Berpuasa Namun Berhari Raya
Saya pernah menulis tentang puasa dan hubungannya dengan kenaikan berat badan. Saya mengambil contoh satu dua orang saja waktu itu dan itu tidak fair menurut saya, karena dasarnya adalah hal intuitif, prasangka, dan sedikit analitik terhadap satu dua contoh kasus, yang belum tentu mewakili (setidaknya) sebuah populasi.
Saya menemukan sebuah penelitian tentang hal ini (puasa Ramadhan — kenaikan berat badan) yang diteliti oleh seorang ahli gizi dari Universitas King Abdulaziz, Saudi Arabia bernama Balkees Abed Bakhotmah. Hasil penelitian yang sudah terbit dalam sebuah jurnal nutrisi itu berjudul The puzzle of self-reported weight gain in a month of fasting (Ramadan) among a cohort of Saudi families in Jeddah, Western Saudi Arabia, Nutrition Journal tahun 2011
Dalam penelitian itu Balkees mengambil sampel pada satu populasi di Jeddah, Saudi Arabia. Ia melakukan penelitian pada mahasiswi ilmu gizi dan keluarganya di Jeddah.
Sebagaimana lazimnya sebuah penelitian, Balkees mengemukakan hipotesisnya yaitu bahwa berat badan akan meningkat setelah Ramadhan sebagai akibat dari perubahan gaya hidup keluarga Saudi yang meliputi peningkatan konsumsi makanan manis dan berlemak, peningkatan frekuensi makan, dan berkurangnya aktivitas fisik. Penambahan berat badan didefinisikan sebagai kenaikan lebih dari 3 kilogram setelah menyelesaikan satu bulan penuh puasa Ramadhan.
Selain itu Balkees juga mengulik informasi tentang gaya serta pola kehidupan selama Ramadhan meliputi: belanja mereka untuk makanan, gaya hidup, frekuensi makan, kebiasaan makan, konsumsi dan macam-macam makanan selama Ramadhan, dan persepsi mereka tentang hubungannya dengan berat badan.
Balkees mendapati hasil yang cukup mendukung dugaaannya yang dia tuangkan dalam hipotesisnya. Mayoritas kelompok studi (hampir 80%) menunjukkan bahwa pengeluaran mereka meningkat selama Ramadhan. Besaran pengeluaran masing-masing keluarga bervariasi antara 25-50% dari pengeluaran harian di luar Ramadhan.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini juga cukup mengejutkan. Artinya hipotesis tentang kenaikan berat badan sesudah Ramadhan memang terbukti. Enam puluh persen responden mengalami kenaikan berat badan sesudah Ramadhan. Berbagai kenaikan berat badan ini merupakan akibat dari meningkatnya frekuensi makan, bertambahnya variasi makanan, dan kurangnya aktivitas fisik. Kenaikan ini tentu mempunyai implikasi yang tidak baik bagi kesehatan yaitu obesitas! Yaa obesitas menjadi pangkal dari berbagai penyakit, mulai dari Diabetes Mellitus sampai penyakit keganasan!
Secara teoretis konseptual dan tinjauan secara biologis serta psikologis manusia, puasa Ramadhan merupakan model yang baik untuk berubahnya perilaku manusia. Ramadhan adalah kesempatan yang baik untuk tidak hanya menjaga berat badan tetapi juga untuk menguranginya pada individu yang memiliki obesitas dan kelebihan berat badan. Ramadhan adalah semacam kawah Candradimuka bagi manusia.
Tetapi kenyataan yang didapat adalah sebagaimana dipaparkan oleh hasil penelitian tadi. Pasti ada yang salah dalam memahami esensi ‘puasa’ sebagaimana yang dituntunkan Nabi. Mestilah dilakukan perubahan dasar dari dasar bener. Bener-bener dasar dalam bagaimana memahami puasa. Pemahaman dengan melihat berbagai macam tinjauan. Mulai dari tinjauan teologis, dimensi sosial, tinjauan bio-psikologi manusia, dan lain lain.
Saya melihat hasil peneletian tersebut sebagai fakta bahwa: selalu berpuasa tapi selalu ‘berhari raya’. Atau ‘berhari raya di bulan puasa’. Setidaknya ini terjadi di sebagian kecil tempat di jazirah Arab. Bagaimana di populasi kita? Bagaimana fenomena yang terjadi? Prediksi saya sih di sebagian masyarakat kita fenomenanya mirip-mirip gitu.
Bagaimana negara Barat menyikapi puasa Ramadhan ini? Ada beberapa publikasi yang mengatakan bahwa bagi negara-negara Barat, puasa Ramadhan secara teoretis merupakan kesempatan emas untuk mengadopsi gaya hidup sehat dan kebiasaan diet yang akan mengarah pada penurunan berat badan, kontrol diabetes yang lebih baik dan komplikasinya dan mungkin perubahan biokimia lainnya yang terkait dengan sindrom metabolik. Naaah!
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf: 31)
Nabi bersabda, “Tidaklah manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika memang harus melebihi itu, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya.”
Masihkah kurang jelas?
Yogyakarta, 24 April 2022