Lautan Jilbab (1/3)
PARA JILBAB SUDAH DUDUK DI PANGGUNG-2. SEORANG DARI MEREKA MENGHADAP KE TEMAN-TEMANNYA. FOKUS BERALIH KEPADANYA.
JILBAB-1 :
He teman-teman! Apakah kita berada di padang Mahsyar?
PARA JILBAB :
Tidak! Tidak! Tidak!
JILBAB-1 :
Jadi di mana?
JILBAB-2 :
Di bumi!
JILBAB-3 :
Di dunia!
JILBAB-4 :
Dalam realitas!
JILBAB-5 :
Boleh saya kemukakan di mana kita berada?
PARA JILBAB :
Ta boleh! Kemukakan saja! Di sini bebas! Di panggung ini siapa saja boleh omong! Bebas mengemukakan pendapat! Memangnya kamu tidak terbiasa bebas ya?
JILBAB-5 :
Baik, baik. Dengarkan.
Kita ini di bumi. Di dunia. Di tempat di mana rahasia belum disingkap, di mana hijab belum dikelupas dan takbir belum dikuakkan.
Kami, jilbab-jilbab ini, belum lagi berada di padang penantian sunyi senyap yang bernama Mahsyar…
JILBAB-1 :
Tapi dunia tempat kita ini juga sunyi senyap!
JILBAB-2 :
Kelihatannya ramai tapi sepi. Kelihatannya riuh rendah tapi sunyi. Kelihatannya gegap gempita tapi senyap.
JILBAB-5 :
Itu terserah anggapan masing-masing. Yang penting kita sekarang ini berada di alam nyata…
JILBAB-3 :
Apakah padang Mahsyar bukan alam nyata?
JILBAB-5 :
Jangan banyak tanya seperti mahasiswa! Yang saya maksud dengan alam nyata itu ya ini, ini, itu dan itu. Jalanan kota-kota. Petak desa-desa. Rumah-rumah kampung. Pasar. Beranda masjid. Kantor. Ruang-ruang sekolah….lihatlah! jilbab-jilbab bertaburan di tempat-tempat itu…
JILBAB-4 :
Dengarkanlah juga hasil karya saya…
Mereka lahir entah dari rahim ibu mana. Mereka menyusup ke tengah desakan-desakan sejarah yang sesungguhnya ta menghendaki kelahiran mereka.
Coba dong amati baik-baik!
Jilbab-jilbab ini belum lagi bersemayam di padang cinta kasih dengan warna warni fatamorgana dan bebauan mimpi. Mereka meringkuk di tengah jepitan, tindihan, cekikan, tekanan yang tak habis-habisnya. Namun tak habis-habisnya juga mereka berusaha melesat dari itu semua.
JILBAB-1 :
Lho lihat itu! Jilbab-jilbab yang penuh bobot cinta membungkus rambut, tubuh sampai ujung kakinya
ada yang nekad dan menguakkan kabut sejarah yang menilang
dan menghalanginya
ada yang hanya sibuk berdoa-doa saja
ada yang gegap gempita merundingkan bagaimana membelah sang waktu di hadapannya
ada yang sibuk merenungkan warna dan model jilbab mana yang paling ceria dan trendy
ada yang berduyun-duyun menyerbu daerah-daerah gelap yang disembunyikan oleh para tetua mereka
ada yang sekedar bergaya, ada yang memberontak, ada yang menghabiskan waktu untuk bercandaria
belaka, ada yang rajin kencan untuk jalan-jalan keliling diboncengkan pacarnya.
SEBUAH MUSIK RIANG MENGHENTAK, SESUAI DENGAN SUASANA RIANG DAN SUASANA KEBERSAMAAN SELAMA DIALOG PARA JILBAB ITU.
KEMUDIAN, MUSIK DAN CAHAYA, MENGANTARKAN SUASANA ITU KE FOKUS PENYAIR.
PENYAIR :
Ketika itu alam terkesiap
Ruang dan waktu terkesiap
Seluruh matahari, seluruh planet dan satelit
Seluruh partikel-partikel dan kehampaan
Menahan nafas
Menatapi hamparan ummat allah
Wajah bermilyar-milyar manusia yang tegang, berdiri ngungun
Antre di belakang panggung idolanya masing-masing
Para Nabi telah menjelma menjadi cahaya-cahaya
Sementara sekian panutan manusia
Tercampak menjadi batu-batu berhala
Sementara lautan jilbab, lautan jubah, samudera putih
Berdzikir, bergaung, bagai merontokkan bintang-bintang dari tangkainya
PARA JILBAB MENUNDUK DAN MENGGEREMANG :
Astagfirullahal’adhim!
PENYAIR :
Memohon ampun atas segala dosa.
PARA JILBAB :
Astagfirullahal’adhim!
PENYAIR :
Menginsyafi tembok pengap kebodohannya.
PARA JILBAB :
Astagfirullahal’adhim!
PENYAIR :
Menyesali kekhilafan-kekhilafannya.
PARA JILBAB :
Astagfirullahal’adhim!
PENYAIR :
Mengutuki buta mata dan tuli telinganya.
PARA JILBAB :
Astagfirullahal’adhim!
PENYAIR :
Meratapi lubang-lubang keterjebakannya.
PARA JILBAB :
Astagfirullahal’adhim!
PENYAIR :
Menangisi lumut-lumut dalam jiwanya.
PARA JILBAB :
Astagfirullahal’adhim!
PENYAIR :
Meluluhkan berhala-berhala yang ditumpuknya.
PARA JILBAB :
Astagfirullahal’adhim!
Astagfirullahal’adhim!