Pendidikan ala Maiyah
Kepiawaian Mbah Nun dalam berdialektika tidak hanya memberikan pencerahan pengetahuan bagi segenap jamaah Maiyah. Namun, di Maiyah Mbah Nun mampu menggugah cara berpikir segenap jamaah untuk memahami konteks dalam berbagai peristiwa kehidupan sebagai fenomena keagamaan dan sebagai bentuk interaksi Tuhan dengan kita sebagai makhluknya.
Tentu di antara sebagian kita mungkin pernah ada di dalam posisi takut untuk menerjemahkan firman-firman Allah yang bersifat teks ke dalam berbagai konteks fenomena kehidupan karena dibatasi oleh pengetahuan-pengetahuan yang secara konsep membelenggu pikiran untuk melakukan eksplorasi. Namun, melalui Maiyah inilah, segenap jamaah dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda diajak untuk menemukan makna dari segenap firman Tuhan dengan menggunakan pendekatan akal dan cinta dalam memahami berbagai peristiwa kehidupan.
Maiyah yang saya tahu bukan hanya sekadar tempat pengajian pada umumnya. Lebih dari itu, Maiyah menurut saya merupakan “lembaga pendidikan gratis” bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa dipungut apapun, kecuali kesadaran. Karena Maiyah tidak memaksa jamaah untuk datang, maka kesadaran menjadi modal penting untuk mengakses pendidikan ala Maiyah.
Mbah Nun di dalam Maiyah memberikan teladan bagi kita semua tentang pentingnya etos dan etis. Menjadi manusia seutuhnya tidak terlepas dari perwujudan cinta terhadap sesama makhluk sebagai bentuk etis dan pentingnya etos sebagai dorongan untuk menuntut diri sendiri agar selalu berbuat baik terhadap segenap makhluk hidup.
Inilah pendekatan akal dan cinta yang saya peroleh dari Mbah Nun dan Maiyah. Sebab, beragama bukan hanya perkara aspek ritual saja melainkan bentuk pengejawantahan aspek ritual ke dalam kehidupan sehari-hari melalui upaya menebar kebahagiaan terhadap segenap makhluk atas dasar kecintaan kita kepada Tuhan yang maha kuasa. Dan kebahagiaan itu selalu hadir di Maiyah.
Semoga, pandemi ini segera berakhir agar dahaga melingkar bersama Mbah Nun di Maiyah dapat segera dituntaskan.