CakNun.com

Hujan-Hujanan Menikmati Rahmat Allah

dr. Eddy Supriyadi, SpA(K), Ph.D.
Waktu baca ± 4 menit
Photo by Ahmed Zayan on Unsplash

Bila musim hujan tiba, seperti sekarang ini, maka kegiatan saya dan kangmas saya adalah hujan-hujanan. Mandi air hujan di luar rumah. Bahkan yang paling bikin bahagia adalah ketika mandi air hujan di pematang sawah sambil mengikuti Lik Barjo ikut angon kerbau Mbah Cokro.

Berhujan-hujan sambil naik kerbau, bergaya seolah-olah yang empunya kerbau, cukup membuat saya bahagia. Ada tiga ekor kerbau yang digembala, namun yang biasa dinaikin hanya dua ekor. Yang seekor lainnya masih kecil dan agak liar. Pengalaman yang selalu saya kenang ketika naik kerbau adalah ketika saya terlentang jatuh ke selokan, terjatuh dari punggung kerbau.

Ceritanya gini, kebetulan saya naik kerbau berdua dengan Mijo. Dia teman main dan teman menangkap ikan. Mijo naik duluan dan berada di depan, di dekat punuk, sedang saya berada di belakang. Kami menikmati sekali naik kerbau itu. Kami bercanda selagi kerbau makan sisa jerami dan rumput di sawah yang baru saja dipanen. Giliran sang kerbau pindah tempat mencari rumput yang lebih banyak, maka sang kerbau berjalan dan melewati kalen (selokan kecil) yang ada di pinggir sawah.

Ketika turun ke selokan maka posisi kerbau miring ke depan. Menjadikan saya tergeser ke depan mepet badan Mijo, sedangkan Mijo tergeser ke depan tertahan punuk kerbau. Naaahhhh, ketika giliran kerbau naik dari selokan menuju area rumput maka posisinya miring ke belakang menyebabkan kami berdua tergeser ke belakang. Karena saya yang duduk di belakang dan tidak ada penahan di punggung belakang kerbau, maka tergeserlah kita berdua ke belakang tanpa ada tahanan dan kita meluncur terlentang di selokan. Saya tertimpa Mijo yang ada di atas saya. Untung karena jatuh terlentang di air, maka jatuhnya tidak sakit tetapi basah kuyuplah kita berdua karena air lumpur selokan.

Pernah suatu hari saya dan kangmas saya hujan-hujanan sampai hari agak gelap. Kita enggak merasa bahwa hari sudah gelap. Sangat menikmati hujan di pinggir sawah di ujung jalan kampung yang menuju jalan raya. Melihat bagaimana mobil lewat yang mencipratkan air hujan yang menggenang dan dilewati ban mobil. Saat itu mobil memang masih baru satu-dua, lewat dari arah kota ke Bantul dan sebaliknya. Tak sadar menikmati itu, tiba-tiba simbah kakung sudah berdiri di belakang kami.

Simbah yang memakai celana kolor hitam dan memakai caping bebek (tutup kepala yang sangat besar, kira-kira diameter satu meter terbuat dari anyaman daun nira atau daun kelapa yang kering), lengkap dengan gitik yang dibawanya. Sontak kami berdua lari terbirit birit. Langsung pulang ke rumah. Sampai di rumah, Ibu sudah menyambut dengan gemas bercampur khawatir dan juga dengam gitik di tangan. Maka bokong kami berdua menjadi sasaran empuk untuk mendarat si gitik tersebut. Lalu kami disuruh mandi dan kemudian disiapkan makanan hangat dan minuman. Tak lupa Ibu mengomel menjelaskan kenapa Ibu marah dan khawatir.

Memang ada latar belakang kenapa Ibu mengkhawatirkan kami ketika hujan deras, sudah sore, kami belum nampak di rumah. Dan kalaulah saya pada waktu itu sudah pinter baca Al-Qur’an dan bisa menerjemahkannya dan mentadabburinya maka pasti saya akan sedikit bergumen ke Ibu. Bukan membantah lho ya.

Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira, dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan). Kami turunkan air yang amat bersih dari langit.” (Al-Furqon: 48)

Air hujan adalah tetesan air hasil penyulingan alamiah yang dIbuat oleh Allah Swt atau al-ma’al-muqthir. Air hujan menjadi pembersih dan pembasmi kotoran terbaik yang mampu mensterilkan bumi yang tercemar. Proses jatuhnya air hujan pun cukup rumit. Bahkan, jika dibandingkan dengan penelitian ilmuwan mengenai air jernih, air yang paling baik untuk membersihkan adalah dari air hujan.

