CakNun.com

Pesan Mbah Nun Kepada PSHT, Bantulah Indonesia Menyadari Karomahnya

Helmi Mustofa
Waktu baca ± 5 menit

Kepada warga PSHT dan segenap warga masyarakat Bantul Mbah Nun memberikan contoh tentang keunggulan bangsa Indonesia yang saat ini kurang dipelajari oleh para pemimpin Indonesia di mana salah satu contoh mencoloknya adalah adanya karya berupa Candi Borobudur.

Bahkan Mbah Nun memberikan contoh dari fenomena karakter masyarakat Bantul sendiri saat mengalami bencana alam gempa bumi pada 2016. Alih-alih mengumpat dan mengeluh, kualitas batin masyarakat Bantul mampu mengatakan atas rusak atau ambruknya rumah mereka akibat gempa tersebut, “Griya kula dikersakke Allah/Rumah saya diminta oleh Allah”. Ketika bantuan-bantuan mengalir, warga yang merasa sudah cukup punya bahan-bahan yang dibutuhkan saat gempa tersebut, mereka tidak serakah berebut dengan mendahulukan dirinya, tetapi memberi tahu orang yang hendak menyalurkan bantuan, “kampung sana Pak yang masih butuh.”

Dalam pandangan Mbah Nun contoh di atas adalah sedikit gambaran tentang karomah yang dimiliki bangsa Indonesia. Karomah berarti keluhuran atau kemuliaan. PSHT sendiri selain memiliki Majelis Ajar, juga memiliki Majelis Luhur. Karena itulah, Mbah Nun berpesan, “Tolong PSHT ikut membantu Indonesia untuk menyadari karomahnya.”

Secara lebih spesifik pula, Mbah Nun mengajak kepada warga dan siswa PSHT bila pada saatnya tiba hajatan politik Pilpres 2024 nanti ketika kontestasi antar parpol atau capres membelah dan meretakkan hubungan di antara warga masyarakat, PSHT harus bersama rakyat mengambil sikap berdaulat dan mandiri dalam arti tidak terpengaruh oleh pertentangan antar partai politik atau pasangan capres-cawapres sebab partai politik dan pasangan capres-cawapres berjuang untuk kemenangan dirinya masing-masing. PSHT diharapkan oleh Mbah Nun untuk bisa bersama-sama rakyat memenangkan rakyat secara keseluruhan.

Tidak hanya melalui workshop tiga kelompok ini, Sinau Seduluran tadi malam menggulirkan ilmu dan pengolahan berpikir lewat workshop pengayoman dan persatuan oleh para vokalis KiaiKanjeng yang mengajak semua jamaah berformasi lalu melantunkan lafadh dan lagu yang dipandukan oleh Mas Doni, Mas Yoyok, Mas Jijid, Mas Islam dan vokalis lainnya. Lewat workshop ini, diuji bagaimana setiap kelompok punya konsentrasi, punya kekompakan (persatuan dan kesatuan), punya perhatian kepada kelompok lain (empati), punya kesadaran akan peran masing-masing, dan bagaimana spontantitas mereka muncul ketika dalam workshop tersebut diuji dengan ditingkatkannya tempo musik yang dimainkan.

Alhamdulillah, hasilnya memuaskan. Pak Bupati Abdul Halim Muslih sangat berterima kasih kepada Mas-Mas dan Mbak-Mbak vokalis KiaiKanjeng yang telah ikut memperkompak masyarakat Bantul. Beliau mengatakan, Bantul sedang membutuhkan harmoni dan persatuan. Bantul memiliki harapan masyarakatnya bisa hidup harmonis, sejahtera, dan berkeadilan. Kesadaran akan perbedaan seperti dicontohkan KiaiKanjeng harus dilatihkan, demikian pula dengan empati. Jika tak ada empati tidak akan muncul harmoni.

Sementara itu, Dr. Arie Sujito, Wakil Rektor UGM yang juga warga PSHT, memberikan komentar, “Spontanitas seperti ditunjukkan dalam game atau workshop lagu barusan, tidak mungkin ada jika tidak ada endapan. Respons spontan yang tepat dan tidak salah terhadap instruksi dirigen tadi menjadi mudah muncul karena sudah ada endapan atau pembiasaan untuk harmoni.”

Mbah Nun kemudian ikut menggarisbawahi pernyataan Mas Ari Sujito tersebut bahwa berarti sudah ada di dalam masyarakat kita infrastruktur dan psikologi untuk harmoni. Dari situlah di hadapan Pak Bupati, Mas Ari Sujito, Ketua Cabang PSHT Bantul Mas Tri Joko Santoso, para pelatih PSHT dan lain-lain yang ikut menemani Mbah Nun di panggung, Mbah Nun meminta kepada semua jamaah dan warga yang hadir dan barusan bareng-bareng menikmati asiknya workshop bersama vokalis-vokalis KiaiKanjeng,“Bawalah karakter damai dan harmonis ini ke kampung-kampung kalian.” (caknun.com)

Lainnya

Jiwo Jawi Jowo

Jiwo Jawi Jowo

Sebab Jawa atau tidak Jawa itu tidak dilihat dari prejengan fisiknya, pakaian dan kendaraan, melainkan aspirasi dan kualitas rohaninya.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib