Kenduri Cinta = Love in Action
Mensyukuri perjalanan 22 tahun, Kenduri Cinta edisi Juni 2022 kali ini diselenggarakan di Halaman FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Tangerang Selatan. Sejak terakhir kali Maiyahan Kenduri Cinta diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki (Maret 2020), Maiyahan di Jakarta belum bisa lagi terselenggara di Cikini. Beberapa kali harus berpindah lokasi, dengan beberapa adaptasi. Di awal tahun 2022 ini, Kenduri Cinta terselenggara di Lapangan PUSDIKLAT KEMNAKER RI, kemudian bulan lalu di Kandank Jurank Doank, dan pada bulan ini di Halaman FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Proses revitalisasi Taman Ismail Marzuki sendiri memang masih berlangsung, sehingga lokasi tersebut belum cukup kondusif untuk diselenggarakan Maiyahan seperti sebelumnya. Meskipun, penggiat Kenduri Cinta sudah beberapa kali bersilaturahmi dengan pihak pengelola Taman Ismail Marzuki. Semoga dalam waktu tidak lama lagi, Kenduri Cinta bisa kembali terselenggara di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.
Setelah dibuka dengan Munajat Maiyah, lalu dilanjutkan dengan membaca beberapa wirid seperti Wirid Padhangmbulan dan Wirid Hasbunallah, forum dibuka dengan sesi Mukadimah. Rektor UMJ, Dr. Ma’mun Murod, malam itu hadir dan bergabung sejak awal, ditemani oleh Dekan FISIP dan Dekan FAI. Rektor UMJ menyampaikan apresiasi kepada Kenduri Cinta, karena dengan dilaksanakannya Maiyahan di Kampus UNJ ini, Kenduri Cinta turut mewarnai UMJ. Baginya, Mbah Nun bukanlah sosok yang asing. Ketika masih muda, Dr. Ma’mun Murod sering menikmati tulisan-tulisan Mbah Nun di banyak surat kabar, saat ia kuliah di Malang.
Dr. Ma’mun Murod menyatakan forum seperti Kenduri Cinta ini adalah forum yang sangat baik dan dibutuhkan oleh terutama para mahasiswa. Karena di forum seperti Kenduri Cinta inilah menurut Dr. Ma’mun Murod, pendidikan politik diajarkan dengan baik. Suasana forum yang jelas sangat berbeda dengan ruang kuliah, membantu Mahasiswa untuk lebih membuka mata dengan realitas kehidupan yang ada saat ini.
Malam itu, Mas Ian L. Betts juga turut bergabung. Mas Ian ikut mensyukuri 22 tahun Kenduri Cinta yang telah mewarnai diskusi kebangsaan di Indonesia. Ditekankan oleh Mas Ian, Mbah Nun telah memiliki peran sangat krusial dalam perjalanan politik di Indonesia selama 3 dekade terakhir.
“Kenduri apa kalau bukan Cinta?. Cinta adalah sesuatu yang aktif, harus dilakukan, bukan sekadar wacana saja. Demikian juga dengan KC ini, dari Cak Nun dan juga KiaiKanjeng kita belajar mengenai nilai-nilai Maiyah,” Mas Ian melanjutkan sembari bercerita beberapa pengalaman Mas Ian turut dalam rombongan Mbah Nun dan KiaiKanjeng dalam tur Eropa, di mana salah satunya saat di Belanda, Mbah Nun terlibat dalam penyelesaian konflik ketegangan antar umat beragama akibat peristiwa penistaan agama Islam yang dilakukan oleh salah satu politisi di Parlemen Belanda saat itu, Geert Wilders.
“Kenduri Cinta ini adalah Love in action, dengan segala komitmennya, tanggung jawabnya, wirid dan juga do’a-do’a,” lanjut Mas Ian. Forum Kenduri Cinta ini telah melewati perjalanan panjang. Bagi Mas Ian sendiri ada beberapa pengalaman menarik bagaimana Mbah Nun mampu menerima berbagai orang dari berbagai kalangan. Mas Ian mengalami secara langsung bagaimana Mbah Nun menerima pemuka agama dari agama selain Islam untuk turut berbicara di Kenduri Cinta, bahkan forum Maiyahan di Jakarta ini menjadi panggung bagi semua orang yang ingin berbicara.
