CakNun.com

Lautan Jilbab (3/3)

Bagian Tiga (selesai)
Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 5 menit

MUSIK MENGHENTAK. DUA LELAKI UNDUR.
MUSIK BERIKUTNYA MELATARI SUARA.

PENYAIR :
Bintang-bintang berbincang di antara mereka:

* :
sebegitu pentingkah jilbab di negeri itu?

= :
sama pentingnya dengan para pengemis, para gelandangan, orang-orang tersingkir ke pinggiran nasib, anak-anak manusia yang dijadikan alas kaki sejarah!

* :
tanda apa gerangankah jilbab di negeri itu?

= :
tanda bahwa alam tak akan pernah benar-benar takluk oleh pedang-pedang peradaban manusia! Bahwa alamnya manusia tak akan pernah bersungguh-sungguh tunduk terhadap kecerdasan dan kelicikan tuan-tuannya!

* :
arys apa gerangankah jilbab di negeri itu?

= :
arus di tengah arus, arus menerobos arus, arus yang mengajari batu-batu dan kerikil untuk bergerak!

MUSIK MENGALIR. SUARA PARA JILBAB MENGALIR.

PARA JILBAB PERLAHAN BERDIRI BERGERAK, MENUJU PANGGUNG-1.

PARA LELAKI DENGAN KEPALA TUNDUK MENGIKUTI DI BELAKANG MEREKA.

PENYAIR :
Bintang-bintang berbicara wantah
Jilbab ini bahasa politik, ungkapan agam dan gambar wajah kebudayaan kami
Jilbab ini lagu sikap kami, tinta keputusan kami, langkah dini perjuangan kami
Jilbab ini surat keyakinan kami, jalan panjang belajar dan pencarian kami
Jilbab ini percobaan keberanian di tengah ketakutan
Percikan cahaya di tengah kegelapan
Alotnya kejujuran di tengah tradisi kelicikan
Sabarnya kelembutan di tengah hari-hari brutal
Telanjangnya kebersahajaan di tengah lagak kemunafikan
Jilbab ini, jilbab ini, usaha perlindungan ala kadarnya dari segala sergapan-sergapan

MUSIK DAN SUARA JILBAB MENGERAS.

PELAN KEMBALI.

JILBAB-1 :
Dunia entah macam apa, menyergap kami
Sejarah entah di tangan siapa, menjaring kami
Kekuasaan entah dari nafsu apa, menyerimpung kami
Kerakusan dengan ludah berbusa-busa, mengotori wajah kami
Langkah kami terhadang, kaki kami terperosok di pagar-pagar jalan protokol peradapan ini!

JILBAB-2 :
Buku-buku pelajaran memakan kami
Tontonan dan siaran melahap kami
Iklan dan barang-barang jualan menggiring kami
Panggung dan meja-meja birokrasi mengelabuhi kami
Mesin pembodoh kami sangka sekolah
Ladang-ladang peternakan kami sangka rumah ibadah
Mulut kami dibungkam, mata kami menangis darah

JILBAB-3 :
Hidup ialah mendaki pundak orang-orang lain
Hari depan ialah menyuap, disuap, menyuap, disuap
Kalau matahari terbit, kami sarapan janji
Kalau matahari mengufuk, kami dikeloni janji
Ketika pagi bangkit, kami ditidurkan
Ketiga hari bertiup, kami dininabobokan

JILBAB-4 :
Tak ada perlindungan bagi kepala kami yang ditaburu oleh virus-virus
Tak ada perlindungan bagi akal pikiran kami yang dibonsai
Tak ada perlindungan bagi hati nurani kami yang dipanggang di atas api congkak kekuasaan yang halus, sopan dan kejam
tak ada perlindungan bagi iman kami yang dicabik-cabik dengan pisau –pisau beracun
tak ada perlindungan bagi kuda-kuda kaki kami yang digoyahkan oleh keputusan-keputusan sepihak yang dipaksakan
tak ada perlindungan bagi akidah kami yang ditempeli topeng-topeng, yang dimanipulir, yang dirajam oleh rumusan-rumusan memabukkan
tak ada perlindungan bagi padamnya matahari hak kehendak kami yang diranjau
tak ada perlindungan, tak ada perlindungan
dan itulah sebab lahirnya jilbab-jilbab kami!

