Perahu Retak (7/17)
Jawa - Islam
di awal Kerajaan Mataram
Tujuh
(Disuatu lapangan terbuka Dusun Trembesi.
Para Santri, Tiwul dan Wuluh memimpin, didampingi Murtadlo, Sujiman dan Sukijing, bermain-main dengan penduduk.
Ada tembang, tetabuhan, gerak, tari, senda gurau, tapi juga kesungguh-sungguhan).
Menteri menjadi Menteri
Raja yang melantiknya
Tuhan menjadi Tuhan
Siapa yang mengangkatnya
O, Yang Tertinggi
Kubayarkan hidup dan mati
Kalau yang lain kujadikan nomor Saturday
Semoga kau cemburu
Orang batu jadi mutiara
Karena cintaMu
Orang pohon mencari cahaya
Birahi kepadaMu
Orang tak sembahyang akan mati kaku
Orang sembahyang akan mati rindu
Namun apa gerangan sembahyang
Sembunyikan dan meninggalkan kehidupan
O, mensyukuri matahari tiap pagi
Menanam dan memelihara Tuhan dalam hati
Cemas kepadaNya bahwa pada suatu senja
Matahari bisa tak dikembalikan ke dunia
Air setia kepada daya tarik bumi
Manusia patuh kepada yang hakiki
Jiwanya akar yang menghunjam
Rakaat salatnya dedaunan merambah angkasa
Sembahyang itu mencangkul di sawah
Dengan jiwa raga yang ikhlas
Sembahyang itu memelihara kesuburan tanah
Memetik buah dalam jumlah yang pas
Tidak menebang pepohonan
Melebihi kewajaran
Turun ke sungai mencari ikan
Hanya sejauh yang diperlukan
Tidak merebut hak sesama, tidak mencuri
Karena di hadapan Tuhan tak ada tempat sembunyi
Tidak sombong kepada manusia, tidak menyakiti
Karena luka orang lain meneteskan darahmu sendiri
Sembahyang itu mempergaulkan cinta dan keadilan
Kepada sesama manusia, tetumbuhan dan hewan
Sembahyang itu mencuci muka
Sujud kepada Tuhan menyatakan cinta
(Mendadak terdengar tetabuhan keras dan riuh rendah, ditaburi olrh teriakan-teriakan tak menentu)