CakNun.com

Mengendalikan Isi Perut dengan Rumus Sepertiga

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 3 menit

Masih bercerita tentang lebaran kali ini. Sesudah sungkem-sungkem, salam-salim saling memaafkan, saya meluncur ke Rumah Sakit (RS) untuk menengok serta sekaligus berlebaran dengan “guru-guru” saya. Tak kurang dari 19 “guru” saya yang terpaksa harus berlebaran di RS karena kondisi mereka mengharuskan mereka berlebaran di RS.

Image by Cup of Couple on Pexels

Saya datang dan saya masuk ke kamar mereka satu per satu, menyapa, menanyakan: sarapan apa pagi ini?, mengajak selfie dan berbincang bincang dengan “guru-guru” saya tersebut. Sebagian mereka sudah sangat hafal dengan program pengobatan yang mereka jalani. Saya masuk kamar 8B, saya ketemu dengan guru saya yang saya memanggilnya dengan ‘cempluk’.

“Hallo, Pluk,” saya sapa dia. Dia hanya tersenyum, manis sekali.

“Kamu pagi ini masuk (kemo) apa?”

“Lecovorin terakhir,” jawabnya.

“Lalu?”

“Pulaaang, boleh kan?” tanyanya.

“Emang sudah 3 kali lecovorin?” tanya saya memastikan.

Cempluk mengangguk sambil menatap ke ibunya, seolah meminta dukungan atas jawabannya. Ibunya pun mengangguk.

Demikianlah antara kami (medis dan paramedis), sebagai pelayan pasien yang memberi protokol pengobatan dan pasien serta orangtua pasien saling mengingatkan tentang hal pemberian obat (kemoterapi ini). Pengobatan sudah ditulis di dalam lembar-lembar protokol yang berisi nama obat, rute pemberian, dosis obat, durasi pemberian serta jam pemberian, semua tertera di situ. Semua bisa baca, dan saling mengingatkan demi kesembuhan “guru-guru” saya itu.
Kemudian saya pun bilang, “OK, nanti sesudah ini selesai, infus lepas terus boleh pulang.”

Cempluk gembira, senang sekali.

“Emang nanti pulang kemana?” tanya saya.

“Ke Sleman,” jawabnya.

“Terus mau maem apa nanti?”

“Kupat sama opor.”

Sambil berbincang-bincang dengan ibunya dan Cempluk, saya pesankan untuk selalu cuci tangan, jaga kebersihan dan makan opor secukupnya. Jangan (kebanyakan) minum-minuman dingin (es), makan permen dll, layaknya hidangan anak-anak kalau pas lebaran.

Pengalaman tahun-tahun silam, penyakit yang banyak diderita anak-anak pasca lebaran, yang menyebabkan mereka harus ke dokter adalah diare dan batuk-pilek.

Diare karena banyak makanan yang tersedia, banyak ragamnya, jadi semua pengen dicicipi. Lha wong namanya lebaran, lebar, bar…, maka seperti balas dendam lah. Lha anak-anak juga melihat makanan yang terhidang di atas meja baik di rumah maupun pas silaturahmi, pasti pengen mencobanya, memakannya. Variasi dari berbagai macam jenis makanan ini dan juga jumlah makanannya akan membuat perut harus beradaptasi serta bekerja keras. Belum lagi masalah kebersihan (tangan kita, tempat makan dan juga makanannya itu sendiri) adalah potensi untuk terjadinya diare.

Sedangkan batuk pilek biasanya dipicu oleh minuman-minuman yang ekstra manis serta dingin. Apalagi di musim seperti sekarang ini, di mana udara sangat panas dan selalu berkeringat, memicu untuk selalu haus.

Makanya harus dijaga betul dalam hal konsumsi makanan di masa masa ini, terutama untuk anak-anak. Bagi yang dewasa pun harus berhati-hati.
Memang diharamkan untuk puasa di 1 Syawal. Tetapi bukan berati terus berpesta pora tanpa henti. Justru ini adalah ujian pertama sesudah Ramadan. Bagaimana kita menerapkan rumus 1/3. Dalam banyak hal angka 3, angka 1/3 menjadi sangat bermakna.

Di urusan isi perut sangat dianjurkan isi perut berisi 1/3 makanan, 1/3 minuman dan 1/3 udara, yang memberi ruang gerak lambung untuk mencerna lambung.

Sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Tiada tempat yang manusia isi yang lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun, jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas.”

Di bulan puasa Ramadan pun bilangan ini membagi 1/3 awal Ramadan (rahmat), 1/3 tengah (ampunan) dan 1/3 akhir adalah pembebasan dari api neraka. Ilmu kedokteran pun adalah kombinasi dari 3 hal utama, yaitu, science, skill, dan art.

Ada lagi yang memakai bilangan 1/3 ini, yaitu dunia fotografi yang sangat mengenal hukum 1/3 pada komposisi landscape sebuah foto.

Tentang bilangan 3 dan 1/3 ini, nanti akan saya eksplorasi ebih jauh.

Lainnya

Gua Sophisticated

Gua Sophisticated

Gua persembunyian Cak Nun tidak sebagaimana gua yang dihuni oleh 7 pemuda dengan seekor anjingnya yang setia.

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
dr. Eddot
Exit mobile version