Maiyah Cahaya Zaman, Samudera Kebijaksanaan
Maiyah merupakan hadiah dari Allah yang hadir di tengah hiruk pikuk pengapnya permasalahan bangsa. Maiyah hadir sebagai cahaya di tengah gelap gulitanya hati dan pikiran para pemuda dan masyarakat yang memiliki kesadaran akan realitas pergolakan zaman, ketimpangan sosial ekonomi, serta kemerosotan moral dan budaya.
Sebagaimana cahaya yang bersifat menerangi, dengan cinta Mbah Nun di Maiyah memeluk dan membersamai masyarakat dan anak muda yang mengalami disorientasi, kebingungan, tersingkirkan, dan tergilas roda zaman. Menerangi gelapnya hati mereka dengan cinta ilahiyah, dan menerangi gelapnya pikiran mereka dengan konsep pemikiran yang menuntun masyarakat dan anak muda untuk membangun konstruksi berpikir yang seimbang dalam menghadapi segala kekacauan sosial, agar mampu mengkhalifahi diri mereka untuk tetap menjadikan Allah Swt. dan Muhammad Saw. sebagai hulu-hilir kehidupan.
Maiyah juga merupakan samudera kebijaksanaan bagi siapapun yang hadir dan duduk menyimak pembahasan di majelis ini. Ud`u ilaa sabiili rabbika bil hikmah merupakan ayat yang berisikan perintah Allah Swt yang secara gamblang berlandaskan fi`il amr (kata perintah), untuk mengajak kepada meniti jalan ilahiyah dengan metode kebijaksanaan, persuasif, dan cinta. Di Maiyah segala halnya amat menyenangkan dan mudah diterima, sebab di Maiyah tidak ada hal yang terlepas dari kebijaksanaan, di mana kebenaran dan kebaikan bukan dibenturkan atau dipaksakan tetapi dibijaksanai.
Maiyah merupakan cahaya benderang zaman yang memancar ke seantero bumi Nusantara bahkan dunia. Cahaya Maiyah memancar menerangi setiap sudut kehidupan para suluk yang mencari hakikat kehidupan. Hanya di Maiyah kita mendapati ruang publik paling merdeka, pintu ijtihad yang paling luas, aman, dan kreatif. Melalui maiyah anak-anak muda dan masyarakat menerima sedekah cinta berupa pelok (biji) dari Mbah Nun untuk ditanam, dan diolah tanahnya, kemudian disirami, dan dijaga dari hama-hama, dan maling-maling, kemudian setelah tumbuh dan bisa dipetik, lalu disuguhkan kepada masyarakat dan Indonesia.
Mbah Nun selalu mempertegas agar anak-anak Maiyah menjadi manusia yang mandiri yang merdeka dari kebiasaan makanan siap santap, tetapi harus dengan melalui berbagai proses ikhtiar yang dinamis sehingga mampu mengolah pelok yang diberikan Mbah Nun menjadi buah yang tentu hasilnya akan berbeda-beda bagi setiap orang yang menanamnya, tergantung tingkat keistiqamahan dalam menjaga dan merawat pelok itu.
Di Maiyah segala sesuatunya dibahas hingga ke akar yang paling dalam. Mbah Nun selalu menerangkan epistemologi suatu kata sehingga kata itu menjadi luas dan sesuai. Sehingga, Maiyah menjadi cahaya bagi gelapnya makna suatu kata yang belakangan banyak diselewengkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Sehingga idiom radikalisme, fundamentalisme, jihad, khilafah dan istilah lainnya yang selama ini selalu didefinisikan secara sempit bahkan negatif dan selalu dikaitkannya idiom ini dengan Islam, tetapi idiom tersebut menjadi hal yang mendasar dan positif di dalam konteks Maiyah.
Tulisan ini merupakan kilatan redup daripada cahaya zaman itu sendiri dan setetes daripada air samudera kebijaksanaan Maiyah. Sebagaimana cahaya dan samudera, Maiyah tak terbatas.