CakNun.com

Bekal Kunci Ikhlas dari Mbah Nun

Galih Indra Pratama
Waktu baca ± 3 menit

Di dalam menjalani kehidupan dari dahulu sampai sekarang ini, memang tidak selamanya nasib ataupun takdir seorang manusia pada garis yang sama. Mungkin kemarin kita lagi bernasib baik, mendapat rezeki yang melimpah, mampu memiliki apa yang sedang kita inginkan, namun bisa saja semuanya tadi diubah atas kehendak Allah Yang Maha Menentukan semua ini. Nasib kita yang kemarin lagi baik atau mujur bisa berubah menjadi sebaliknya.

Foto: Adin (Dok. Progress)

Sebuah contoh saat berdagang misalnya, saya sendiri mempunyai usaha di bidang audio mobil. Pernah ada customer yang pesan TV mobil ke toko saya. Waktu itu stok saya habis, kemudian saya minta customer untuk menunggu beberapa hari setelah saya order barang kembali. Kebetulan customernya mau menunggu. Pada saat itu namanya orang kalau memesan barang pasti di toko manapun minta uang sebagai tanda jadi. Dan saya pun kemudian di kasih uang seperempat dari harga TV mobil yang dipesan sebagai tanda bukti akan membelinya.

Setelah beberapa hari saya carikan barangnya, alhamdulillah dapat sesuai keinginan customer saya tadi. Lalu saya menghubunginya supaya ke toko, karena TV mobil yang dipesan sudah datang. Sampai di toko saya, customer itu tanya harga TV mobil yang dia pesan tadi. Kami pun berbincang masalah harga, tapi customer saya tiba-tiba ingin membatalkan pembelian TV mobil tadi. Dan saya pun heran kenapa dia tiba-tiba membatalkan pembelian tersebut. Kemudian customer saya tadi meminta uang sebagai tanda bukti jadi kemarin. Lalu saya bilang namanya orang dimanapun kalau sudah memberi tanda bukti jadi beli, uang itu tidak akan dikasihkan kembali ke yang akan membeli.

Lalu dia agak marah-marahi saya yang intinya ingin meminta kembali uangnya tadi. Dan saya pun berpikir mendingan saya mengalah cuma karena uang nggak begitu besar malah membuat nama toko saya tercemar karena customer itu. Akhirnya uangnya saya kembalikan dan dia langsung pergi begitu saja. Dalam hati saya hanya bisa bersabar. Untung saya selalu ingat pesan-pesan yang sudah saya dapat dari Mbah Nun.

Sebuah bekal yang kemudian juga diberikan oleh Mbah Nun waktu itu adalah kunci ikhlas. Bagaimana kita menyikapi uang yang kita miliki akan berpengaruh terhadap rasa syukur yang lahir dari ekspresi kita mensyukuri rezeki dari Allah.

Mbah Nun mencontohkan bahwa beliau sejak dulu tidak pernah mengubah konsep tentang uang sepuluh ribu rupiah. Bagi Mbah Nun, uang sepuluh ribu rupiah adalah uang yang sangat besar nilainya. Uang sepuluh ribu rupiah bagi Mbah Nun adalah rezeki yang harus disyukuri, sehingga konsep yang terbangun dalam diri adalah bukan membeda-bedakan uang berdasarkan nominal yang tertera.

Kebanyakan orang hari ini, ketika punya uang sepuluh ribu, angan-angan yang ada dalam pikirannya adalah bahwa nanti atau besok akan punya uang seratus ribu, sehingga kemudian uang sepuluh ribu terasa sudah tidak berharga lagi karena ia membandingkan dengan uang seratus ribu. Begitu juga ketika ia memiliki uang seratus ribu, konsep dalam pikirannya kemudian adalah angan-angan mendapat uang satu juta, sehingga seratus ribu sudah tidak berharga lagi ketika ia benar-benar mendapatkan uang satu juta, sepuluh juta, seratus juta.

Mbah Nun menyampaikan bahwa jika konsep sepuluh ribu itu kita pegang, maka berapapun uang yang kita dapatkan dan kita miliki itu akan selalu kita syukuri dan kita akan tetap menghargainya. Sehingga tidak ada celah sedikit pun dalam diri kita untuk merendahkan rezeki yang sudah Allah berikan kepada kita. Seratus ribu sudah tidak berharga lagi ketika ia benar-benar mendapatkan uang satu juta, sepuluh juta, seratus juta.

Dan selalu bersyukurlah dengan hal apa saja yang sudah dikasihkan oleh Allah kepadamu. Mbah Nun juga berpesan, kalau Anda ikhlas menerima apapun yang ditentukan dan dikasihkan oleh Allah, maka Allah tidak akan menghilangkan sesuatu yang engkau cintai. Justru Allah akan menambahnya dengan sesuatu yang lain. Temukanlah kenikmatan setiap apa saja yang Allah kasihkan ke kita dan temukanlah keindahan saat kita berbuat baik.

Terima kasih banyak Mbah Nun atas bekal-bekal dari Panjenengan selama ini. Tidak lupa saya selalu mencatat ketika Panjenengan menyampaikan yang terdengar ke telinga saya. Semoga Panjenengan selalu diberi kesehatan, dan di beri umur yang panjang.

Sugeng tanggap warsa nggih Mbah Nun. Mugi tansah rahayu. Maaf kalau tidak ada kado untuk Panjenengan. Kado dari saya hanya bisa mendoakan setiap bertemu langsung Panjenengan. Al-Fatihah.

Wonogiri, 26 Mei 2022

Lainnya

Altruis Di Tengah Kompleksitas Identitas

Altruis Di Tengah Kompleksitas Identitas

Salah satu pertanyaan workshop dalam Sinau Bareng di balai desa Condongcatur pada hari Jum’at malam 20 Desember 2019 menarik perhatian saya.

Muhammad Zuriat Fadil
M.Z. Fadil