CakNun.com

Latihan Berbudaya serta Gembira Bersama Mbah Nun, KiaiKanjeng, dan Abah Kirun

Amin Ungsaka
Waktu baca ± 4 menit

Dalam Sinau Bareng tadi malam di Simpang Lima Gumul Kediri, Mbah Nun mengatakan kita harus senang, gembira, dan bahagia. Di Maiyahan pria dan wanita tidak dibedakan, sebab di Maiyahan yang dipandang adalah manusianya. Bukan pria maupun wanitanya. Maiyahan yang utama adalah Sinau Bareng mencari yang terbaik bagi hidup kita.

Ribuan masyarakat Kediri duduk rapi, terfokus ke depan dalam Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di Simpang Lima Gumul Kediri.

Mengenai tema Sinau Bareng “Muda, Merdeka dan Berbudaya”, Mbah Nun menyampaikan pemahamannya bahwa budaya itu budidaya untuk menyelamatkan manusia. Yang disebut budaya itu, misalnya kita membuat masjid yang menjadi tempat untuk shalat.

Budaya itu alat yang membuat manusia ajur-ajer maslahat sesama manusia.

Mas Doni, Mas Patub dan Mas Yoyok mengambil posisi yang dibagi menjadi 3 kelompok. Mas Doni memimpin jamaah sektor kanan panggung dan dalam kesepakatan jamaah menamakan kelompoknya kreco. Mas Patub memimpin sektor kiri panggung dan menamakan kelompoknya jemblem. Mas Yoyok sektor tengah panggung memimpin kelompok yang menamakan dirinya Rondo Royal.

Patub Letto, bergembiara dalam Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di Simpang Lima Gumul Kediri.
Foto: Adin (Dok. Progress)

Sebelum diminta bernyanyi bersama, Mbah Nun bertanya kepada masing-masing kelompok, musuhan atau tidak? Karena selama ini kebanyakan orang bersaing untuk saling mengalahkan. Pada khasanah Islam, ada yang namanya Fastabikhul Khairat, bersaing boleh asal demi kebaikan bersama. Jika merujuk pada khasanah Islam tersebut, boleh berlomba, asal saling mencerdaskan dan memajukan Indonesia bersama, bukan saling menjatuhkan.

Nomor Kodok Ngorek, Kring-kring, lihat kebunku dinyanyikan bersama masing-masing kelompok. Semua kelompok yang telah dibagi sesuai nama dan jatah nomor yang dinyanyikan, bernyanyi sesuai komando ritme masing-masing pemimpinnya, sambil mengayunkan gadget dengan flashlight yang telah menyala.

***

Pada Sinau Bareng bertemakan Muda, Merdeka dan Berbudaya ini, KiaiKanjeng mengatakan, musik yang dibawakan KiaiKanjeng untuk mengiringi jamaah bernyanyi sesuai nomor jatah kelompoknya, itu ibarat negara Indonesia, sedangkan kelompok itu ibarat rakyat, di dalam perbedaan nama dan nomor yang dinyanyikan, harapan Mbah Nun dan KiaiKanjeng menilai masing-masing kelompok, tetap bisa selaras sesuai tujuan mashlahat kita semua atau tidak.

Sebenarnya latihan bernyanyi yang dibagi menjadi tiga kelompok tersebut adalah latihan pemahaman budaya “Manunggaling Kawula lan Gusti” yang diwariskan leluhur kita. Manunggaling kawulo lan Gusti, menurut Mbah Nun adalah di dalam hati pemerintah harus ada rakyat dan Allah dalam setiap kebijakan yang diambil, supaya mashlahat. Kita tidak bisa melangkah tanpa rakyat menjadi pertimbangan utama pemerintah dalam mengelola negara, sebab Allah akan marah. Karena Allah bersemayam di hati rakyat.

Bergembiara dalam Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di Simpang Lima Gumul Kediri.
Foto: Adin (Dok. Progress)

Mas Hanindhito Himawan Pramana, Mas Bupati kediri, bertanya kepada kepada jamaah, apakah semua yang datang marem datang pada Sinau Bareng dan KiaiKanjeng tadi malam? Mas Bupati mengaku bahwa tidak banyak yang bisa beliau sampaikan, cukup melihat jamaah yang datang bisa gembira, hati Mas Bupati sudah marem.

