Belajar Untuk (Selalu) Sehat (3)
Pilihan
Adalah seorang bapak muda yang sedang menunggui anaknya yang bernama Fariz yang berumur 5 tahun. Fariz tampak sedang bermain main dengan boneka Trex-nya, sambil berimajinasi bahwa dia sedang menunggang Trex dan berkelana di hutan belantara bersama Trex-Trex yang lain.
Saya memulai percakapan dengan bapak muda ini, tentang asal-muasal kenapa Fariz bisa sampai di ruangan ini. Ruangan tempat Fariz dirawat bisa terbilang mewah, sebuah ruang rawat single bed, namun ada sofa di sampingnya. Untuk penunggunya. Ada mini pantry dan beberapa kabinet tempat menyimpan beberapa barang keperluan. Persis lurus dengan bed pasien ada televisi. Desain ruangan persis sebuah kamar hotel. Sedangkan kamar mandi dan toliet persis di samping bed pasien.
Saya mulai ngobrol dengan bapak muda ini dengan topik ringan dan umum, dan ternyata beliau ini seorang pengusaha muda yang sedang mulai merintis usahanya dengan membuka mini market di wilayahnya. Kemudian baru ia bercerita tentang anaknya si Fariz yang beberapa hari sebelum dibawa ke RS ini. Fariz mengeluh demam dan kemudian diperiksakan ke dokter terdekat dan tidak lupa dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Dari hasil pemeriksaan lab inilah yang kemudian menjadi alasan dirujuknya Fariz ini ke sini. Di situ didapatkan jumlah sel darah putih yang sangat tinggi, yaitu di angka 162.000, sedangkan angka normal berkisar antara 5.000-11.000. Tidak hanya itu, hasil lab ini juga disertai dengan menurunnya sel darah merah (eritrosit) dan keping-keping darah (trombosit). Kemudian saya memeriksa si Fariz, sambil saya ajak ngobrol, saya periksa badannya, saya dengarkan jantung dan parunya.
Saya kemudian menduga bahwa si Fariz menderita suatu keganasan darah (leukemia). Tapi ini baru dugaan. Karena dengan pemeriksaan ditambah hasil lab yang ada belum cukup untuk menegakkan suatu diagnosis.
Bapak muda ini ditemani seorang ibu yang juga adalah nenek dari si Fariz. Saya kemudian mulai menjelaskan langkah-langkah untuk mengetahui apa sebenernya yang diderita Fariz ini. Di antaranya adalah menambah pemeriksaan darah yang belum sempat diperiksa di lab sebelumnya. Sampai pada pemeriksaan pengambilan sumsum tulang untuk mengetahui asal-muasal dari dugaan saya tadi. Sampai di sini si Nenek langsung menyatakan ketidaksetujuannya dengan kekeuh. Saya matur kepada si nenek, bahwa boleh saja nenek tidak setuju, tapi nanti penyakitnya tidak ketemu. Bukankah datang kemari untuk berupaya mencari kesembuhan? Berusaha untuk sehat kembali dengan cara mencari penyakitnya dan kemudian mengobatinya.
Tampaknya si nenek tetep kekeuh untuk menolak rencana kami. Akan tetapi saya tetap akan melakukan pendekatan kepada sang ayah. Karena secara medicolegal yang berhak memberi persetujuan adalah orang tuanya langsung dari si anak. Kalau si anak tidak bersama oleh kedua orangtuanya maka siapapun yang mengasuh bisa menjadi walinya. Tentu saja dengan persetujuan orangtuanya langsung.
Saya berpikir bahwa si bapak muda ini adalah seorang anak yang taat kepada agama dan menghormati orangtuanya. Tak ada bantahan atau sanggahan yang keluar dari mulut si bapak muda ini. Seperti Firman Allah dalam QS Al Israa:23. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.”
Kemudian pada akhirnya saya mendapatkan persetujuan itu, maka kami melakukan investigasi lanjutan. Kami ambil sumsum tulang, karena di situ nanti kita bisa mendapatkan gambaran baik dengan pemeriksaan visual, maupun dengan pemeriksaan yang menggunakan alat yang bisa menentukan apakah leukemia ini jenis Leukemia Lymphoid (LL) atau Leukemia Myeloid (LM). Pemeriksaan (sumsum tulang) ini adalah pemeriksaan immunophenotyping. Dalam desertasi saya yang saya tempuh di Amsterdam pada bulan Oktober 2012 saya di-ublek-ublek tentang seluk-beluk pemeriksaan ini. Pemeriksaan immunophenotyping pada Leukemia Akut.
Dari pemeriksaan ini bisa kita tentukan secara akurat antara LL dan LM, dan dari Jenis LL sendiri akan ditentukan apakah itu jenis B atau T. Penentuan ini berimplikasi pada jenis dan pemilihan terapi yang digunakan. Karena dengan menggunakan pemeriksaan yang mengandalkan mata manusia melalui mikroskop, masih juga ditemukan kekeliruan antara LL dan LM (yang jenis terapinya berbeda) dan dengan mata manusia tidak bisa menentukan jenis LL-B atau yang LL-T.
Di negara yang sudah maju jenis LM pun masih diperinci. Tapi kita belum mampu melakukannya. Kenapa? Kenapa lagi kalau bukan masalah uang! Tak ada biaya untuk pemeriksaan lebih lanjut (cytogenetik – molecular). Jangankan pemeriksaan canggih ini, pemeriksaan immunophenotyping ini pun sudah mulai kembang kempis sang penyedia uang untuk membayarinya. Jadi kalau dibanding dengan negara tetangga, kita ini yaaahh boleh dibilang ketinggalan. Aah kok saya malah ngudoroso di sini….., tapi ya inilah yang bisa saya kemukakan.
Kami dan kawan-kawan sudah jauh jauh menimba ilmu ke berbagai negeri di seberang, yang membutuhkan pengorbanan waktu, biaya, berpisah dengan keluarga dan pulang dengan gelar yang mentereng, tapi ilmu yang kami dapat tak bisa diaplikasikan (karena tak ada dananya) untuk para penderita yang memang benar-benar membutuhkan. Sementara tiap hari kita disuguhi berita bahwa banyak dan sangat banyak uang negara (rakyat) yang dipakai bancakan oleh (kelompok) orang tertentu. Miris!
Ah sudahlah…
Pada akhirnya, hasil dari berbagai pemeriksaan sudah ada, dan sudah kami simpulkan, bahwa Fariz menderita Leukemia, jenis Myeloid!
Tinggal sekarang menyampaikannya ke bapak ibunya serta menyampaikan rencana pengobatannya.
Tapi…