Lautan Jilbab (2/3)
MUSIK YANG SEJAK SEMULA MELATARI SUARA PENYAIR, MEMBERI PUNCAK.
FOKUS BERALIH KEMBALI KE DUA MALAIKAT.
MALAIKAT-1 :
O, ternyata belum. Belum kiamat. Suara terompet tadi itu Cuma tanda pergantian paket jaga di galaksi sebelah sana.
MALAIKAT-2 :
Sejak semula aku sudah tahu itu bukan terompet hari akhir. Aku kenal persis watak Tuhan.
MALAIKAT-1 :
Apa itu?
MALAIKAT-2 :
Amat suka berteka-teki.
MALAIKAT-1 :
Tidak. Beliau tidak pernah berteka-teki. Bagi beliau segalanya jelas dan gamblang. Kita saja yang tak segera tahu dan tak belajar tahu.
MALAIKAT-2 :
Lho, kenapak tak langsung dikasihtahukan saja semua ini kepada makhluk-makhluk beliau? Apa repotnya?
MALAIKAT-1 :
Ssst! Ingat kedudukanmu. Malaikat dilarang bertanya. Pekerjaan Malaikat Cuma satu: mengerjakan perintah Tuhan.
MALAIKAT-2 :
Manut saja terus?
MALAIKAT-1 :
Ya, manut sama Tuhan itu kan enak.
MALAIKAT-2 :
Tapi bisa jadi tidak kreatif!
MALAIKAT-1 :
Kreatifitas itu kan urusan manusia. Juga jilbab-jilbab itu. Kalau mereka kreatif, mereka bisa mencapai sorga. Kalau tidak, ya mampir neraka dulu. Sedangkan kita tak usah pusing: kita kan pengelola, kita kan panitia sorga dan neraka.
MUSIK.
FOKUS BERALIH KE PENYAIR.
PENYAIR :
Aku mendengar dari mulut sejarah
Jilbab itu furqon
Pembatas antara haq dan bathil
Jarak antara keindahan dan kebusukan
Pembeda baik buruk
Pemilah pilihan-pilihan yang harus diambil
MUSIK.
FOKUS BERALIH KE MALAIKAT YANG TERTAWA.
MALAIKAT-1 :
Mana mungkin. Mana mungkin.
Di negeri itu wajah manusia terbelah
Darah mereka bercampur oli pabrik dan ludah setan
MALAIKAT-2 :
Jiwa mereka sakit demam
Sukma mereka pilek
MALAIKAT-1 :
Nilai-nilai larut satu sama lain
Keyakinan gampang ditawar
Makna bertopeng-topeng
MALAIKAT-2 :
Iman mereka pingsan berpuluh-puluh tahun
Aqidah mereka sakit kudis
MALAIKAT-1 :
Keberanian digadaikan
Kepercayaan diloakkan
Ayat-ayat suci dijual eceran
MALAIKAT-2 :
Sedangkan sang asas tunggal sedemikian sakti
MALAIKAT-1 :
Asas tunggal sedemikian sakti, sakti itu mandraguna, guna itu pelawak Ngayogyakarta
MALAIKAT-2 :
Pantunmu mulai anarkhis…
MALAIKAT-1 :
Ini serius. Jangan main-main sama asas tunggal. Jangan dumeh kepada Pancasila. Coba sebut falsafah dan ideologi negara lain yang sanggup melampaui kecanggihannya! Lha wong Tuhan saja itu Cuma bagian lho dari Pancasila. Tuhan itu anggota pertama. Bukan sebaliknya. Pancasila bukan bagian dari Tuhan. Ndak ada itu. Seperti juga agama, itu bagian dari Pancasila. Agam itu salah satu lajur dari formulir administrasi Pancasila. Jadi Pancasila itu di atas segala-galanya. Lihat saja di masjid-masjid tertentu: kan di atasnya ada kubah, di atas kubah itu ada tulisan Allah dikurung dalam segi lima.
MALAIKAT-2 :
Weh, ampuh ya? Tuhan kok dikurungi?
MALAIKAT-1 :
Apa salahnya? Kamu tak paham yang namanya politik manusia sih! Kubah dan sangkar Tuhan tadi Cuma perlambang. Cuma retorika politik yang diungkapkan lewat bahasa tupa. Namanya juga politik. Politik itu selalu bersungguh-sungguh, maksud saya: bersungguh-sungguh dalam menerapkan nilai yang sebenarnya tidak bersungguh-sungguh.
MALAIKAT-2 :
Ruwet-ruwet.
MALAIKAT-1 :
Kamu sih, korban depolitisasi! Begini lho. Politik itu bener-bener, tapi cara berpolitik haruslah oportunistik.
MALAIKAT-2 :
Apa lagi itu?
MALAIKAT-1 :
Artinya, harus munafik, Dul!
MALAIKAT-2 :
Lho kok harus munafik bagaimana?
MALAIKAT-1 :
Kalau kamu berpolitik tidak munafik, itu namanya gendheng. Kamu akan cepat terlempar dari orbit.
MALAIKAT-2 :
Jadi harus pandai berpura-pura?