Menyikapi Badut-Badut Peradaban
Setelah sebelumnya terselenggara di bulan Januari, Kenduri Cinta tidak dapat diselenggarkaan pada bulan Februari karena mempertimbangkan situasi dan kondisi terkini di Jakarta berkaitan dengan pandemi. Alhamdulillah, pada 18 Maret 2022 lalu Kenduri Cinta edisi Maret dapat diselenggarakan. Dengan menerapkan sistem registrasi seperti sebelumnya, Kenduri Cinta kembali diselenggarakan di Lapangan PUSDIKLAT Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, di bilangan Kampung Makassar, Jakarta Timur.
Sejak maghrib, jamaah sudah mulai berdatangan. Seperti diduga sebelumnya, jumlah jamaah yang hadir sudah seperti Kenduri Cinta edisi Januari lalu. Tidak dipungkiri memang, kerinduan melingkar bersama di Maiyahan sudah cukup lama dirasakan. Seperti juga dirasakan Jamaah Maiyah di Simpul Maiyah lain tentunya.
Tepat pukul 20.00 WIB, Kenduri Cinta dibuka dengan Tawassulan. Sebuah tradisi baru dari Mbah Nun di mana dengan Tawassulan ini kita diajak khusyuk melantunkan dzikir, wirid, dan doa melalui ayat-ayat Al-Qur’an dan shalawatan sebagai wujud ekspresi mengemis kepada Allah Swt. Kata ‘tawassul’ sendiri diartikan oleh Mbah Nun sebagai ‘mengemis’. Mengemis alias nyuwun paring-paring kepada Allah Swt. karena kita tidak berdaya di hadapan Allah, meskipun tidak boleh menyerah kepada dunia.
Mau Apa ke Maiyah?
Setelah Tawassulan, Wisnu memandu mewedar Mukadimah sebagai pemantik diskusi. Pramono, salah satu penggiat Kenduri Cinta menyampaikan bahwa dalam sebuah pementasan memang biasanya ada satu peran yang menjadi pengganggu, untuk memecah ketegangan atau fokus penonton. Dalam sebuah film, biasanya ada aktor yang memang berperan menyegarkan suasana. Tidak terkecuali dalam panggung di dunia nyata. Kita mau sebut itu panggung politik, panggung sosial, panggung budaya, panggung ekonomi, panggung apapun saja sudah lazim selalu ada badut yang dimunculkan untuk mengalihkan perhatian masyarakat dalam sebuah isu.
Adi Pudjo mengajak jamaah merefleksikan ke dalam diri kembali melalui satu pertanyaan; Apa yang membuat kita selalu datang ke Maiyahan seperti Kenduri Cinta ini? Pertanyaan pemantik yang membuat beberapa jamaah tampak mengernyitkan dahi. Seolah-olah mereka sedang mempertanyakan itu ke dalam diri mereka sendiri.
Memang, ada banyak alasan untuk datang ke Maiyahan. Tetapi, yang perlu ditekankan adalah apa sebenarnya yang selalu membuat kita betah dan krasan di Maiyah, sehingga kemudian kita selalu merasa rindu untuk kembali Maiyahan. Dua tahun pandemi, bukan waktu yang sebentar tentu saja untuk menahan kerinduan itu.
Memang tidak bisa dipungkiri, atmosfer untuk menikmati Maiyahan secara langsung memang berbeda sekali rasanya jika dibandingkan dengan menyimak live streaming di Youtube. Ketika bertatap muka secara langsung di Maiyahan, ada nuansa kebersamaan yang tidak bisa dirasakan jika kita menyimak Maiyahan secara live streaming di Youtube. Jika sedang shalawatan, pasti berbeda rasanya shalawatan sembari nyimak streamingan di Youtube dibandingkan dengan shalawatan bersama-sama secara langsung. Begitu juga jika tiba-tiba ada cetusan humor yang muncul dari Mbah Nun atau narasumber lain, tentu tidak asyik rasanya kita tertawa sendirian di depan handphone.
Belum lagi suasana duduk melingkar sembari ngopi dan rokokan, apalagi ada yang nyambi nyari kenalan baru di Maiyahan. Apalagi di Kenduri Cinta ada pojok Angkringan yang juga selalu dirindukan, dan sampai saat ini pun meskipun Kenduri Cinta sudah terselenggara secara offline, ternyata Pakdhe Angkringan belum bisa bergabung di lokasi Maiyahan.
