CakNun.com

Maiyah Penangkal Petir

Reportase Kenduri Cinta edisi Januari 2022
Waktu baca ± 21 menit

“Ketika Rasulullah Saw menginformasikan Dajjal tidak akan memasuki Mekkah dan Madinah, anda jangan membayangkan informasi tersebut bersifat kuantitatif, sudah pasti informasi dari Rasulullah Saw itu bersifat kualitatif,” Cak Nun menjelaskan bahwa yang dimaksud Mekkah dan Madinah dari pesan Rasulullah Saw itu juga bisa ditadabburi bukan hanya sebatas geografis kota Mekkah dan Madinah, tetapi bagaimana kita kemudian berupaya untuk membangun nuansa Mekkah dan Madinah yang dimaksud oleh Rasulullah Saw dalam diri kita, sehingga kita tidak mudah tergoda oleh gelombang Dajjal. Dan tentu saja Mekkah dan Madinah yang dimaksud oleh Rasulullah Saw dalam pesan itu tidak sama dengan kondisi geografis serta sosial masyarakat saat ini di dua kota tersebut.

Dok. Kenduri Cinta

Menjelang tengah malam, Fahmi membuka sesi tanya jawab untuk 3 penanya dari jamaah yang hadir malam itu. Pertanyaan pertama dari Bayu mengenai sampai kapan kita di Maiyah harus bersabar untuk sampai pada peradaban yang baru, apakah memang harus hancur dulu? Cak Nun kemudian langsung merespons bahwa yang dilakuan di Maiyah itu adalah ikhtiar dalam rangka berjuang agar jangan sampai kita tidak melakukan yang Allah perintahkan kepada kita.

Kita mungkin putus asa dengan kondisi peradaban saat ini, apalagi jika berbicara mengenai Indonesia, tetapi jangan sampai rasa putus asa itu menghilangkan optimis kita terhadap rahmat Allah. Cak Nun mengingatkan bahwa Allah itu Maha Bekerja, maka salah satu wiridan kita di Maiyah adalah Yaa Fa’aal. Usaha dan daya upaya manusia itu ada batasnya, dan kita semua melakukan sebisa mungkin apa yang bisa kita lakukan. Cak Nun kembali menegaskan bahwa Maiyahan yang sudah berlangsung puluhan tahun ini juga tidak dalam rencana untuk melakukan perubahan apa-apa. Kita hanya mengupayakan kebaikan untuk bersama. “Makanya kita harus berupaya untuk terus ridla kepada Allah, sehingga Allah juga ridla kepada kita,” pungkas Cak Nun.

Pertanyaan kedua dari Kian Santang. Bagaimana agar shalat yang dilakukan itu menjadi sebuah kenikmatan dan kebahagiaan, bukan menjadi beban bagi yang melakukannya. “Yang shalat dalam dirimu, apanya yang shalat, Mas? Harus dikontekstualisasikan ke dalam dirimu,” Cak Nun mengawali respons untuk pertanyaan kedua. Lebih detail lagi, Cak Nun menyampaikan bahwa kita harus menemukan alasan untuk apa kita shalat, harus dicari muatannya yang menjadi pijakan atau niat untuk mendirikan shalat. “Sholat itu adalah rahmat Allah yang luar biasa untuk kita”, Cak Nun melanjutkan.

Cak Nun menambahkan bahwa kita sebagai manusia sudah dikasih kenikmatan luar biasa dengan perintah shalat itu sendiri, karena salah satunya kita sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw tentang tata cara sholat itu sendiri. Kita tidak bisa membayangkan jika kita disuruh mencari sendiri untuk menemukan formula yang tepat dalam melaksanakan shalat. Di Islam ada ibadah yang disebut sebagai Ibadah mahdhloh, yang tata caranya sudah ditentukan oleh Allah, diajarkan melalui Rasulullah Saw. Sementara ada juga ibadah mu’amalah yang manusia secara kreatif merumuskan sendiri tata caranya. Allah hanya memberi rumus; lakukan yang diperintahkan dan jangan lakukan apa yang dilarang.

Ditambahkan oleh Cak Nun, jika memang tidak menemukan alasan untuk shalat, maka lakukanlah shalat dalam rangka bersyukur kepada Allah. “Kalau anda ndak shalat, maka anda ndak matur nuwun sama Allah, anda ndak sungkan sama Allah. Padahal sudah dikasih oleh Allah begitu banyak kenikmatan,” pungkas Cak Nun.

Pertanyaan ketiga disampaikan oleh Endra. Apakah jika ada orang meninggal karena disantet ilmu sihir itu sama dengan ia meninggal bukan karena kehendak Allah? Cak Nun merespons, jika ada orang meninggal dan disebabkan karena kena ilmu santet, lebih baik kita berkhusnudzon bahwa Allah memang mentakdirkan orang tersebut meninggal dengan cara disantet. Karena kematian adalah salah satu rahasia Allah yang manusia tidak akan mampu mengelaborasinya, begitu juga dengan takdir Allah. Cak Nun berpesan bahwa yang bisa dilakukan oleh manusia adalah meniru dan meneladani Rasulullah Saw.

Cak Nun mencontohkan bahwa dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw saat berwudlu, ketika mengambil air dengan kedua telapak tangan, tidak ada air yang menembus sela-sela jari kemudian menetes. Air yang diambil utuh. Cak Nun mentadabburinya bahwa kita sebagai manusia dalam beriman dan berkeyakinan kepada Allah jangan sampai bocor, sehingga tidak ada dimensi atau informasi yang menyebabkan keimanan kita tidak utuh. Sehingga menyebabkan kebocoran-kebocoran ilmu mengenai iman kita kepada Allah. “Semua peristiwa yang terjadi di alam semesta ini di bawah kehendak Allah Swt,” tegas Cak Nun.

Setelah merespons 3 pertanyaan, Cak Nun pun memuncaki Maiyahan di Kenduri Cinta. Situasi yang ada saat ini tentu belum memungkinkan kita Maiyahan sampai menjelang subuh seperti biasanya. Lewat tengah malam, Kenduri Cinta edisi Januari 2022 diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh Andrean. (Redaksi Kenduri Cinta/Fahmi Agustian)

Lainnya

Exit mobile version