Suryo AB, salah satu pengamat geopolitik yang juga merupakan seorang dosen menyampaikan bahwa Kenduri Cinta ini adalah forum yang mengajarkan kepada setiap orang yang hadir tentang karakter kepribadian yang mulia. Di forum ini, setiap jamaah yang hadir membangun krakter kepribadiannya melalui nilai-nilai yang diajarkan oleh Mbah Nun. “Kenduri Cinta adalah karakter, behavior, cinta dengan segala kesadaran bukan hanya dengan segenap hati. Kebaikan itu terekam dalam jejak, bukan hanya dalam ucapan,” lanjut Suryo.
22 tahun Kenduri Cinta di Jakarta, memang secara tidak langsung memberi warna tersendiri di tengah dinamika Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia. Mbah Nun bukan hanya mengajak jamaah yang hadir untuk membangun kembali cara berpikir dengan kuda-kuda logika yang kuat, tetapi juga menyadarkan bahwa setiap manusia sesungguhnya memiliki tujuan yang mulia untuk selalu berbuat baik kepada sesama. Itulah kenapa Kenduri Cinta dulu pernah memiliki semboyan; Menata Hati, Menjernihkan Pikiran, Menuju Indonesia Mulia.
Ustadz Noorshofa juga bergabung di Kenduri Cinta malam itu. Agak malam beliau hadir di lokasi. Penggiat Kenduri Cinta lalu mendapuk Ustadz Noorshofa untuk secara simbolis mensyukuri 22 tahun perjalanan Kenduri Cinta. 2 buah roti buaya, khas betawi, malam itu menjadi simbol kesyukuran. Setelah roti buaya itu dibagikan, Ustadz Noorshofa memimpin doa bersama untuk kesyukuran 22 tahun Kenduri Cinta.
“Kenduri Cinta menghadirkan kerinduan yang tidak pernah habis,” Ustadz Noorshofa membuka. “Berbagi materi itu sudah biasa, yang tidak biasa adalah berbagi kebahagiaan. Dan di Kenduri Cinta ini kita bisa merasakan indahnya berbagi kebahagiaan,” lanjut Ustadz Noorshofa.
Malam itu, Ustadz Noorshofa berpesan bahwa 22 tahun Kenduri Cinta ini harus dijadikan momentum untuk mendewasakan kita semua, bukan hanya untuk bersyukur, tetapi juga untuk menjadi pribadi yang zuhud. Ditegaskan oleh Ustadz Noorshofa, zuhud itu bukan berarti kita meninggalkan dunia, tetapi kita lebih mengutamakan akhirat daripada dunia.
Dijelaskan oleh Ustadz Noorshofa, para sahabat Nabi Muhammad Saw memiliki karakter zuhudnya masing-masing, dan tidak seragam. Zuhudnya Khalifah Utsman bin Affan misalnya, dijelaskan oleh Ustadz Noorshofa, bahwa dunia itu sangat mencintai Utsman dan juga sebaliknya, Utsman juga mencintai dunia. Maka, dunia di tangan Utsman itu menjadi berkah. Sebanyak apapun Utsman mendapatkan dunia, sebanyak itu pula Utsman menghabiskan dunia untuk kesejahteraan masyarakat. Semakin banyak Utsman berderma, semakin banyak Allah melimpahkan rizqi kepadanya. Berbeda dengan Ali bin Abi Thalib, dijelaskan oleh Ustadz Noorshofa bahwa zuhudnya Ali adalah dengan ilmunya.
Demikianlah harapan kita bersama dengan mensyukuri 22 tahun Kenduri Cinta ini, kita dapat menemukan zuhud kita masing-masing dalam kehidupan ini. Kehidupan di dunia ini hanya kehidupan yang bersifat sementara, bukan perjalanan yang abadi. Kita hanya singgah sementara di dunia. Karena sejatinya Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun itu bukan sekadar kita kembali kepada Allah, namun lebih detail dari itu, karena memang sejatinya kita adalah milik Allah, maka kelak kita akan kembali menyatu dengan Allah.