Kembali ke pertanyaan pemantik yang dilontarkan Adi Pudjo tadi, seperti yang disampaikan Mbah Nun di Kenduri Cinta sebelumnya, kita semua berikhtiar untuk mewujudkan Maiyah sebagai salah satu bagian dari kehidupan yang mewarnai peradaban. Minimal, kita bisa memulainya untuk saling mengenal satu sama lain.
Bahagia di Kenduri Cinta
Salah satu jamaah mencoba merespons tema Kenduri Cinta. Rama, seorang pemuda dari Jonggol, mengatakan bahwa ia mengenal Kenduri Cinta sejak 2019, namun belum pernah sekalipun ikut secara langsung. Sejak itu, hanya bisa menikmati video-video yang ada di channel Youtube caknun.com. Ada beberapa video di Kenduri Cinta yang membuatnya nyaman dan merasa bahwa inilah forum yang sejak lama ia cari.
Rama menambahkan, suasana egaliter forum Maiyahan seperti Kenduri Cinta ini yang ia rasakan dan tidak ia temukan di forum-forum lain yang pernah ia datangi. Malam itu, baru pertama kali ia berkesempatan hadir di Kenduri Cinta secara langsung, dan membuktikan bahwa ada rasa bahagia yang ia dapatkan saat mengikuti forum Maiyahan secara langsung.
Tidak selalu berupa ilmu untuk dibawa pulang setelah mengikuti forum Maiyahan. Rasa gembira karena menikmati sebuah forum diskusi yang egaliter juga salah satu hal yang dibawa pulang oleh jamaah. Belum lagi jika mendapat kenalan baru di Maiyahan. Banyak mereka yang datang sendirian, lalu ketika duduk menikmati forum, berkenalan dengan sebalah kanan dan kirinya.
Lain lagi dengan Didi, seorang pemuda dari Palmerah. Ia menggugat kenapa lokasi Kenduri Cinta sekarang jauh. Tidak seperti dulu ketika masih di Taman Ismail Marzuki, Cikini. Tentu saja, pertanyaan ini wajar adanya dipertanyakan oleh mereka yang sudah sejak lama hadir di Kenduri Cinta. Dan salah satu alasan kenapa lokasi Kenduri Cinta saat ini tidak diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki adalah karena lokasi tersebut sedang dalam proses revitalisasi. Sementara, penggiat Kenduri Cinta harus mencari lokasi yang mampu menampung jumlah jamaah yang cukup banyak.
Tri Mulyana kemudian mengajak jamaah untuk flashback ke masa-masa Kenduri Cinta di tahun 2010-2013. Pada masa itu jamaah di Kenduri Cinta belum sebanyak sekarang. Dan juga judul-judul tema yang diangkat, sering nyleneh, namun memancing rasa ingin tahu untuk hadir di forum. Jangan dibayangkan pada tahun-tahun itu informasi menyebar dengan cepat, media sosial tidak secepat hari ini perkembangan dan persebaran informasinya. Namun atmosfer forum yang saat ini kita rasakan di Kenduri Cinta, sudah terbangun sejak lama. Atmosfer inilah yang selalu dipertahankan di Kenduri Cinta ini, sehingga memang pada akhirnya setiap jamaah yang pernah hadir, merasakan kerinduan untuk kembali datang lagi.
Berbagi cerita yang lain, seorang jamaah bernama Nurul menceritakan bahwa awalnya ia penasaran dengan Kenduri Cinta, sampai akhirnya ia bisa datang langsung di TIM. Ia pun merasakan rasa betah dan krasan, sehingga ia selalu merasa rindu untuk kembali datang ke Kenduri Cinta. Dan setelah ia rutin datang ke Kenduri Cinta, saat salah satu teman sekantornya bertanya apa yang ia dapat di Kenduri Cinta, ia juga tidak bisa menjawab dengan jelas, karena baginya, suasana di Kenduri Cinta itu sendiri yang membuat ia kangen datang lagi di Kenduri Cinta.
Memang, pada akhirnya jawaban mengenai apa yang membuat kita selalu datang ke Kenduri Cinta dan juga forum Maiyahan lainnya tentu diri kita sendiri yang memiliki jawabannya. Ada yang mencari ilmu, ada yang mencari suasana, ada yang mencari Mbah Nun, mencari Mas Sabrang. Semua ada kemungkinannya. Yang pasti, setiap jamaah memiliki kerinduan untuk kembali melingkar bersama di Kenduri Cinta. Karena ada rasa bahagia yang hanya bisa didapatkan di Kenduri Cinta.