Mas Bupati hanya menyampaikan bahwa pada umur kurang lebih 30 tahun, Mas Bupati bisa menjadi bupati itu hal yang lumrah, tetapi pada umur 70 tahun beliau belum tentu bisa seperti Mbah Nun yang dapat menuturi bupati, Jamaah Maiyah, serta segala segmen pemerintah yang membutuhkan masukan dari Mbah Nun. Jamaah Maiyah seharusnya bersyukur bisa ditemani Mbah Nun untuk Sinau Bareng untuk mempersiapkan diri menjadi pemimpin dan manusia Indonesia.

KiaiKanjeng sendiri menurut Mbah Nun, mencoba membaca Indonesia yang kaya-raya akan budaya dan khasanah dari segi musik sampai ilmu hidup.

Maka untuk menunjukkan bentuk kekayaan Indonesia, KiaiKanjeng membawakan nomor One More Night dari musik Barat, yang dimainkan dengan perpaduan alat musik Jawa: Gamelan termasuk kendang dan suling di dalamnya, dengan alat musik modern: Keyboard, Biola, Gitar, Bass, Drum.

Semua alat musik saling mengisi perannya, sehingga terdengar sangat apik dan indah dibawakan dalam memainkan nomor One More Night yang diteruskan nomor Cublak-cublak Suweng, Gundul-gundul Pacul serta Beban Kasih Asmara. Pada nomor Beban Kasih Asmara, beberapa jamaah naik ke panggung untuk berjoget bersama, jamaah yang lain menikmati jogetan jamaah yang naik ke atas pamggungg itu dengan sesekali tertawa, karena unik dan lucunya cara mereka berjoget.

Merespons Jamaah Maiyah yang berjoget, Mbah Nun berpendapat, berjoget tidak masalah untuk tujuan kebahagiaan, asal bukan untuk tujuan dlodok dan porno aksi. Sebab Mbah Nun berharap Kediri menjadi contoh masyarakat berjoget untuk bergembira bersama.

Abah Kirun juga hadir di Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di Simpang Lima Gumul Kediri.
Foto: Adin (Dok. Progress)

Di sela-sela acara, Abah Kirun, pelawak legendaris kelahiran Madiun itu, turut menorehkan warna kegembiraan kepada Jamaah Maiyah. Abah Kirun membuka acara dengan ungkapan rasa takjub kepada Jamaah Maiyah yang berasal dari berbagai daerah namun bisa hadir pada sinau kegembiraan, atau Abah Kirun sendiri mengistilahkan latihan ke surga. Salah satu caranya dengan bergembira.

Abah Kirun ingin datang ke Sinau Bareng karena menurutnya, Maiyah tidak butuh beliau, beliau yang butuh Maiyah. Sebab Maiyah itu bisa menerima apa dan siapa saja. Maiyah menurut Abah Kirun, bertujuan surga karena mau menerima siapa dan apa saja untuk diajak saling mencintai apa dan siapa saja di Indonesia ini.

Abah Kirun juga turut menyumbangkan suaranya dengan membawakan nomor Campurasari, Yen ing Tawang Ana Lintang.

Perihal tajuk yang salah satunya mengajak berbudaya, Abah Kirun menyampaikan keresahannya karena pada masa modern ini, sudah hilang budaya dongeng, budaya menceritakan legenda sejarah dan tokoh nenek moyang kita. Budaya dongeng itu hilang digantikan dengan budaya gadget yang kurang dibijaksanai. Hanya di Maiyahan, yang tetap mempertahankan dongeng memceritakan sejarah dan tokoh nenek moyang bangsa Indonesia.

Abah Kirun menyanyikan beberapa nomor lagu, salah satunya Rek Ayo Rek. Jamaah yang mendengarkan Abah Kirun bernyanyi, ikut bernyanyi bersama beliau. Yang diakhiri bershalawat bersama. Dengan diselingi syi’ir yang dikarang oleh Abah Kirun sendiri.

Ono kembang
kembange pari
Bengi iki ono Kediri
nyambung roso lan silaturahmi

Ada salah satu pesan penting dari Mbah Nun kepada Jamaah Maiyah. Mbah Nun mengajak kita untuk mampu bersyukur di setiap keadaan, supaya kita mudah gembira. Salah satunya pada Sinau Bareng tadi malam.

Lainnya

Kiai Sabuk Wesi

Kiai Sabuk Wesi

Maksudnya Revolusi Yonan adalah upaya besar-besaran dan revolusioner untuk memperbaiki dunia perkereta-apian. Makanya disebut Yono Tenan.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Tembakau Membunuhmu

Tembakau Membunuhmu

Mereka mengizinkan perusahaan memproduksi rokok, tapi diperingatkan Merokok Membunuhmu. Kalau memang mau menjaga kesehatan rakyat, bubarkan semua Pabrik Rokok.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib