Lingkaran Dinding
Lewat saluran yang mana dan dengan kejelasan proses yang bagaimana, tak kutahu, tapi sekarang ini aku sampai di sini. Lingkaran dinding yang gelap. Tak sebuah pintu atau sebuah lubang pun kujumpai di arah segala arah. Aku dibungkus kegelapan yang hampir mutlak yang melenyapkan fungsi mataku. Dinding itu hanya kubayangkan ada, sebab ia sama hitamnya dengan ruang yang dilingkupinya. Sesaat aku merasa terjebak dan terasa ada tangan keras yang mencengkeram isi dadaku. Napasku tersekat. Diriku sendiri hanya mampu kubayangkan dan tak mungkin kupandang. Sesaat kemudian aku merasa ditekan oleh dinding raksasa yang lain yang bagaikan hendak menenggelamkanku tembus ke dalam bumi. Aku menahankan tubuhku dan mencoba menoleh ke atas. Ternyata jauh di atas sana, kulihat cahaya melintas entah dari arah mana dan ke arah mana.
Cabaya itu amat menggiurkanku. Amat merangsang keinginanku untuk mencapainya. Tetapi demi Tuhan aku tidak akan pernah berdoa kepada-Nya agar aku diberi-Nya kemampuan untuk mencapai cahaya itu. Seperti juga aku tidak menyesal atau kaget lebih lama berada di dalam kegelapan ini. Silahkan. Silahkanlah. Bawa dan seret aku ke mana pun sekehendakmu. Lemparkan aku ke pusat gelombang laut yang dahsyat. Dorong aku ke bawah agar aku digulung-gulung, dilumat dan dihancurkan. Campakkan aku ke tengah hutan yang pepat dengan lilitan-lilitan tumbuhan beracun, agar darahku dihisap tanpa sedikitpun bergerak atau mengaduh. Bantinglah tubuh lunglaiku ke pohon-pohon raksasa di hutan itu. Kemudian lemparkan ke atas, melayang-layang diterbangkan angin tanpa harga. Atau masukkan aku ke arus sungai yang kotor dan kumal dan bau. Masukkan kotoran-kotoran itu ke mulut dan hidungku bahkan segala lobang tubuhku. Silahkanlah sesukamu. Lakukan segala yang kau kehendaki atas segala sesuatu yang memang berada di gengaman kekuasaanmu. Sekarang pepatkanlah sesukamu kegelapan ini. Remaslah aku dengannya. Aku tidak akan menolak apapun. Aku tidak akan mengeluh karena apapun. Dan aku tidak akan sudi kalah oleh apapun.
Cuma maafkan kalau aku berdiam diri sejenak. Aku mengenang Bapak Ibu, saudara-saudara dan sahabat-sahabatku, yang terdekat, tetapi yang berada jauh di luar dinding ini. Aku toh tetap tersenyum pada mereka, berkata-kata dan tertawa-tawa dengan mereka. Sampai kapanpun akan kupelihara itu semua sebab sekali-kali tak akan kuseret seorang pun untuk ikut masuk menemaniku di dalam kurungan dinding gelap ini. Lingkaran ini adalah dunia yang melingkupiku, tetapi tak mustahil ia hanyalah bagian kecil saja dari semesta diriku. Kenapa tidak. Silahkan segala gunung yang ada di bumi ini meletus dan segala lautan serta sungai melumbarkan banjir airnya. Tetapi aku tidak akan hancur. Aku akan hanyut atau tenggelam olehnya. Aku berdiri tegak di atas segala keadaan apapun yang bisa dan mungkin terjadi. Tidak ada apa-apa di dunia ini. Tidak ada soal yang bisa menyerimpung ketegakan itu. Tidak ada apa-apa dalam hidup ini yang bisa kau pilah-pilahkan, untuk kau benci atau kau cintai. Tidak ada baik atau buruk. Tidak ada senang atau sedih. Tidak ada nasib sial atau nasib untung. Tidak ada kodrat buruk dan kodrat rahmat. Tidak ada melapetaka atau rejeki. Kenapa tidak. Aku merasakan hidup ini sebulat-bulatnya tanpa membagi ruang, jaringan-jaringan atau pemotong-pemotongan waktu. Segalanya merupakan kesatuan, kebulatan dan keutuhan yang kau bisa telan tanpa merasakannya manis atau pahit.