Yakin dengan Harapan dalam Situasi Serba Ghaib
Pada momen setelah Ramadhan lalu, dalam kesempatan cangkruk santai bersama teman-teman Kenduri Cinta di Cibubur, Mbah Nun menyampaikan salah satu sudut pandang tadabbur atas Surat Al-Baqarah: 3, “Alladziina yu’minuuna bi-l-ghaibi wa yuqiimuuna-sh-sholaata wa mimma rozaqnaahum yunfiquun”.
Mbah Nun menegaskan bahwa yang menjadi pijakan terhadap sesuatu yang ghaib adalah keyakinan. Kita hidup dalam situasi berhadapan dengan banyak hal ghaib. Pada kesempatan lain Maiyahan di Kenduri Cinta, Mbah Nun pernah menyampaikan bahwa terhadap sesuatu yang bisa kita jangkau informasinya, kita bisa membuktikannya dengan ilmu. Tetapi, terhadap sesuatu informasi yang tidak bisa kita jangkau, maka pijakan yang kita gunakan adalah iman. Kita meyakini kebenarannya, meskipun kita tidak mampu membuktikannya. Yakin saja, jangan dibantah.
Sekitar dua minggu lalu, saat acara Silaturahmi Penggiat Simpul Maiyah di Wonosobo dan Demak, di ruang transit, Mbah Nun kembali memberi kunci yang menurut saya sangat penting dalam situasi saat ini. Agak lama saya mencerna uraian Mbah Nun saat itu, yang kemudian dijelaskan lebih detail dalam beberapa seri Tetes terakhir di caknun.com. Ya, yang saya maksud adalah “Tiga Lapis Langit Doa”; Harapan, Keyakinan, dan Kepastian.
Hari-hari ini, saat kita membaca informasi melalui media massa mengenai kembali melonjaknya kasus positif Covid-19, betapa ngerinya. Dalam satu hari, kasus positif Covid-19 menembus rekor hingga 20.000 kasus positif baru per hari. Ini baru yang terkonfirmasi melalui sistem pendataan Satgas Covid-19 di Kementerian Kesehatan RI. Sementara yang tidak terdata, kita tidak mengetahui jumlahnya.
Terserah mau menggunakan sudut pandang yang mana mengenai pandemi atau pageblug Covid-19 ini. Mau menggunakan sudut pandang budaya, silakan. Menggunakan sudut pandang spiritual, itu juga baik. Dengan sudut pandang sains, itu juga tepat. Atau menggunakan teori 4 sudut pandang Maiyah yang juga sudah pernah dijelaskan oleh Mbah Nun, apakah pandemi Covid-19 ini adalah sesuatu yang diperintah oleh Allah kemunculannya, atau memang Allah mengizinkan kehadirannya di antara kita saat ini, mungkin juga makhluk berupa Covid-19 ini dibiarkan oleh Allah untuk tersebar luas, dan semoga saja bukan yang keempat; adzab Allah.
Jika kita melihat kerja pemerintah di Indonesia, selaku petugas resmi yang seharusnya menangani pandemi ini dan mencarikan solusi untuk rakyat Indonesia, rasa-rasanya sudah habis rasa percaya kita. Kebijakan yang tidak seragam, respons awal yang acapkali membuat kita heran dan mengernyitkan dahi, memaksakan Pilkada untuk memuaskan nafsu politik praktis, hingga bantuan untuk rakyat yang justru dikorupsi, sudah cukup menjadi bukti kurang seriusnya pemerintah dalam merespons peristiwa ini.
Sejak awal, Mbah Nun menyerukan kepada kita semua untuk memposisikan Allah pada pihak utama yang selalu menjadi sandaran kita. Bahkan, sejak sebelum pemerintah menyatakan situasi pandemi Covid-19, Mbah Nun sudah memberi bekal Wirid Tetes Kelembutan Muhammad.
Kembali pada “Tiga Lapis Langit Doa”, Mbah Nun seperti menyadarkan kita kembali agar kita jangan sampai berputus asa terhadap rahmat Allah. Walaa taiasu min rauhillah. Hal ini sangat tegas diingatkan beliau, dan pada saat Mocopat Syafaat edisi Juni 2021 lalu di Rumah Maiyah Kadipiro, Mbah Nun bersama Pakdhe-Pakdhe KiaiKanjeng memberikan testimoni yang sangat nyata, bahwa Allah benar-benar memberikan jalan keluar atas kesulitan yang dihadapi oleh manusia melalui jalan yang tidak disangka-sangka, min haitsu laa yahtasib.
Dalam satu tahun terakhir ini, kita memang tidak bisa Maiyahan seperti biasanya di Simpul-Simpul Maiyah maupun forum Sinau Bareng seperti saat situasi normal sebelum pandemi. Tetapi, Mbah Nun tetap menemani dan membekali kita dengan banyak ilmu. Melalui tulisan seri Corona, kita diajak Mbah Nun melihat virus Covid-19 ini dengan sudut pandang yang lebih jernih. Melalui video-video yang dirilis, ada banyak khasanah baru yang disampaikan beliau dan narasumber lain. Melalui seri Kebon, Mbah Nun mengajak kita ngangsu kawruh dari perjalanan Mbah Nun sejak dari Menturo, Gontor, Malioboro, Kadipaten, Patangpuluhan, Kelapa Gading hingga Kadipiro.
Ketika kita kembali memasuki hari-hari yang semakin ghaib ini, dengan situasi yang kembali membuat kita khawatir, melalui 4 seri Tetes, Mbah Nun kembali menenangkan kita. Bekal melalui Tetes yang diwedar Mbah Nun itu benar-benar hadir pada momentum yang tepat. Selama ini, kita sudah tidak kurang berdoa, melantunkan wirid, bershalawat, baik secara mandiri maupun bersama-sama, dan kita tidak pernah tahu doa yang mana, wirid yang mana yang menyelamatkan kita. Yang kita miliki adalah keyakinan atas harapan agar kita diselamatkan oleh Allah dalam menjalani masa pandemi Covid-19 ini.
Pada situasi serba mengkhawatirkan ini, Mbah Nun juga tetap mengingatkan kita tentang batas jangkauan manusia. Bahwa kita tidak berhak sedikit pun memastikan kehendak Allah. Dan juga, yang paling penting lagi, Mbah Nun beberapa bulan lalu telah mengingatkan kepada kita, bahwa sesulit apapun situasi kita saat ini agar selalu titen dan selalu bersyukur atas anugerah Allah. Karena pada akhirnya, kita memang tidak akan mampu memahami Algoritma Rahmat Allah Swt. Yakin, yakin, dan yakin. Jangan sampai berputus asa atas rahmat Allah.