Dari Mojogebang untuk Indonesia, Sinau Sastrojendro Hayuningrat Pangruwating Diyu
Dengan dramatic reading ini, para jamaah diajak menyadari bahwa sejatinya para leluhur kita seperti Kanjeng Sunan Kalijaga sudah memberikan panduan mengenai pembangunan masyarakat atau negara. Masyarakat atau negara tak akan selamat kalau orang-orangnya tidak melakukan tindakan yang baik, tidak menciptakan keindahan, dan tidak memeratakan kesejahteraan. Dengan kata lain, jika yang menjadi ideologi adalah keserakahan nafsu dan dorongan jahat, maka kehancuran akan datang.
Di atas panggung, Mbah Nun didampingi Mas Lurah Haikal, Bu Bupati Ikfina Fahmawati, Pak Camat dan Forkompimcam Kemlagi, Dandim, Kapolresta, dll. Mas Lurah Haikal mengenakan peci Maiyah duduk di sebelah kanan Mbah Nun dan Bu Bupati duduk di sebelah kiri Mbah Nun. Beliau-beliau semua menyimak apa-apa yang disampaikan Mbah Nun serta menyerap ilmu Sastrojendro Hayuningrat Pangruwating Diyu melalui dramatic reading tadi.
Pembabaran mengenai Sastrojendro Hayuningrat Pangruwating Diyu melalui dramatic reading ini, di mana naskahnya ditulis super kilat tak sampai semalam oleh Mbah Nun, melengkapi pemaknaan dan ilmu tentang Ruwat Desa yang sudah disampaikan Mbah Nun dalam beberapa kesempatan Sinau Bareng sebelumnya di Mojokerto, Pemalang, Sidoarjo, dll. Selain Sastrojendro Hayuningrat Pangruwating Diyu, Mbah Nun juga sedikit menambahi ilmu leluhur kita yaitu Manunggaling kawulo gusti. Manunggaling kawulo gusti adalah bersatunya rakyat dan Allah di dalam hati seorang pemimpin, misal Bupati. Maka, menurut Mbah Nun itu juga sekaligus berarti bersatunya Bupati dengan Allah dan dengan sesama rakyat atau warga masyarakat. “Ini prinsip bernegara,” tegas Mbah Nun.
Kebetulan Lurah Haikal mengusung subtema “Membangun Indonesia dari Desa” sebagai subtema Sinau Bareng Ruwat Desa Mojogebang ini. Seperti terlihat dalam Sinau Bareng ini, apa yang dimiliki dan dilakukan oleh Desa, seperti Mojogebang ini, sangat lengkap untuk keperluan membangun Indonesia. Nilai-nilai dan falsafah dari leluhur yang disampaikan Mbah Nun. Kerukunan dan saling mengasihi seperti yang dikatakan Bu Bupati sebagai modal sosial. Bahkan mindset yang dimiliki Lurah Haikal, di mana meski seorang pemimpin Desa, tetapi dia lebih merasa dan menempatkan diri sebagai pembantu nomor 1 di desa Mojogebang.
“Cita-cita kami adalah membangun Indonesia dari desa atau dari desa membangun Indonesia. Cita-cita kami adalah membangun kesejahteraan masyarakat, mengayomi, dan tugas saya adalah pembantu nomor 1 di Mojogebang untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan desa, serta memikirkan kesejahteraan warga…,” tutur Lurah Haikal di hadapan semua warga dan jamaah yang hadir.
Masih banyak yang disampaikan Mbah Nun dalam Sinau Bareng di Mojogebang malam itu, namun terasa bahwa untuk kesekian kali, nun jauh dari pusat kekuasaan dan pemerintahan Indonesia, Mbah Nun menemani tumbuhnya pemimpin-pemimpin desa yang muda dan bervisi ke depan dengan nilai-nilai baru yang baik, yang bila dikaitkan dengan salah satu Tadabbur malam itu (QS. Al-Maidah: 54), kita berharap mereka, pemimpin-pemimpin muda itu, adalah generasi yang Allah mencintai mereka, dan mereka pun mencintai Allah. Melalui Sinau Bareng di desa-desa, Mbah Nun dan KiaiKanjeng tak lelah menumbuhkan, membimbing, dan menemani generasi baru pemimpin Indonesia ini. (caknun.com)