Maiyah Dusun Ambengan dan Rezeki Tak Disangka-sangka
Sudah berlangsung 73 edisi, Maiyah Dusun Ambengan yang bertakdzim kepada simbah guru kita semua, Emha Ainun Nadjib, dilaksanakan dengan segala dinamikanya. Terlebih dalam 2 Tahun pandemi, yang penuh dengan hal-hal baru dan bertransisi kebiasaan menjaga keseimbangan dengan prokes dan protaf.
Walaupun belum pernah berjumpa secara fisik dengan Simbah, kerinduan agar bisa berjumpa dengan Simbah dirasa begitu kuat, namun para penggiat yakin adanya ikatan batin yang saling bertautan antara Simbah dengan anak cucu beliau di Maiyah Dusun Ambengan.
Lembar awal tahun 2022 ini menjadi sebuah kegembiraan bagi para penggiat dan juga jamaah Maiyah Dusun Ambengan yang selama ini merindukan perjumpaan dengan simbah guru kita. Pada senin (24/1), Simbah berkenan menyambangi Maiyah Dusun Ambengan untuk kali pertama. Sungguh nyata kalimat Allah “wa yarzuqhu min haitsu la yahtahsib”. Seluruh penghuni dan penggiat juga jamaah Maiyah Dusun Ambengan seperti baru saja menapaki ruang imaji, nampani rezeki dari jalur yang sama sekali tak disangka-sangka, namun nyata dan wajib disyukuri bersama atas perjumpaan kerinduan dengan Simbah.
Sekira pukul 11.15 WIB, Simbah rawuh di pelataran Rumah Hati Lampung, bersama Mas Fahmi, Mas Ghandie, Mas Alay, Pakde Mus dan dulur-dulur Maiyah Bandar Lampung juga Maiyah Kenduri Cinta. Disambut oleh Cak Samsul Arifin beserta beberapa penyambut tamu. Segera beramah tamah dan berbincang-bincang di ruang depan, melepas lelah sejenak sambil menikmati kopi dan beberapa jamuan ala Desa.
Selepas makan siang, Mbah Nun menengok Pojok Baca Ambengan yang terletak di sebelah timur rumah induk. Terdapat arsip album buku koleksi karya Mbah Nun di Pojok baca Ambengan, ada pula koleksi buletin Mocopat Syafaat, buletin Kenduri Cinta, majalah Bangbang wetan dan beberapa buku kategori lain. Sekaligus Mbah Nun menorehkan tanda tangan restu terhadap khidmad berkebun jannatul Maiyah Ambengan, yang tertera di dalamnya daftar kegiatan yang telah dijalani, selama 6 Tahun berjalan sebagai wujud implementasi nilai-nilai Maiyah.
Maiyah Dusun Ambengan diutarakan oleh Cak Sul, yang di dalamnya ada beberapa kegiatan sosial seperti Monitor Artis (Komunitas Pendonor Darah Gratis), SSB ASTAMA (Sekolah Sepak Bola Asah Talenta Muda), KPK (Komunitas Penggali Kubur), hingga Musik Gamelan Jamus Kalimosodo dan WIB (Wajib Infaq Band). Ruangan Pojok Baca Ambengan, dikontribusikan bagi anak-anak lingkungan Rumah Hati dan siapa saja yang membutuhkan ruang bacaan, serta difasilitasi oleh beberapa kategori buku bacaan.
Dari Pojok Baca Ambengan, Simbah berfoto bersama penggiat Ambengan kemudian turun menuju panggung utama Maiyah Dusun Ambengan. Jamus Kalimosodo dengan nomor shalawat Asghyl mengiringi Mbah Nun ke panggung. Seketika Simbah merespons turut melantunkan shalawat Asghyl dengan microphone dan mengajak seluruh jamaah bershalawat. Tampak rona wajah senang, haru dari bahasa tubuh dan luapan cinta kasih serta aura kebahagiaan dari para jamaah Ambengan bisa bermuwajjahah dengan Simbah. Sangat spesial dapat bersilaturahmi langsung secara fisik dengan Simbah dalam forum sederhana di sudut Dusun IV Desa Margototo, Lampung Timur pada edisi ke 74 siang itu.
Cuaca siang itu cukup panas terik, namun tak menjadi persoalan sama sekali bagi jamaah Maiyah Ambengan, semua cair menjadi satu dalam ruang rindu kepada Simbahnya. Bersama-sama dengan sabar dan ikhlas menerima guyuran ilmu apa dari Mbah Nun. Kelakar-kelakar ala Maiyah disajikan pula oleh Simbah, dengan beberapa kali disambut gelak tawa seluruh Jamaah.
“Ojok Sampek kowe kabeh gak bahagia yo, rek,” lambaran pembuka awal dari Simbah. Dalam kerinduan Simbah kepada anak-cucu Maiyah, dikira 2 tahun terakhir pandemi ini menjadi atmosfer paranoid dan menggugurkan ketangguhan anak-cucu Maiyah dalam kehidupan dan penghidupan sehari-hari. “Nyotone kowe kabeh bahagia to, sehat to?” tanya Mbah Nun pada jamaah. Serentak mengiyakan dan tertawa lepas.
Dengan begitu, menurut Mbah Nun tak ada kemungkinan lain selain kita senantiasa bersyukur kepada Allah. Jangan sampai kita nggresulo ataupun merancang dan merangkai alasan untuk tidak bersyukur atas hidup ini. Di tengah acara, Simbah mengajak jamaah yang hadir untuk sama-sama melantunkan nomor doa Hasbunallah wa ni’mal wakil. Stimulus vokal simbah seketika mengkhusyukkan nuansa spiritual ruang Ambengan. Tampak jamaah khidmat turut bershalawat, sempat merinding bahkan terlihat beberapa jamaah berkaca-kaca saat bershalawat bareng Simbah.
Pak Giyanto asal Jabung-Lampung Timur juga merefleksikan kisah hidup beliau yang seorang pendeta namun sangat akrab dengan Maiyah. Kisah hidup yang penuh liku hingga terjerembab di balik jeruji besi hingga pendampingan-pendampingan yang beliau abdikan kepada golongan tertindas membuatnya terus belajar untuk menjadi manusia merdeka. “Cak Nun adalah inspirasi, dengan cerita hidup yang beliau alami dan rasakan, sudah sangat pantas bagi saya dan kita semua untuk terus belajar menjadi manusia merdeka, seperti Cak Nun, ” pungkas Pendeta Giyanto yang juga sahabat dari Mbah Toto Rahardjo ini.
Keasyikan bermaiyah terus berlanjut hingga pukul 16.15 WIB. Acara diakhiri dengan pembacaan bersama-sama jamaah surat Al-Qadar dipandu oleh Kiai Maksum Pengasuh PP Jolosutro, serta dikawal Simbah dengan membacakan surat An-Nur: 35 serta dipungkasi Al-Fatihah bersama-sama. Garam pun berada di tengah, sebagaimana dawuh simbah, bahwa Setiap Maiyah Ambengan disiapkan garam. Semoga dapat menjadi wasilah bagi keberkahan semua.
Salam salim teruntuk Simbah dari kami anak cucu cicit Maiyah Ambengan di sudut Dusun Desa Margototo, Metro Kibang, Lampung Timur. (Angger dan Arianto/Red. Maiyah Ambengan)
Margototo, 26 Januari 2022