CakNun.com

Manusia Harum

Mustofa W. Hasyim
Waktu baca ± 6 menit

Rasulullah Saw. atau yang orang Jawa menyebutnya Kanjeng Nabi Muhammad adalah manusia harum. Menurut kesaksian para sahabatnya, beliau selalu harum badannya sampai ke rambutnya. Ini dilakukan agar dalam pasrawungan atau pergaulan sosial, orang lain merasa nyaman kalau berdekatan dengan beliau. Dengan rambut tersisir rapi, pakaian yang bersih dan wajah selalu berseri dan memancarkan keakraban kasih sayang kepada sesama, Nabi Muhammad tampil ke hadapan umatnya. Tampil ke hadapan publik, istilahnya sekarang. Dalam Bahasa sekarang, Kanjeng Nabi Muhammad adalah public figure yang harum dan selalu harum.

Photo by Raphael Brasileiro on Pexels

Dalam konteks ini, bagi Nabi Muhammad Saw., rumah dan masjid adalah seharum-harumnya tempat dan sebersih-bersihnya tempat. Rumah dan masjid pun menjadi surga keindahan, kebaikan, dan kebenaran hidup yang menjadi tempat melangsungkan relasi dan komunikasi ilmu, cinta kasih sayang dan tempat memancarkan hikmah kehidupan. Maka diajarkan, untuk memasuki rumah dan masjid hendaknya dilakukan dengan mendahulukan kaki kanan disusul salam sejahtera bagi seluruh isi rumah dan doa agar dibukakan pintu-pintu rahmat bagi siapa pun yang masuk masjid.

Dalam hadis ada perumpamaan yang menggunakan minyak wangi. Misalnya orang yang bersahabat dengan orang baik, wong kang shaleh kumpulana, ibarat orang yang berdekatan dengan pedagang minyak wangi. Dia akan mendapatkan bau wangi itu dan aura harum itu dan kalau beruntung bisa kena percikan minyak wangi yang harum itu. Dalam konteks pergaulan sosial kekinian, orang bergaul dan berdekatan dengan orang lain yang namanya harum, akan cenderung mendapat nama harum pula. Bisa ditambahkan, orang yang bergaul dengan orang baik-baik atau orang shaleh di WA Grup, di twitter, Instagram, FB, YouTube dan internet ibarat bergaul dengan pedagang minyak wangi. Dia akan beruntung menghirup hawa wangi pergaulan dan kecipratan keharuman nilai hidup yang berpusar di dalamnya. Karena apa?

Karena algoritma kebaikan, keindahan, dan kebenaran yang selalu merekam pesan dan relasi antar pesan orang-orang baik ini akan memberi petunjuk dan mengarahkan pada notifikasi yang senada dan seide. Mesin pencari judul dan pesan atau mesin pencari ide dan nama serta istilah dalam kebaikan, kebenaran, dan keindahan yang terus-menerus mencatat dan merekam terus-menerus secara kumulatif hal yang sama akan membentuk konfigurasi trending topic menjadi kekuatan isu yang dominan dalam pergaulan di jagad maya, yang kemudian merembes ke dalam pergaulan di alam nyata. Proses ini bisa disebut sebagai silent dakwah yang kekuatannya cukup besar dan signifikan untuk mengubah keadaan.

Bukankah sebelum zaman internet seorang Michael H Hart, seorang astrosiawan Amerika pernah meneliti dan mencatat serta mengakui kalau manusia yang paling berpengaruh dan pendapatnya paling banyak dikutip dan diikuti oleh manusia sepanjang sejarah adalah Nabi Muhammad Saw. Bukunya yang membicarakan tentang Kanjeng Nabi Muhammad Saw yang menjadi trending topic sepanjang abad-abad setelah agama Islam didakwahkan ke hampir seluruh muka bumi waktu itu menjadi buku laris alias best seller dengan oplah lebih 500,000 eksemplar dan diterjemahkan ke dalam 15 bahasa, termasuk Bahasa Indonesia. Buku yang aslinya berjudul The 100: Ranking of the Most Influential Person in History kemudian terbit dalam Bahasa Indonesia di tahun 1978, 2016 dan 2017, sampai hari ini masih bisa diakses di toko penjualan online.

Perlu diingat bahwa yang sebaliknya pun akan terjadi. Menurut hadis itu, orang yang berteman dengan manusia yang kurang baik karakternya ibarat manusia yang berdekatan dengan pande besi. Dia akan mendapat udara panas dari tempat pembuatan dan pemrosesan benda-benda logam yang menggunakan api. Dia, orang yang berdekatan dengan bengkel pembuatan logam dengan cara dipanaskan ini paling tidak akan mendapat hawa panas, abu yang bisa mengotori badan dan pakaiannya, dengan risiko badan atau pakaiannya akan terkena percikan api. Bahkan nama dan kehormatannya bisa ikut terkotori oleh abu itu.