MUSIK MAKIN MENGGELOMBANG DAN MENEGANG. PARA JILBAB BERDZIKIR. DAN BERGERAK-GERAK. PARA LELAKI. BERBARIS TINDUK DI BELAKANGNYA. BAPAK MUNCUL DARI MEREKA, MAJU, BERTERIAK.

BAPAK :
Jadi kalian ini sungguh-sungguh, anak-anakku! Kini aku mengerti yang lebih cerdas dari pikiran! Yang lebih lembut dari perasaan! Yang lebih kelam dari jiwa paling dalam!

DUA LELAKI MAJU.

LELAKI-1 :
Aku menyaksikan rahasia mengucapkan kata-kata!

LELAKI-2 :
Aku mendengar sunyi bersuara!

DUA MALAIKAT TERTAWA MELENGKING ANEH BAGAI HANTU.

MALAIKAT-1 :
Allah tidak main-main! Allah tidak pernah bermain-main! Atau setidaknya Allah selalu bersungguh-sungguh dalam permainannya!

MALAIKAT-2 :
Matahari yang bangkit di setiap pagi sesungguhnya tak pernah sama! Namun kekuasaan yang tenggelam di waktu senja adalah nafsu dan kerakusan yang tak berbeda.

PARA JILBAB TERUS BERDZIKIR.

BAPAK, DUA LELAKI DAN DUA MALAIKAT BERTEMPAT DI WILAYAH YANG SAMA, DISUSUL OLEH PENYAIR. SEMENTARA DZIKIR PARA JILBAB MAKIN BERGETAR.

PENYAIR :
Lihatlah anak-anak muda menyarungkan keyakinan di kepala mereka!

Menyarungkan pilihan, keputusan, keberanian dan istiqomah di hati nurani mereka! Di seluruh jiwaraga dan kepribadian mereka! Di seluruh jiwa raga dan kepribadian mereka!

Hai jilbab-jilbab kebudayaan! Jilbab-jilbab politik! Jilbab kain dan rohani! Jilbab anugerah ilahi rabbi!

DZIKIR PRA JILBAB MERENDAH, NAMUN TAK BERKURANG TAKARANNYA.

PENYAIR :
Lihatlah anak-anak sejarah belajar menapak dalam irama
Mencari tahu bagaimana tak tergesa-gesa
Bagaimana tak melompati waktu dan batas kenyataan
Bagaimana bernafas setarikan demi setarikan
Selangkah demi selangkah, hikmah demi hikmah, rahasia demi rahasia, kemudian kemenangan demi kemenangan
wahai! Anak-anak tiri peradaban
anak-anak jadah kebudayaan dan kemajuan
sedang menghimpun akal sehat
menabung hati bening
menerobos ke masa datang yang kasat mata
wahai! Lautan jilbab!
Gelombang-gelombang
Luka pengembaraan
Yang tak mungkin bisa dihentikan!

DZIKIR PARA JILBAB MENAIK, MENEGANG, MENGGIGIL. MUSIK MENDORONG GETARANNYA. TATA CAHAYA MENEGASKANNYA.

QIRO’AH “wa qul jaa-al haqqu fazahaqol baathil, innal baathila kaan zahuuqa!” MENGGEMA MERONTA-RONTA DALAM NADA TINGGI.

SELURUHNYA MENYATU, MENCAPAI TITIK EKSTASE ROHANI. MUSIK MENGHENTAK DAN LAMPU PADAM.

Yogyakarta, 16 Juli 1988

Lainnya

Lautan Jilbab (1/3)

Lautan Jilbab (1/3)

Ada dua sebab. Pertama, laki-laki itu penuh imajinasi. Makin kalian tutup tubuh kalian, imajinasi laki-laki makin menjadi-jadi. Dan apa yang bisa menghalangi imajinasi? Meskipun kalian masing-masing pakai celana terbuat dari besi dan gembok dengan gembok pabrik, imajinasi tetap mampu menembus!

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

Topik