Pendidikan Model Maiyah
Saya mulai mengikuti maiyahan sekitar 2017 melalui media sosial. Mocopat Syafaat pada 17 Juni 2022 merupakan pengalaman pertama saya ikut maiyahan secara langsung. Malam itu saya merasakan ketenangan berada di tengah-tengah jamaah. Ketika melihat Cak Nun naik panggung, perasaan saya bergetar. Tidak tahu ini perasaan apa. Saya tidak bisa mengungkapkannya melalui kata-kata.
Saya punya keyakinan bahwa beliau adalah teman, sahabat, simbah bagi orang-orang yang kesepian, terpinggirkan, terbuang, dan terintimidasi. Beliau ibarat air yang mengalir ke dalam lubuk kesadaran orang-orang yang haus ilmu; orang-orang yang memendam rindu bertemu Tuhannya.
Padhangmbulan, Mocopat Syafaat, dan majelis ilmu Maiyah lainnya tak ubahnya mata air. Alirannya merambah ke setiap celah kehidupan. Pengalaman hadir di Mocopat Syafaat menyadarkan saya bahwa getaran, aura, nuansa selama maiyahan berlangsung tidak dapat ditransfer melalui teknologi. Kita harus mengalaminya langsung.
Dekonstruksi radikal terhadap pendidikan sungguh luar biasa. Formalisme pendidikan dilucuti. Maiyah menawarkan sikap hakiki memanusiakan manusia. Alhasil, pendidikan Maiyah berbeda dengan mayoritas model pendidikan atau pengajian lainnya. Tidak kaku terhadap simbol-simbol sosial keagamaan. Berbeda dengan sekolah dan perusahaan yang mewajibkan siswa dan karyawannya serba seragam. Maiyah tidak memproduksi manusia kapitalisme.
Dekonstruksi pendidikan dilakukan untuk mengembalikan harkat dan martabat manusia sebagai manusia. Kualitas manusia tidak ditentukan oleh simbol sosial atau agama melainkan dari kemanfaatan yang diberikannya pada sesama.
Ada tiga komponen pendidikan: guru, murid dan pengetahuan, yang berinteraksi secara tidak tepat. Guru menjadi subjek yang menuangkan pengetahuan. Sedangkan murid menjadi objek yang dituangi pengetahuan.
Hal ini akan menyebabkan murid tidak mengenal dirinya karena mereka dibentuk sesuai “cetakan” dari gurunya. Tidak heran hingga di tingkat perguruan mahasiswa bingung memilih jurusan kuliah.
Bagaimana dengan pendidikan model Maiyah? Sesuai sebutan sebagai murid, mereka adalah subjek yang “menghendaki” pengetahuan. Interaksi antara guru dan murid tidak berjalan satu arah melainkan dialektis. Kendati demikian tidak lantas subjek pembelajaran milik murid semata. Pada sisi pandang yang lain guru adalah subjek yang membuka ruang belajar untuk para murid dengan sikap pengayoman dan kasih sayang.
Apa pun jenis pekerjaan seseorang bukan gengsi sosial ukurannya, bukan tumpukan materi tujuannya. Kemanfaatan menjadi standar utamanya. Cara padang ini membuka pintu lebar-lebar bagi siapa pun untuk menemukan fadlilah dirinya dalam proses belajar.
Jika pendidikan saat ini membuat para peserta didik kehilangan arah serta kesadaran bertuhan, maka Maiyah menjadi jalan untuk menemukan kembali diri sebagai manusia dan menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah hamba Tuhan.