CakNun.com

Jam’iyah Mahabbaturrosul Ajak Masyarakat Sinau Ilmu Shalawat Kepada Mbah Nun dan KiaiKanjeng

Liputan Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng di Lapangan Kebon Melati Sumbermulyo Jogoroto Jombang, 1 Oktober 2022, bagian 1
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 4 menit

Jam’iyah Mahabbaturrosul Desa Sumbermulyo Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang menggelar Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng pada Sabtu malam Minggu, 1 Oktober 2022 bertempat di Lapangan Dusun Kebon Melati Sumbermulyo Jogoroto Jombang dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. sekaligus memperingati ulang tahun ke-58 Jam’iyah Mahabbaturrosul.

Sekalipun siang dan sore hujan deras turun, namun antusiasme jamaah dan masyarakat desa Sumbermulyo dan sekitarnya untuk menghadiri Sinau Bareng ini tak surut sedikit pun militansinya. Tanah lapangan yang agak ngendut dan hawa dingin bukan merupakan kendala. Mereka tetap bisa duduk di atas alas yang mereka pakai dengan nyaman dan hikmat dalam mengikuti Sinau Bareng.

Jam’iyah Mahabbaturrosul dirintis dan didirikan oleh salah seorang Kyai Desa Sumbermulyo yaitu Kiyai Solichin Hamzah sejak sebelum 1963. Beliau mengajak masyarakat desa untuk rutin membaca shalawat Nariyah, dan tradisi ini masih diteruskan hingga saat ini sebagai kegiatan rutin Jam’iyah Mahabbaturrosul setiap dua minggu sekali (membaca 4444 kali shalawat Nariyah) dan dilaksanakan di Masjid Pondok Pesantren Al-Ghozaliyah Sumbermulyo dengan diikuti para warga pondok dan masyarakat dari dusun-dusun di desa Sumbermulyo.

Kegiatan Nariyahan rutin ini memberikan salah satu feature keagamaan masyarakat desa Sumbermulyo bersamaan dengan kegiatan lainnya seperti khataman Al-Quran, Dzibaan, Tahlilan, Istighotsah, Terbangan, Manaqiban, Yasinan, Samanan, dll. Masyarakat desa Sumbermulyo sendiri mayoritas memeluk agama Islam dan sebagian besar bekerja di bidang UKM Tahu dan Pecel Keliling. Secara sosial, kehidupan masyarakat cukup guyub rukun. Secara keagamaan, pada setiap mushalla atau rumah sering diadakan kegiatan keagamaan seperti disebut tadi, dari Nariyahan hingga Yasinan.

Pada kesempatan ulang tahun ke-58 Jam’iyah Mahabbaturrosul ini, kegiatan berlangsung selama kurang lebih satu minggu mulai dari Jalan Sehat, Lomba Senam Bahagia, Lomba Lukis dan Mewarnai untuk TK/RA, Festival Shalawat dan MTQ, Festival Shalawat Al-Banjari, Festival Grebek Tahu Jombang, Malam Rohani, Santunan dan Khitanan Massal, serta Pawai Ta’aruf dan Karnaval. Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng menandai dimulainya rangkaian kegiatan yang ditujukan sebagai wahana silaturahmi antar warga desa Sumbermulyo dan pelayanan sosial.

Mengetahui kehidupan sosial dan tradisi baik yang berjalan di Sumbermulyo ini, Mbah Nun memuji dan mengapresiasi dengan menyebut desa ini sebagai baldatun thayyibatun wa robbun ghofur. Desa yang baik yang Allah berkenan memberikan pengampunan. “Ini desa yang luar biasa. Nabi pasti ingin memilih tinggal di sini, dan tak ada yang lebih membahagiakan kecuali Nabi berkenan menjadi tetanggamu,” ungkap Mbah Nun. Dalam konsep Jawa, Mbah Nun mengatakan Sumbermulyo sudah Desa Mawa Cara.

Memulai Sinau Bareng, untuk mengapresiasi Desa Nariyah Mahabbaturrosul ini, usai nomor Pambuko KiaiKanjeng, semua jamaah dan masyarakat yang hadir diajak bareng-bareng melantunkan shalawat Nariyah bersama para vokalis KiaiKanjeng. “Semua hatinya menyambut Rasulullah,” seru Mbah Nun kepada para jamaah. Semua jamaah mengikuti, mengeluarkan suaranya untuk cinta dan komitmen kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Tema Sinau Bareng ini adalah “Meneladani dan Mengamalkan Akhlaqul Karimah Nabi Muhammad Saw dalam kehidupan sehari-hari”. Merespons tema ini, Mbah Nun secara rapi membawa jamaah dan masyarakat kepada dua hal: bagaimana akhlak bershalawat kepada Nabi dan bagaimana memahami apa yang disebut meneladani atau mengikuti Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Di luar shalawat yang dibaca secara wajib dalam shalat lima waktu, membaca shalawat telah menjelma sebagai ekspresi dan tradisi keagamaan yang dilakukan untuk berbagai keperluan dan pada bermacam kesempatan. Terutama untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad Saw.

Di dalam melantunkan shalawat pun disertai dengan alat musik seperti rebana/terbang hingga seperangkat alat musik yang lebih lengkap, juga dilantunkan dengan beragam jenis musik atau lagu. Menurut Mbah Nun semua itu dimungkinkan dan malam itu Mbah Nun sendiri mengajak jamaah menyimak dan mengikuti contoh-contoh shalawat yang dibawakan KiaiKanjeng dalam berbagai jenis lagu, misal shalawat Badar yang dibawakan ala Madura, Mandar, Jawa, dan Cina. Malahan di sini Mbah Nun menegaskan beragam lagu dari berbagai daerah dan negara yang dipakai untuk melantunkan shalawat adalah contoh gamblang dari Rahmatan Lil ‘alamin-nya Kanjeng Nabi Muhammad Saw,

“Semua genre musikal apapun boleh, asalkan menyesuaikan diri kepada Akhlaqul Karimah kepada Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad Saw,” tegas Mbah Nun. Contoh lain diberikan melalui nomor An-Nabi Bon yang bergenre Latin, serta nomor Hubbu Ahmadin yang bersuasana sublim-mendalam yang sangat kuat mengekspresikan “ngetokke ati entek-entekan kanggo Allah dan Nabi” (mengeluarkan hati habis-habisan untuk Allah dan Kanjeng Nabi). Mbah Nun juga menegaskan bahwa alat musik apa saja bisa dipakai, selain dengan berprinsip pada keharusan untuk menyesuaikan diri kepada Akhlaqul Karimah kepada Allah dan Kanjeng Nabi, juga yang terpenting dalam bershalawat hendaknya isi hatinya adalah cinta dan hatimu kepada Rasulullah Saw.

Teknik memukul rebana pun beda-beda. Ada metode Martapuran, ada pula metode ala ISHARI Jombang. Dalam hal teknik memukul rebana ini, KiaiKanjeng menghadirkan contoh lewat nomor Ya Rasulallah Ya Rasulallah Salamu Alaik seperti dibawakan dalam salah satu album KiaiKanjeng. Keseluruhan ragam jenis/genre musik, alat-alat yang dipakai, maupun teknik yang beragam, yang didayagunakan untuk bershalawat tersebut, menurut Mbah Nun disebut sebagai “Kabeh diajak ke Surgo” (Semua diajak ke surga).

Apa yang disampaikan Mbah Nun menyangkut cara pandang dan akidah dalam bershalawat di atas tampaknya merupakan muatan yang sangat cocok dan relevan mengingat Jam’iyah Mahabbaturrosul sendiri adalah kelompok yang mentradisikan shalawat Nariyah juga karena di desa ini tumbuh cukup baik kelompok-kelompok shalawat Al-Banjari. Sehingga mereka mendapatkan sharing dan pembukaan wawasan yang sangat berarti dari Mbah Nun mengenai bershalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. (caknun.com)

Lainnya

Exit mobile version