CakNun.com
Kebon (19 dari 241)

Zombi, Wali Mastur dan Lighting Lampu Motor

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 3 menit
Dok. Progress

Hasil latihan musik-puisi di Balai RK Dipowinatan diperjalankan oleh Tuhan sampai berkeliling Jawa. Kelak sesudah bermetamorfose menjadi KiaiKanjeng baru diperjalankan keliling nusantara dan dunia. Sampai demung inovasi Nevi Budianto diminta oleh Conservatorio di Napoli untuk diabadikan di kampus dan pusat kesenian mereka.

Diperjalankan. Itu bukan sekadar kosakata dan pilihan istilah. Diperjalankan adalah keyakinan dasar, ideologi dan landasan ilmu pengetahuan. Dengarkanlah Nevi, kapan saja ia diminta bicara, di Maiyah, forum KiaiKanjeng, di kelas ketika mengajar atau obrolan rutin, hampir saya tidak pernah mendengar Nevi tidak mengucapkan kata “diperjalankan”.

Diperjalankan ke manapun saja, pentas di manapun saja, nginap di manapun saja tanpa syarat. Di leher gunung, di tepian hutan, nginap tidur berjajar seperti ikan bandeng atau Zombi di ruang bawah tanah. Dalam keadaan sehat ataupun sakit. Pentas lancar, atau digrebeg dua truk tentara di Bandung, dikepung Polisi di Senisono dan Madura. Diperjalankan tidak bertransaksi keuangan dengan panitia, semata-mata bertransaksi amal saleh dengan Tuhan sendiri.

Tempat pentasnya beres ataupun tidak. Bersama-sama turun panggung memutar letak dan arah panggung di Enrekang Sulawesi Selatan atau di Stadion Sidoarjo untuk memungkinkan penonton lebih nyaman. Lampu dan cahaya lancar atau mendadak mati di tengah nomor lagu puisi pementasan di Alun-alun Blora, di Sukoharjo Solo atau Pabelan Magelang. Atau lighting hanya spontan pakai lampu motornya sahabat Untung Basuki Bengkel Teater di area Cemara Tujuh Balairung UGM Yogya. Diperjalankan memasuki berbagai ragam tempat dan situasi serta mengalami apa saja yang kebanyakan grup musik atau teater mungkin “tidak mau” mengalaminya karena dianggap “tidak profesional”.

Kalau listrik mendadak padam, kita juga tetap diperjalankan, tidak lantas mandeg dan bubar. Langsung antisipasi pakai vokal alamiah, teriak kepada penonton dan mengajak nyanyi bersama atau shalawat yang mereka kenal bareng-bareng.

Diperjalankan maksudnya adalah apa saja yang mereka jalani dan alami, subjek utamanya adalah Tuhan. Nevi bukan Fa’il dari hidup dan nasib mereka. Nevi mengaktifkan Teater Dipowinatan, Karawitan Dinasti dan KiaiKanjeng bukanlah karena atau untuk “karier”. Pencapaian musikal, kultural dan interaksi nasional internasional Nevi dan teman-teman bukanlah prestasi karier mereka. “Carrier” artinya alat pengangkut. Kerja musik dan teater mereka bukan alat pengangkut sejarah mereka agar mencapai prestasi, menjadi terkenal atau memperoleh nafkah hidup.

Diperjalankan tetapi bisa saja malah disembunyikan, seolah-olah Wali Mastur-nya Tuhan: tidak dikenal oleh mata pandang Indonesia. Tidak dipahami oleh kacamata kesenian mainstream. Disembunyikan dari peta ilmu pengetahuan, diketelingsutkan dari terminologi dan metodologi. Disingkirkan dari area teori, terutama modernisme.

Sebab memang Nevi dan semua melakukan semua itu — bahasa populernya: bukan supaya “eksis”. Apalagi supaya “populer dan kaya”. Kalau Anda berjumpa langsung berhadapan wajah dan jasad dengan Nevi serta teman-temannya, Anda pasti tidak tega menyimpulkan bahwa mereka adalah “budak karier”. Bahkan memang tidak tampang atau potongan yang mencerminkan itu sama sekali. Mereka bukanlah kaum muda Indonesia modern yang “sukses”. Tidak ada sama sekali “kostum” sukses atau “penampakan” yang mentereng untuk dimasukkan ke dalam kategori itu.

Nevi bahkan tidak dijamin bisa memakai baju secara proporsional. Tidak jarang kancing baju masuk yang bukan lubangnya, melainkan di bawahnya atau di atasnya. Nevi tidak pernah punya koper atas tas bepergian yang tertata dan tertib. Bahkan tidak ada pakaiannya, yang luar apalagi yang dalam, yang pernah ia lipat. Semua diuwel-uwel seperti kawul padi. Itu pun ditaruh bercampur dengan benda apa saja lainnya. Atau meletakkan pakaian dengan dititipkan di wadah gamelan atau apa saja.

Bagaimana mungkin dia bisa disebut “pemuda Indonesia yang sukses kariernya”? Di London, British, beberapa teman KiaiKanjeng iseng menyembunyikan sepatu Nevi. Ketika Bus siap berangkat menuju Gedung pementasan, Nevi masih di dalam hotel mencari sepatunya. Di mana-mana tidak ketemu. Demi tanggung jawab, Nevi keluar Hotel, mampir dapur, buka tempat sampah, ambil tas plastik kresek seketemunya, ia pasang dan ikatkan secara darurat di kedua kakinya. Nevi main musik yang ditonton oleh Gordon Brown Perdana Menteri Inggris waktu itu, dengan sepatu tas kresek di kakinya.

Itu semua adalah peristiwa “diperjalankan”.

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Sedangkan manusia, semua makhluk, dan kita semua, apalagi komunitas nDipo, Dinasti maupun KiaiKanjeng: hanya tahu sedikit-sedikit sekali dan hanya mendengar sama-samar belaka. Dan ketidaktahuan kami adalah tanda-tanda sangat jelas dari betapa Maha Tahu dan Maha Mendengarnya Allah.

Lainnya

Pesemaian Musik-Puisi

Pesemaian Musik-Puisi

Provokator atau pendorong penulisan serial Kebon ini adalah Kiai Tohar, sahabat saya hampir setengah abad.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib
Exit mobile version