Masjid “Kampung Sunda-Jawa”, Salah Satu Masjid Pertama di Chicago
Ada yang spesial bagi saya tatkala ikut shalat Idul Adha bulan Juli tahun 2022. Mengapa? Karena ia dihelat di lapangan yang 129 tahun silam berdiri tepat di atasnya sebuah kampung yang dikenal warga Chicago sebagai Java Village. Di tengah kampung itu berdiri sebuah masjid, yang tampaknya termasuk salah satu masjid pertama di Chicago. Berarsitektur atap limas khas nusantara, lengkap dengan bedugnya.
Masjid ini tidak besar. Mungkin zaman sekarang lebih sering kita menyebutnya sebagai surau, langgar, atau mushalla. Penampakan masjid tersebut terekam dalam sebuah buku kecil, yang keterangan pada fotonya menyebutkannya sebagai The Mohammedan Church or Missigit alias masjid.
Shalat ied di lingkungan “desa” Hyde Park ini, tempat Universitas Chicago berada, diselenggarakan di dua tempat. Selain di lapangan, diadakan juga di Masjid Al-Fathir, masjid yang didanai pembangunannya oleh petinju Muhammad Ali, yang mulai digunakan tahun 1987.
Sedangkan yang di lapangan, diselenggarakan oleh gabungan panitia yang di antaranya adalah lembaga Ta’leef. Lembaga dakwah di kota Chicago ini rutin setiap minggu mengadakan Maulid Nabi dan pembacaan Qasidah Burdah karya Imam Bushiri yang masyhur itu, lengkap diiringi dengan terbangan. Mas Ariel Syuhadayana, pemuda Indonesia, sudah lama menjadi salah satu pengurusnya yang selalu saya jumpai setiap shalat Ied.
Tahun 2020, saat status Covid 19 masih pandemi, saya sempat ikut shalat Idul Adha di masjid. Mulai Idul Adha 2021 saya mengikuti yang dihelat oleh Ta’leef. Beberapa kali Ta’leef mengorganisir shalat ied di halaman belakang Museum of Science and Industries yang lokasinya hanya 3 blok di samping apartemen saya. Kami shalat ied di tepi danau kecil yang indah.
Ketika Ta’leef menginformasikan lokasi shalat Idul Adha tahun 2022, saya merasa agak mengenal tempat itu. Karena satu bulan sebelumnya saya pernah napak tilas mencari di mana saudara-saudara bangsa kita tinggal di “Kota Angin” Chicago ini 129 tahun lalu. Setelah saya cek di peta, lapangan tempat shalat kali ini memang tepat di mana Kampung Jawa pernah dibangun tahun 1893.
Saya tidak tahu apakah teman-teman Ta’leef menyadari ini atau kebetulan saja. Atau memang tahun-tahun sebelumnya, sebelum saya tinggal di Hyde Park, shalat ied memang sering diselenggarakan di lapangan ini. Sampai detik ini saya belum pernah menanyakannya ke Mas Ariel. Bila ini kebetulan, mengharukan saja bagi saya, karena pernah ada masjid nusantara di atas tanah ini, yang bisa jadi 129 tahun lalu pernah juga ada orang nusantara yang shalat tarawih dan shalat ied.
Tapi apa benar masjid nusantara ini menjadi masjid pertama di Chicago?
Ini masih bisa diperdebatkan, karena dari catatan yang ada, setidaknya ada lima komunitas muslim pada tahun 1893 tinggal dan masing-masing membangun kampung berdekatan di selatan kota Chicago. Tercatat ada kampung orang-orang Kairo, Kampung Turki, Kampung Al-Jazair, Kampung Persia, dan Kampung Jawa.
Hal itu terdokumentasi dengan baik. Setidaknya, hampir di semua perkampungan muslim itu ada masjidnya, kecuali kampung orang-orang Persia yang saya belum menemukan dokumentasinya. Usia kampung yang dihuni komunitas muslim ini kurang lebih hanya ada selama enam bulan saja, termasuk masjidnya.
Di sinilah klaim mengenai yang pertama bisa dipertanyakan, karena masjid yang keberadaannya berumur pendek di penghujung abad ke-19 ini, kini sudah tiada bekasnya. Maka, klaim masjid pertama beralih ke masjid yang masih berdiri di Chicago sampai hari ini.
Baru hampir 30 tahun setelah masjid di kampung-kampung muslim di Hyde Park pernah eksis, didirikan masjid pada tahun 1922 oleh komunitas Ahmadiyah. Masjid Al-Sadiq ini, kini terdata tidak hanya sebagai yang tertua di Chicago, tapi juga tertua di Amerika Serikat.
Meskipun begitu, saya tetap mengklaim masjid di Kampung Sunda-Jawa ini adalah salah satu masjid–bersama masjid-masjid di empat kampung muslim tetangganya–sebagai masjid-masjid pertama di kota Chicago. Memang masjid nusantara ini berukuran kecil, berada di kampung yang sangat kecil seluas 2,2 hektar, yang hanya dihuni oleh 125 orang. Mereka terdiri dari 89 laki-laki dan 36 perempuan yang mayoritas berasal dari dua desa di Sukabumi dan sisanya dari Solo.
Pertanyaannya, ngapain lah orang-orang ini, ketika pesawat belum ada, jauh-jauh 15.000 kilometer pergi dari pulau Jawa lalu bikin kampung di Chicago?
Untuk itu, kita harus mundur dulu ke tahun 1893.
Chicago, 1 Oktober 2022