Di dalam surah al-Anfaal ayat ke-11. “Ingatlah ketika Dia menjadikan kamu mengantuk sebagai ketenteraman dari-Nya dan Allah menurunkan hujan dari langit kepada kalian untuk menyucikan kalian dengan hujan itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari kalian, juga untuk menguatkan hati kalian dan memperteguh telapak kaki kalian.”

Lhooo, mengantuk itu adalah ketenteraman. Itu Allah yang bilang lho yaaa. Dan di ayat tersebut dijelaskan bahwa air hujan adalah air yang ditujukan untuk menyucikan diri. Menghilangkan dari gangguan setan. Aaaah barangkali ini yang menjadi sumber/acuan dari guru saya, sahabat saya, membebaskan diri dari ilmu setan yang ditimpakan kepadanya. Disanthet! Waktu itu penjelasan medis hanya bisa bilang dan meramal bahwa kondisi tersebut–pada waktu itu–menurut ilmu medis, sisa hidupnya tinggal 3 bulan.

Di dalam ayat tersebut juga dijelaskan bahwa air hujan juga dapat dijadikan sebagai sumber energi. Air hujan dapat berpengaruh terhadap ketahanan dan kekuatan manusia untuk mengokohkan kedua kakinya ketika menghadapi lawan. MasyaAllah, betapa banyak manfaat air hujan bagi kita.

Kembali kepada kekhawatiran Ibu kepada kami ketika kami belum pulang di saat hujan mengguyur sampai sore hari. Di musim hujan tahun sebelumnya, ketika saya masih angon bebek, ada kejadian yang mebuat Ibu menangis tersedu. Bebek kami yang berjumlah 40 ekor lenyap ketika ditinggal berteduh, dan bebek dibiarkan berada di sawah pinggir kali Winongo. Ketika hujan reda dan hari sudah gelap, Ibu menengok tempat terakhir bebek-bebek berkumpul, ternyata tidak ada. Waktu itu juga kali Winongo meluap, banjir besar. Jangan-jangan bebek kami lenyap ditelan banjir. Ibu pulang ke rumah dan menangis. Saya merasa sangat bersalah.

Bapak kemudian berusaha mencari jejak dan mencari tahu kemana lenyapnya bebek kami yang 40 ekor tersebut. Baru keesokan harinya kami mendapat kabar dari Lik Ranto tahu, bahwa kandang bebeknya penuh, katutan bebek orang lain, ya bebek kami.

Alhamdulillah bebek kami pulang dengan selamat, dan menghasilkan telur-telur yang kemudian kami jual ke warung Mbah Pademo, sebagai penopang hidup kami. Bapak yang seorang guru dengan lima anaknya yang masih kecil pastilah sangat terbantu dengan bebek bebek kami.

Pagi ini ketika saya mau masuk pintu kantor, saya disambati sahabat-sahabat saya yang mengeluhkan nasibnya. Nasib mereka. Seorang juru parkir mendekati saya dan sambat bahwa mereka mendengar kabar bahwa banyak di antara mereka akan diputus kontraknya, alias mereka akan kehilangan pekerjaan. Juru parkir, pekarya, tukang sapu, dan tukang pel, dan beberapa tenaga administrasi akan diputus kerjanya.

Di saat tarif listrik naik, harga telur meroket di hari terakhir tahun 2021 kemarin. Mereka kehilangan pekerjaan. Mereka tidak tahu persis kenapa diputus kerjanya. Saya pun juga tak tahu menahu tentang apa yang terjadi dengan mereka, dan apa alasan mereka diputus. Mereka hanya bilang ‘yen ngene iki jenenge mateni rejekine wong cilik’ — ‘kalau begini caranya, mereka memutus rezeki rakyat kecil’

Saya hanya tertunduk tanpa berkata-kata apapun juga. Membayangkan saat mereka akan kehilangan mata pencaharian mereka. Bagaimana anak isterinya makan nanti. Mulut saya terkunci, mata saya berkaca-kaca, sambil berjalan masuk kantor saya kemudian teringat dan membayangkan bagaimana perasaan Ibu saya waktu ‘kehilangan’ bebek-bebeknya.

Lainnya

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Rakyat kecil kebagian remah kemakmuran berupa upah buruh murah, dan negara kebagian remah kemakmuran berupa pajak.

Nahdlatul Muhammadiyyin
NM

Topik