berkali-kali.
Intinya, usaha/bisnis boleh-boleh saja mengalami rugi tapi tetap harus terus berjalan sehingga tidak boleh sampai kehabisan uang cash (run out of cash) demi terjaganya cash flow perusahaan dan keberlangsungan usaha/bisnis pengusaha tersebut.