Dalam dunia maya dan dunia nyata sekarang ini terbukti. Mereka yang bergaul atau bergabung di dalam grup medsos bersama dengan manusia kurang baik, manusia pencemburu, manusia phobia terhadap Islam, mereka yang hasad dan dengki dengan Islam setiap hari kepanasan hati dan kepalanya karena melahap hal-hal yang memanaskan keadaan. Mereka melahapi dan dengan penuh ketamakan mengunyah dan menelan propaganda, agitasi dan pervokasi yang anti Islam dan anti Nabi Muhammad Saw. Mereka menderita keracunan ide, kerusakan berpikir, kegelapan dan kebusukan hati, dan kehilangan kemampuannya untuk membedakan gradasi atau perbedaan antara kebenaran dengan kemungkaran, kebaikan dengan kejahatan, kebohongan dengan kejujuran, kebusukan dengan keharuman jiwa. Mereka hanya cenderung mengabdi kepada hawa nafsu amarah, lawwamah, sufiyah dan lupa kepada kemuliaan manusia yang seharusnya membersihkan ruhani dan jiwanya sehingga bisa mencapai derajat nafsu atau diri yang mutmainnah sebagainaya dicontohkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Dalam usia kenabian dan kerasulannya, Nabi Muhammad Saw memberi pengertian dan membangun kesadaran dirinya dan umatnya bahwa iman, kebersihan, keindahan termasuk di dalamnya atmosfer kehidupan yang harum merupakan satu kesatuan yang perlu dijaga dan diproduktifkan untuk menjaga relasi sosial di dalamnya. Ini akan membangun kesadaran yang terus-menerus bahwa keputusan tindakan manusia hendaknya mengalir dari hulu yang bersih, jernih, indah, dan harum itu. Keputusan yang selalu potensial mengandung hikmah dan berkah dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Terbukanya pintu hikmah dan berkah di bumi ini akan membuka pintu rahmat di langit sehingga manusia akan dihujani dengan rahmat terus menerus yang menyuburkan dan memakmurkan serta menyejahterakan dan membahagiakan kehidupan manusia di bumi.

Dalam konteks inilah, Kanjeng Nabi Muhammad sebagai manusia harum dan pemimpin yang harum selalu menjaga keharuman badannya, keharuman pikirannnya, keharuman hatinya, keharuman kehendaknya, dan keharuman jiwanya. Bahkan pada saat perang, perang melawan hawa nafsunya dan perang melawan hawa nafsu orang lain yang disimbolkan dalam diri orang kafir, orang munafik, persekongkolan kaum hasad dan dengki yang dipimpin Abu Lahab dan isterinya serta komplotannya yang senantiasa membawa kayu bakar provokasi agitasi dan propaganda kekafiran, Nabi senantiasa tetap terjaga keharumannya.

Dengan kata-kata dan perbuatan yang senantiasa harum bagai embun yang lembut dan jernih, Nabi bersama para sahabatnya bisa memenangkan perang-perang itu. Mengapa dalam momentum Fathu Makkah, momentum Nabi masuk ke kota Makkah dengan nglurug tanpa bala bersenjata, tetapi dengan para sahabat yang berpakaian ihram untuk melaksanakan ibadah di Masjidil Haram justru membuat warga Makkah yang dulunya kafir dan memusuhi Nabi menjadi bertekuk lutut dan menyerah, kemudian berbondog-bondong masuk Islam sebagaimana digambarkan dalam surat An Nashr? Karena umat Islam yang bersama Nabi Muhammad saw telah mewarisi dan menyerap energi jiwa, pikiran, perasaan, cinta, kasih sayang kepada sesame yang amat harum baunya yang memancar dari pribadi Nabi. Energi spiritual yang harum inilah yang membuat warga Makkah gemetar dan mereka menyerah kemudian masuk Islam.

Lantas kenapa ketika mereka telah berbondong-bondong masuk ke dalam diin Allah, umat Islam justru diperintahkan membaca tasbih (mencusikan nama Allah), tahmid (memuji kemuliaan Allah), dan beristighfar (memohon ampun atas segala kesalahan)? Mengapa di akhir ayat dan akhir surat ini disebutkan kalau Allah Swt. adalah Dzat yang punya sifat, af’al, dan asma Yang Maha Pengampun dan Penerima Taubat? Karena momentum Fathu Makkah adalah momentum berfungsinya kasih sayang semua pihak dan merupakan momentum pertaubatan bersama. Dengan pertaubatan bersama maka sejarah, ruang, dan waktu menjadi bersih dan jernih kembali.

Inilah pancaran dari indah dan harumnya sejarah Fathu Makkah, yang bukan sekadar kemenangan politik atau sekadar ‘penaklukkan’ kota Makkah. (Bahasa yang dipergunakan dalam kitab suci bukan penaklukkan, tetapi terbukanya pintu kemenangan). Maka kemenangan yang ada dan yang terjadi serta terproses pada waktu itu adalah kemenangan yang nyata. Inna fatahna laka fathan mubiina.

Dalam spektrum peristiwa sehari-hari pun Nabi Muhammad Saw tetap hadir sebagai manusia harum. Ketika ditanya oleh seseseorang, apakah itu Islam? Jawaban Nabi sederhana; tu’minu billahi tsummastaqiim. Berimanlah kepada Allah kemudian terus jaga iman dan amalkan iman itu dengan konsisten. Indikasi atau ukuran keimanan dalam kehiduoan sehari-hari ini pun kemudian dijelaskan oleh Nabi dalam hadis lain; man kana yu’minu billahi wal yaumil akhir fakyukrim dloifahu, wa man kana yu’minu billahi wal yaumi akhir fal yukrim jaarahu, wa man kana yu’minu billahi wal yaumil akhir fal yaqul khoiron au liyasmut yang artinya barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka muliakanlah dan layanilah dengan sebaik-biknya tamumu, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka jagalah pergaulan (srawung-mu) dengan tetanggamu dengan memuliakan tetanggamu dan barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dalam konteks memuliakan tamu dan tetangga (orang lain) maka hendaklah kalian berkata baik dan bajik atau lebih baik diam. Karena ketika berkomunikasi dengan para tamu dan tetangga kita memang harus berkata-kata, maka hendaknya perlu dipilih kata-kata yang baik, kata-kata yang ma’ruf dan kata-kata yang lemah lembut yang merupakan ekspresi jujur dari sikap kita menghormati atau memuliakan tamu dan tetangga itu.

Ketika berhadapan dengan kelompok masyarakat yang cenderung memiliki kenakalan sosial dan kenakalan budaya karena suka berbohong maka Nabi Muhamamd Saw menjelaskan Islam dengan acara sederhana. Islam? Jangan berbohong. Kalau sudah bisa selalu bertindak jujur dan tidak berbohong, berarti telah melaksanakan ajaran Islam yang sejati. Sepertinya ini tampak sederhana dan sepele tetapi implikasinya luar biasa. Sebab dari hadis itu tampak sekali kalau indikator orang yang beragama Islam secara dewasa adalah tidak berbohong, tidak berbohong kepada dirinya sendiri, tidak berbohong kepada keluarganya, tidak berbohong kepada hewan peliharaannya, tidak berbohong kepada tumbuh-tumbuhan sekitarnya, tidak berbohong kepada dompetnya, tidak berbohong pada pikirannya, tidak berhohong pada perasaannya, tidak berbohong kepada kehendaknya atau cita-cita hidupnya, tidak berhohong kepada cintanya, tidak berbohong kepada tetangga, tidak berbohong kepada para pejabat, tidak berbohong kepada ulama pewaris ilmu dan hikmah para Nabi, dan tidak berbohong kepada sejarah dan tidak tidak berbohong kepada Allah Swt.

Ketika pemeluk Islam, manusia yang telah betul-betul berislam tidak memberi ruang bagi satu debu kebohongan dalam hidupnya, maka dia akan menjadi manusia yang harum. Dia menjadi pengikut dan pecinta Nabi Muhammad Saw. yang sejati. Seandainya mayoritas Umat Islam memiliki kualitas dan kapasitas sebagai manusia peniru (ittiba’) dan pecinta Nabi Muhammad Saw. sebagai manusia harum seperti ini, maka dari kalangan Umat Islam yang seperti ini akan dimunculkan oleh Allah Swt. para pemimpin yang terdiri dari manusia-manusia harum. Harum badannya karena selalu makan makanan yang halal dan menyukai wewangian, harum pikirannya, harum perasaannya, harum jiwanya, harum kehendaknya, harum ilmu alamiahnya dan harum cita-citanya untuk mengajak umat Islam dan warga bangsa yang lain menuju kehidupan yang juga harum kualitasnya yang disebut dalam Al-Qur’an, baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, baladil amin, qoryah thayibah sekaligus hayah thoyyibah di mana manusia senantia bersedia menghadirkan Allah Swt. dalam setiap kesadaran dan dalam setiap spektrum penghayatannya atas hidupnya.

Dalam konteks ini sesungguhnya sekarang dan hari-hari mendatang, bangsa Indonesia sangat merindukan hadirnya manusia-manusia harum sebagai pemimpin yang bisa memenangkan masa depan. Semoga demikianlah adanya. Aamiin.

Mustofa W. Hasyim
Penulis puisi, cerpen, novel, esai, laporan, resensi, naskah drama, cerita anak-anak, dan tulisan humor sejak 70an. Aktif di Persada Studi Klub Malioboro. Pernah bekerja sebagai wartawan. Anggota Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta dan Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah DIY. Ketua Majelis Ilmu Nahdlatul Muhammadiyin.
Bagikan:

Lainnya

Perjalanan Mendampingi Mbah Nun

Perjalanan Mendampingi Mbah Nun

Membersamai Mbah Nun selama beliau beristirahat di rumah sakit, saya mengamati banyak hal terjadi di luar hal-hal medis.

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
dr. Eddot
Exit mobile version